Pernikahan Tersembunyi Guru Dingin

Pernikahan Tersembunyi Guru Dingin

Oleh:  Mystic-SJ  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
17Bab
322Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Morgan terpaksa harus menikahi Ayra, siswinya sendiri karena DITUDUH melakukan tindakan tak senonoh. Hal ini membuat keduanya sehingga harus menutupi pernikahan mereka dari orang-orang yang belum mengetahuinya. Lantas, bagaimana kelanjutan kisah keduanya?

Lihat lebih banyak
Pernikahan Tersembunyi Guru Dingin Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
17 Bab
Saya Tidak Bersalah!
"Bagaimana bisa terjadi hal yang memalukan seperti ini, hah? Seorang guru, tapi tidak berpendidikan! Berkelakuan layaknya binatang!" bentak Darmawan, Ayah dari gadis bernama Ayra. Suasana di ruang pertemuan sekolah ini sangatlah mencekam. Kedua orang tua Ayra tidak terima dengan perlakuan tak senonoh seorang guru, yang bertugas di sekolah tempat Ayra menimba ilmu. Sudah ada kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kedua orang tua Ayra, Morgan dan juga Ayra di sana. Mereka mengadili perilaku Morgan yang tak senonoh, yang dilakukan terhadap putri mereka. Morgan memandang bingung ke arah mereka, karena kejadian ini tidak seperti yang mereka pikirkan. "Maaf Tuan Darmawan, kejadian ini bukan seperti yang Anda pikirkan. Ini semua murni kesalahpahaman saja," ujar Morgan, yang berusaha berkilah di hadapan mereka. "Alah, mana ada maling yang mengaku mencuri?" sambar Ibu Viona, yang tak lain adalah Ibu dari Ayra. Melihat suasana yang sangat menegangkan, kepala dan juga wakil kepala sekolah b
Baca selengkapnya
Alasan
Morgan menghela napas panjang.Bersama Ayra, dia keluar dari ruang sidang sekolah. Pria itu sungguh lelah dan hanya ingin segera kembali ke apartemen yang ia tempati. "Saya harus kembali ke rumah," ujar Morgan kepada Ayra tiba-tiba.Bukannya menjawab, Ayra malah terduduk lemas karena harus menerima permasalahan serumit ini. Morgan yang semula ingin cepat kembali ke apartemennya, menjadi iba ketika melihat Ayra yang sepertinya sangat hancur. "Kenapa semuanya terjadi sih? Kenapa malah jadi seperti ini?" gumam Ayra dengan tangisan yang sudah pecah. Morgan kembali menghela napasnya. Diulurkan tangannya ke arah Ayra, sehingga membuat gadis itu menghentikan tangisnya."Semua akan baik-baik saja," ucap Morgan.Bukannya senang, Ayra menjadi kesal mendengarnya. Perempuan itu lantas menepis tangan Morgan yang ada pada bahunya. "Apanya yang akan baik-baik aja, Pak? Kita mau dinikahin, atau Bapak akan masuk penjara. Apa itu yang namanya baik-baik aja? Gak ada yang akan baik-baik aja!" bentak
Baca selengkapnya
Rooftop
Keesokan harinya, Morgan berangkat ke sekolah seperti biasa. Diabaikannya tatapan menyelidik para guru di koridor sekolah dan terus melangkah ke arah kelas yang akan diajar.Hanya saja, langkahnya tiba-tiba terhenti, ketika ia tak sengaja melihat seorang murid yang berada di rooftop gedung seberang. Matanya mendelik, tatkala ia menyadari bahwa murid tersebut adalah Ayra. "Ayra? Mau ngapain dia?" gumam Morgan, yang masih penasaran dengan apa yang akan Ayra lakukan di atas rooftop. Dengan setengah sadar, Morgan melangkah naik ke tangga untuk segera menyusul Ayra. Ia merasa ada yang aneh dengan gelagat Ayra. Langkahnya ia percepat, karena ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan Ayra. Sampai akhirnya ia pun sudah sampai di atas rooftop. Setelah membuka paksa pintu yang sedikit sulit dibuka, pandangan Morgan pun tertuju pada Ayra yang sudah naik ke pembatas rooftop dengan membelakanginya. Morgan mendelik. "Astaga, Ayra! Kamu ngapain di situ?" pekiknya. Ayra menoleh untuk memastikan or
Baca selengkapnya
Muak
Suasana menjadi sangat tegang, karena Lidya yang tidak biasanya mendengar Morgan yang meminta bantuannya seperti ini. "Umm ... ada apa ya, Pak? Apa yang Pak Morgan inginkan?" tanya Lidya penasaran. "Saya ingin memeriksa rekaman CCTV di depan ruang penyimpanan peralatan olahraga. Saya ingin melihat di jam sebelum pulang sekolah," ujar Morgan tanpa basa-basi, membuat Lidya mengangguk kecil mendengarnya. Dengan cekatan, Lidya segera menuju ke arah tempat duduknya. Ia pun duduk, kemudian memeriksa rekaman tersebut pada monitor kontrol miliknya. "Ini Pak," ucap Lidya. Morgan memandangi layar monitor dengan sangat berhati-hati. Setelah Ayra masuk ke dalam ruangan tersebut, tidak ada siapa pun di sana yang melintas di area tersebut. Morgan semakin menajamkan matanya, kalau saja ada seseorang yang melewatinya di sana. Namun, ketika Morgan datang membawa sapu di tangannya, tidak ada orang lain sebelum dan setelah kedatangannya. Dengan kata lain, tidak ada saksi yang bisa membuktikan tenta
Baca selengkapnya
Siapa Dia?
