Home / Romansa / Pernikahan Turun Ranjang / 4. Jaminan Harta KDRT

Share

4. Jaminan Harta KDRT

Author: Mami Mochi
last update Last Updated: 2024-12-03 13:19:33

Apa yang diharapkan dengan sebuah pernikahan terpaksa?

Keharmonisan?

Atau justru kehancuran?

Itulah yang saat ini ada di pikiran Saras. Kemana muara dari pernikahan yang ia dan suaminya jalani? Benarkan menuju sebuah kebahagiaan atau kesengsaraan?

Baru beberapa jam menikah saja Saras mendapat sebuah tamparan, tak akan pernah Saras sangka jika Mas Rehan dengan begitu mudahnya main tangan. Saras jadi menduga-duga jika Mbak Laras meninggal karena tertekan hidup bersama Mas Rehan.

Mengingat profesi Mas Rehan sebagai dosen, sangat disayangkan dengan sikapnya yang kasar. Apa sebelum ini Mbak Laras juga merasakan diperlakukan kasar oleh Mas Rehan?

Jika benar, Saras tidak akan membiarkan keponakannya diasuh oleh bapaknya. Saras akan melindungi keponakannya dari bapaknya sendiri. Meski bingung dengan jalan pernikahannya, namun Saras akan bertahan demi keponakannya.

"Semua ini demi Jasmin, aku gak mau Jasmin diasuh sama bapaknya yang kasar. Kalau bisa, aku akan cari bukti buat gugat cerai Mas Rehan dan ambil hak asuh Jasmin." Tekad Saras menatap pantulan dirinya di cermin.

Selepas tamparan yang semalam Saras terima, sesaat itu pula ia tak melihat keberadaan suaminya. Hingga pagi tiba pun, Mas Rehan tak nampak. Saras tak ambil pusing, syukur-syukur jika suami kasarnya itu pergi dari rumah orang tuanya.

Tok tok!

"Saras!"

Suara ibunya memanggil. Bergegas Saras membuka pintu.

"Iya, Ma."

"Kok belum turun? Mas Rehan sudah menunggu kamu dibawah." Ujar Mama membuat Saras terheran.

"Mas Rehan dibawah?" Tanya Saras memastikan.

Mama mengangguk, "Sudah sejak tadi Mas Rehan nunggu kamu buat sarapan bersama. Tapi kamunya gak keluar-keluar."

Saras hanya diam.

"Kenapa? Capek banget ya?" Tanya Mama dengan nada menggoda.

"Atau Mama suruh Mas Rehan buat nemenin kamu makan dikamar aja? Lagi pula, wajar pengantin baru pengennya berduaan. Supaya bisa mengenal lebih jauh."

Saras panas kuping mendengarnya, "Siapa yang mau berduaan sih, Ma?!"

Ekspresi kesal tercetak jelas di wajah Saras, "Pernikahan terpaksa."

"Hust! Saras! Tidak boleh seperti itu."

"Saras bicara fakta kok, Ma."

"Hargai Mas Rehan, sekarang Mas Rehan sudah menjadi suami mu."

Ingin sekali Saras mengatakan jika semalam dirinya mendapat tamparan dari Mas Rehan. Bahkan, Papa dan Mamanya sendiri tidak pernah memukulnya. Tapi, kali ini malah orang lain yang melakukan kekerasan. Muak sekali rasanya dengan topeng manis yang di pakai Mas Rehan.

"Ya sudah, sekarang kamu turun. Kita makan bersama." Titah Mama meninggalkan Saras yang masih berdiri di depan pintu kamar.

"Sabar Saras, sabar. Kamu harus cari bukti buat gugat cerai Mas Rehan."

"Buktiin, kalo Mas Rehan itu aslinya laki-laki kasar bukan laki-laki yang baik."

Saras mengelus dada, menenangkan perasaannya yang muak. Kemudian menutup pintu kamar dan ikut sarapan bersama keluarganya. Pagi ini, perasaan Saras sangat kesal dengan Mas Rehan.

***

Selesai dengan sarapan, Saras berniat kembali ke kamarnya. Mama dan Papa sudah berada di ruang tamu, bermain dengan Jasmin bersama Mama dan Papa Mas Rehan. Sebelum ini, memang Jasmin tinggal bersama keluarga Mas Rehan. Saat acara akad kemarin pun, Jasmin belum dibawa kemari.

Baru satu langkah, kakinya beranjak dari kursi suara Mas Rehan menyapa gendang telinganya.

"Mau kemana?" Tanya Mas Rehan.

"Ke depan, ketemu Jasmin." Jawab Saras singkat.

"Saya mau bicara." Kata Mas Rehan lagi.

"Soal apa?"

"Kita."

Saras mengerutkan alis, "Kita? Memangnya apa yang mau dibahas? Tamparan kemarin?"

"Saya minta maaf, sungguh saya kelepasan."

"Aku kira Mas Rehan itu sosok laki-laki yang baik, ternyata cuma luarnya aja. Aslinya Mas Rehan itu kasar." Saras kembali mengingat perlakuan kasar suaminya.

Mas Rehan bangkit dari kursinya, berniat menghampiri Saras, "Mas Rehan gak usah mendekat! Disitu aja!"

Melihat Saras yang tampak ketakutan, Rehan tersadar. Apa yang ia lakukan kemarin benar-benar keterlaluan. Menimbulkan perasaan trauma pada istrinya. Rehan menyesal.

"Saya benar-benar minta maaf, jika kamu belum memaafkan, saya tidak masalah. Saya akan berusaha lebih baik lagi memperlakukan kamu." Mas Rehan berkata dengan bersungguh-sungguh.

Saras tidak menampik jika ia melihat tatapan serius dari suaminya. Namun, karena pikirannya sudah Saras tanamkan bahwa Mas Rehan bukan pria yang baik, ia menolak. Sebelum Saras membuktikan keyakinannya bahwa Mas Rehan melakukan kekerasan pada Mbak Laras, Saras tidak semudah itu percaya pada Mas Rehan. Apalagi, kata Mbak Ema saat acara akad Mbak Laras, kakak kandungnya itu berniat melarikan diri.

"Terserah Mas Rehan." Saras melanjutkan langkahnya untuk pergi, namun lagi-lagi suara Mas Rehan menghentikannya.

"Setelah ini, saya akan kembali ke rumah saya. Saya harap kamu bersedia untuk ikut."

"Ada jaminan aku gak dapet tamparan lagi?" Sindir Saras.

"Karena tamparan Mas Rehan, pipiku jadi merah! Perih! Sakit! Padahal setiap harinya aku jaga, eh malah di gampar sama orang lain." Kali ini Saras mengomel.

Sebab, bekas tamparan dari Mas Rehan membuat pipinya kebas semalaman. Untuk menyentuhnya saja, Saras harus super duper extra pelan.

"Selain sakit hati, aku juga sakit fisik Mas!"

Mendengar hal tersebut, Mas Rehan berkata, "Saya akan membiayai treatment wajah kamu, lalu sertifikat rumah dan setengah saham perusahaan. Apa cukup? Untuk kebutuhan bulanan, saya akan transfer setiap bulannya."

Saras melotot mendengarnya, gila saja! Mas Rehan akan memberikan secuil harta kekayaan padanya? Tanpa susah payah bekerja pun Saras sudah pasti kaya.

"Sertifikat rumah dan saham itu akan menjadi milik mu jika saya melakukan kekerasan lagi. Saya akan mempersiapkan perjanjian diatas hitam dan putih supaya kamu percaya, bahwa saya benar-benar menyesal."

Dirasa tawaran Mas Rehan membuat Saras bersemangat, Saras akan mengiyakan saja. Toh, Mas Rehan sepertinya mudah terpancing amarah. Maka, Saras akan memanfaatkan kelemahan Mas Rehan yang satu ini untuk mendapatkan harta suaminya.

Di jaman sekarang, siapa yang menolak dikasih harta kekayaan secara cuma-cuma?!

Kalau pun Mas Rehan tidak melakukan kekerasan lagi, maka Saras akan membuat semua itu menjadi kenyataan lagi. Tidak ada ruginya untuk Saras. Justru Saras semakin termotivasi membuat Mas Rehan marah padanya sekaligus mencari tau kehidupan rumah tangga Mbak Laras bersama Mas Rehan dulu.

Saras berbalik pada suaminya, "Setuju. Dan sebaiknya Mas Rehan segera siapkan perjanjian hitam diatas putih. Aku gak mau, kalau Mas Rehan sampai mengingkari janji."