Morgan menatap Ayra dengan dalam. "Kamu tahu apa yang sedang saya rasakan saat ini, Ayra? Kehidupan saya hancur karena saya nolong kamu kemarin! Dengan entengnya kamu ngomong kalau kamu muak sama saya. Harusnya saya yang bicara seperti itu! Saya muak sama kamu, karena saya gak melakukan apa pun sama kamu tapi terpaksa harus menanggung permasalahan ini!" ujarnya dengan sedikit kasar. Ayra yang jiwanya sedang terluka, merasa tidak bisa menerimanya. Ia merasa kesal, karena kejadian ini juga bukanlah keinginannya. "Lho, bukan salah saya dong Pak! Ini juga bukan keinginan saya! Lagian kenapa Bapak masuk ke dalam ruangan itu gitu aja? Kenapa Bapak lalai banget, tanpa mikirin dampak yang akan terjadi, hah? Katanya Bapak guru, kenapa hal begini aja Bapak gak bisa prediksi, sih?" ungkap Ayra dengan sinis, membuat Morgan menghela napasnya dengan kasar. "Ayra, saya ini guru. Bukan cenayang. Saya gak bisa prediksi apa pun di luar nalar. Kamu harusnya tahu itu!" ujar Morgan dengan nada yang sed
Baca selengkapnya
Desakan
Karena rasa penasaran yang menggebu, Morgan pun segera menuju ke arah mobilnya untuk membuntuti mereka. Hati Morgan cemas, tetapi ia tidak paham dengan apa yang ia rasakan. Sepanjang jalan ia hanya bisa memandang ke arah mobil tersebut. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya, karena ia yang khawatir dengan keadaan Ayra. "Kalau pria itu bukan kakak atau kerabatnya, bagaimana? Apa yang akan terjadi dengan mereka?" batin Morgan, sembari tetap memandang ke arah mobil tersebut. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, mereka pun akhirnya sampai di sebuah restoran. Morgan memandang Ayra yang keluar dari dalam mobil tersebut, dengan pria yang hendak menggenggam tangannya. Namun, Ayra menolak dan menghempaskan tangannya karena tidak ingin Ilham menggandengnya. Hal itu membuat Morgan berspekulasi sendiri. "Kalau pria itu kakaknya, dia tidak mungkin menggandeng mesra tangan adik perempuannya. Kalau pria itu kekasihnya, kenapa Ayra menolak gandengan tangannya?" gumam Morgan,
Baca selengkapnya
Desakan 2
"Tunggu dulu, Sayang. Apa alasan kamu minta aku buat segera menikahi kamu? Biasanya kamu gak gini?" tanya Ilham, yang merasa masih bingung dengan alasan Ayra untuk hal ini. Karena tidak mungkin mengatakan hal yang terjadi padanya dan Morgan, Ayra hanya bisa diam dan tak berkata tentang hal itu. "Pokoknya kamu harus nikahin aku! Aku gak mau jadi milik orang lain!" bentak Ayra, yang sudah kehabisan akal untuk memberikan alasan kepada Ilham. "Apa?" Mendengar ucapan Ayra, Ilham sampai terkejut karenanya. Ia merasa tidak mengerti dengan perkataan yang Ayra maksudkan. "Maksud kamu apa, Ra? Milik orang lain?" tanya Ilham. Ayra menghela napasnya dengan panjang. "Ya, Papa jodohin aku sama orang lain. Pernikahan akan dilakukan besok malam. Makanya, aku minta kamu nikahin aku sekarang juga." "Apa?" pekik Ilham, yang kembali membuat semua orang memandang heran ke arahnya. Karena merasa tidak nyaman dengan suasana ini, Ilham pun menarik lengan tangan Ayra untuk menjauh pergi dari sana. "A
Baca selengkapnya
Kesempatan