Mas Rehan mengangguk, "Tentu, kamu bisa memegang ucapan saya."

"Oke, aku tunggu." Mengendikkan bahu acuh, Saras meninggalkan suaminya di meja makan.

"Besok pagi, saya ada urusan di luar kota. Segera kemasi barang yang akan kamu bawa." Ucap Mas Rehan sebelum Saras benar-benar meninggalkannya.

"Baiklah."

Mas Rehan menatap kepergian istrinya dengan mata yang tenang, kemudian berkata, "Tanpa perjanjian hitam diatas putih pun, akan saya berikan semua yang kamu minta Saras. Apapun itu."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Turun Ranjang   12. Mas Rehan mencintai Saras

    Saras terisak di atas ranjangnya. Kepalanya ia tenggelamkan dalam bantal agar suaranya teredam. Meski Saras sudah setuju untuk bercerai dari Mas Rehan, namun mengapa hatinya terasa sakit. Seolah, Saras tidak ingin berpisah dari Mas Rehan. Padahal Saras baru tinggal bersama, Saras pun merasa belum begitu mengenal Mas Rehan. Tapi kenapa, rasanya sesakit ini? Saras mengangkat wajahnya yang berantakan. Matanya memerah berlinang air mata, nyaris bengkak. Ia menoleh pada ponsel yang bergetar di sampingnya. [Mama] Ternyata Mamanya yang menelepon, tentu Saras mengabaikan panggilan dari orang tuanya. Keadaannya setelah terlibat pertengkaran tadi belum membaik. Saras masih perlu waktu. Tok Tok Tok Suara ketukan terdengar, Saras menoleh sekilas. Tak berniat membukanya. "Saras." Suara itu, "Mas Rehan?" Gumam Saras dari tempat tidurnya. "Saras, buka pintunya. Kita harus bicara." Ucap Mas Rehan dari balik pintu. "Tolong Saras, ada hal yang harus kita selesaikan. Tanyaka

  • Pernikahan Turun Ranjang   11. Bercerai

    "Bi Minah pulang saja. Sudah sore, kasihan suami Bi Minah pasti menunggu dirumah." Ucap Saras setelah melihat jam dinding menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Raut gelisah Bi Minah membuat Saras tidak tega jika harus menahan Bi Minah hingga malam. Apalagi, Mas Rehan belum ada tanda-tanda kedatangannya. Ingin menghubungi Mas Rehan, tapi Saras sadar jika ia tidak memiliki nomor suaminya. Menghela napas panjang, sebenarnya mereka menikah atau bagaimana sih? Sepasang suami istri tapi tidak memiliki nomor satu sama lain. "Jangan Bu Saras. Bi Minah menunggu Pak Rehan pulang saja. Tadi Bi Minah sudah janji sama Pak Rehan." Balas Bi Minah. Keduanya kini berada di dapur. Saras yang akan menyantap sop ayam buatan Bi Minah meletakkan kembali sendoknya ke dalam mangkok. Menatap Bi Minah yang menemaninya dengan gelisah. "Saras sudah lebih baik kok Bi. Jadi, Bi Minah tidak perlu khawatir. Nanti Saras akan bilang ke Mas Rehan kalau Saras yang suruh Bi Minah pulang." Ucap Sara

  • Pernikahan Turun Ranjang   10. Pernikahan yang Hambar

    "Jasmine adalah anak saya." Itu adalah kalimat Mas Rehan setelah beberapa saat terdiam. Menjawab dengan tatapan yang tidak bisa Saras artikan. Raut ekspresinya tenang, seolah tidak ada masalah dengan pertanyaan Saras. Padahal, pria itu sempat mematung mendengarnya. "Mas Rehan jangan bohong." Ucap Saras. "Sepertinya pingsan membuat isi kepalamu terbentur, hingga melupakan sebagian memori sebelum ini." Kata Mas Rehan menarik napas panjang. "Satu tahun lalu, saya menikah dengan kakak kamu. Kami memiliki anak, dan anak itu adalah Jasmine. Tambahan lagi, setelah kematian kakak mu, saya menikah dengan kamu. Otomatis sekarang kamu adalah istri saya." "Saras inget kok Mas, kalo Saras sudah menikah dengan Mas Rehan." "Baguslah, saya takut memori kamu tentang pernikahan kita hilang." Suara kursi berdecit, Mas Rehan bangkit dari duduknya. "Infusnya sudah mulai habis, saya panggilkan suster jaga." "Mas Rehan!" Belum sempat Mas Rehan melangkah keluar, Saras memanggilnya. Me

  • Pernikahan Turun Ranjang   9. Pertanyaan Saras

    "Bi Minah, apa Mas Rehan sudah pulang?" Tanya Saras pada Bi Minah yang sedang membereskan peralatan dapur. Saras baru tiba dirumah saat sore menjelang. Setelah Saras mendesak Mamanya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Saras masih tidak habis pikir dengan pemikiran Papanya yang sangat egois. "Belum Bu Saras. Mungkin sebentar lagi." Jawab Bu Minah. "Oh iya Bu Saras. Semua pekerjaan sudah selesai, saya pamit pulang." Kata Bi Minah lagi. Saras mengangguk, "Iya Bi, terima kasih ya." "Sama-sama Bu Saras." "Bi Minah!" Baru saja berbalik, Saras kembali memanggil Bi Minah. Bi Minah mengurungkan niatnya, "Iya Bu?" Dengan senyum manis, Saras berkata, "Hati-hati di jalan ya, Bi." Bi Minah tertawa kecil, "Saya pikir kenapa. Iya Bu Saras, siap." Selepas kepergian Bi Minah, Saras menuju kamar Jasmine. Mas Rehan memang melarang pintu kamar Baby Jasmine di tutup rapat. Hal itu memudahkan Saras mengintip dari luar. Ternyata Jasmine baru selesai mandi. "Halo J

  • Pernikahan Turun Ranjang   8. Ayah Kandung Jasmine

    "Mama!" "Mama dimana?!" "Mama!" Saras menerobos masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan Mama dan Papanya. Suasana dirumah sangat sepi, entah kemana Mamanya. Merasa Mamanya berada di kebun belakang, Saras bergegas menuju belakang rumah. Napasnya tersengal dengan tatapan berkeliaran mencari Mama. Melihat Mamanya tengah memindahkan bunga dari pot kecil ke tanah. Mengusap peluh yang turun dari pelipisnya. Tak kuasa Saras memanggil Mamanya. "Mama!" Teriak Saras membuat sang Mama menghentikan pekerjaannya. Mama terbelalak melihat keberadaan putrinya, "Saras? Kamu datang bersama siapa?" "Saras mau bicara sama Mama." Mendengar nada Saras yang tidak biasanya, Mama bergegas menyusul Saras yang masuk ke rumah. Ditinggalkannya peralatan berkebun begitu saja. "Saras, ada a--" "Jawab pertanyaan Saras dengan jujur." Saras memotong kalimat Mama. "Saras..." "Mama,..." Saras menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. "Mama cukup jawab iya atau tidak." Tambah S

  • Pernikahan Turun Ranjang   7. Jasmine Bukan Anak Pak Bagas?

    "Bu Saras," Suara Bi Minah memanggil Saras yang tengah asyik bersantai di halaman belakang bersama Jasmine. Bayi mungil itu nampak anteng dalam gendongan Saras, sesekali senyum manis terpatri di wajahnya. "Nyonya ada di ruang tamu, Bu." "Tante Erna disini?" tanya Saras pada dirinya sendiri. Bi Minah yang mendengar pertanyaan lirih itu menjawab, "Iya Bu Saras, nyariin Bu Saras." Saras mengangguk, memberikan Jasmine pada pengasuhnya. "Titip Jasmine ya, Sus." "Aman Bu Saras." Kemudian, Saras bersama Bi Minah berjalan menuju ruang tamu. Jantungnya berdebar kencang, dari yang Saras ketahui, Tante Erna menentang pernikahan turun ranjang ini. Bahkan, kemarin saat akad pun Tante Erna tidak datang. Pak Bagas hanya ditemani oleh Om Ardi saja. "Tolong bawakan camilan ya, Bi. Berikan jamuan terbaik untuk Mamanya Pak Bagas." kata Saras. "Baik Bu." Dengan langkah tegas, Saras berjalan sendirian menemui Tante Erna. Siluet perempuan paruh baya itu nampak dari kejauhan. Tengah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status