Melihat Ayra yang meledak seperti itu, Ilham segera memeluknya dari belakang. Ilham tidak ingin Ayra sampai marah padanya, hanya karena permasalahan seperti ini. "Oke, oke! Aku akan nikahin kamu," ucap Ilham, membuat Ayra merasa sangat tenang mendengarnya. "Tapi gak sekarang atau hari ini," tambah Ilham, sontak membuat Ayra melepaskan dirinya dari Ilham dan bangkit di hadapannya. "Maksud lo apa, hah? Gak hari ini gimana? Perjodohannya tinggal besok, kenapa lo gak mau nikahin gue sekarang?" tanya sinis Ayra dengan kesal. "Dengerin dulu, Ra. Aku janji akan nikahin kamu, kalau kamu sudah bercerai sama dia. Jadi, kamu bertahan dulu aja sama dia dalam pernikahan palsu kamu. Biarin Papa kamu mikir, kalau kamu bisa nerima apa yang dia mau. Setelah berjalan beberapa waktu, kamu tinggal bilang kalau kamu gak cocok jalanin pernikahan sama dia. Kalian tinggal bercerai, dan pada saat yang tepat, aku akan melamar kamu," ujar Ilham yang menjelaskan tentang hal ini pada Ayra. Ayra yang tak bisa
Baca selengkapnya
Bimbang
Di sela memikirkan perasaannya terhadap Clara, Morgan tiba-tiba saja memikirkan Ayra. Perasaannya tidak enak, tetapi ia tidak tahu apa yang terjadi dengan Ayra. "Dia cuma murid baru. Saya juga belum terlalu kenal sama dia, tapi kenapa pikiran saya dipenuhi dengan dia saat ini? Saya juga gak melakukan apa pun yang merugikan dia. kKenapa saya bisa merasa bersalah sama dia, sih?" gumam Morgan, yang merasa sangat kesal dengan dirinya sendiri. "Morgan ... kamu udah selesai mandi belum?" tanya Clara dari arah depan pintu kamar Morgan. Mrgan tersadar, dan akhirnya ia pun bangkit untuk menghampiri Clara di sana yang sudah menunggunya. Setelah Morgan sampai di sana, Clara pun tersenyum dengan sangat bahagia. Akhirnya ia bisa melakukan kebersamaan kembali dengan Morgan. Kebersamaan yang sempat hilang, kini kembali lagi. "Akhirnya kamu udah selesai mandi. Ayo kita makan! Aku udah nggak sabar mau makan bareng kamu!" Tidak ada jawaban dari Morgan. Ia hanya bisa mengikuti apa yang Clara ingi
Baca selengkapnya
Menghindar
Ilham mengusap rambut Ayra dengan lembut. "Aku bukan gak perjuangin kamu, Ayra. Aku cuma belum bisa melakukan apa-apa untuk saat ini." Ayra merasa kesal mendengarnya. "Sama aja kamu gak perjuangin aku!" bentaknya, sembari membuang pandangannya dari Ilham. "Sayang ... aku janji, kok! Aku pasti akan ngelamar kamu nanti, di saat yang tepat. Aku lagi berusaha untuk dapetin beberapa proyek, untuk kasih kamu pesta pernikahan termewah. Aku janji itu," ujar Ilham, berusaha untuk merayu Ayra. Karena dirinya yang sudah sangat mencintai Ilham, Ayra hanya bisa diam. Ilham merengkuhnya, sembuat Ayra menyandarkan kepalanya di dada Ilham. "Kamu percaya sama aku, ya?" ujar Ilham, tetapi Ayra sama sekali tidak merespon apa pun padanya. *** Setelah seharian mencari bukti dan saksi, baik Morgan ataupun Ayra, mereka sama sekali tidak mendapatkannya. Hari ini adalah penentuan bagi mereka, tentang permasalahan mereka dengan kedua orang tua Ayra. Karena Morgan tidak bisa mendapatkan bukti apa pun, i
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status