Share

Dicuekin

Author: YuRa
last update Last Updated: 2022-05-03 21:47:30

Pagi hari Viona menghangatkan makanan yang ia beli kemarin untuk sarapan pagi ini. Sepertinya makanan itu tidak tersentuh. Tadi malam ia tidak sempat makan, ketiduran menunggu Damar pulang. Teringat tadi malam, Viona senyum-senyum sendiri. Ia berharap yang tadi malam itu berlanjut, ternyata tamunya nggak pulang-pulang.

"Sarapan, Mas," kata Viona ketika melihat suaminya sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

Damar pun duduk di kursi makan.

"Maaf, ini makanan tadi malam yang aku hangatkan lagi. Sayang kalau nggak dimakan. Atau Mas ingin sarapan yang lain?" tanya Viona.

"Nggak usah, ini saja." Damar pun sarapan apa yang disediakan Viona. Mereka berdua menikmati sarapan. Selesai sarapan, Viona membereskan meja makan. 

Mereka pun bersiap untuk berangkat.

"Kamu nggak mau ganti motor? Yang terbaru," kata Damar.

"Nggak usah, Mas. Ini juga masih bisa dipakai kok."

"Atau mau beli mobil?" tanya Damar.

Viona menggelengkan kepala.

"Kenapa?" Damar heran, ada perempuan yang tidak mau dibelikan mobil.

"Gaji nggak seberapa mau naik mobil terus. Berat diBBM Mas. Lagipula yang darimana untuk membelinya," sahut Viona sambil nyengir.

"Kan ada aku, suamimu. Nanti aku yang membelikannya. Apa uang bulanannya perlu ditambahi?" tanya Damar.

"Nggak usah, ini sudah cukup. Aku berangkat duluan ya, Mas," pamit Viona sambil memakai helm.

"Vio, buka dulu helmnya," pinta Damar.

Viona pun membuka helm yang dipakainya.

Damar mendekati Viona dan mencium bibir Viona. Viona tersipu, kemudian mengambil tisu di tasnya dan membersihkan lipstik yang nempel di bibir Damar. 

"Terima kasih," kata Damar sambil mencium pipi Viona. 

***

"Mas kayaknya aku kemarin lihat mobil Mas di rumah makan Pondok Hijau," kata Viona ketika mereka sedang duduk di ruang keluarga.

Damar tampak gugup, jantungnya berdetak dengan kencang. Ia sangat gugup.

"Masa sih? Mungkin sama mobilnya saja. Mobil kayak punyaku itu kan banyak yang punya," kilah Damar. 

"Mungkin juga ya? Lagipula nggak mungkin Mas makan sore disana, kan sudah mau pulang." 

"Salah lihat kamu tuh," kata Damar dengan senyum yang dipaksakan. Dari tadi Viona mengamati ekspresi wajah Damar yang tampak berubah.

"Lihat saja, Mas. Aku pasti akan mendapatkan bukti lain kalau kamu bermain hati," kata Viona dalam hati. 

Damar asyik dengan ponselnya, Viona merasa kesal karena dicuekin. Ia pun sibuk mengutak-atik ponselnya juga.

"Ih jadi pelakor kok bangga," kata Viona sambil menatap ponselnya. Ia sedang melihat video pelakor yang melabrak istri sah.

"Ada apa?" tanya Damar.

"Ini lho Mas, ada pelakor yang melabrak istri sah selingkuhannya. Kalau menurutku, yang salah bukan cuma pelakor saja. Tapi si suami itu yang nggak kuat iman, sampai tergoda perempuan lain. Dengan dalih istrinya nggak pandai merawat diri. Selalu mencari pembenaran atas apa yang dilakukannya." Viona tampak kesal.

"Kok kamu jadi yang emosi?" tanya Damar.

"Gemes banget lihat orang yang berselingkuh. Dengan dalih apapun, berselingkuh itu tidak bisa dibenarkan. Kalau memang sudah tidak suka, kembalikan sang istri pada orang tuanya. Kalau menurut Mas gimana?" tanya Viona.

"No komen."

"Ih, ditanyain kok no komen. Kalau misalnya Mas di posisi laki-laki itu gimana?" cecar Viona.

"Aku nggak mau berandai-andai."

Viona cemberut.

"Aku kan cuma nanya saja, Mas."

"Oh, kamu menuduh aku yang berselingkuh? Begitu?" Damar tampak kesal.

"Enggak. Aku cuma bilang seandainya saja."

"Tapi aku nggak suka kamu ngomong seperti itu. Seolah-olah kamu menuduhku." Sekarang malah Damar yang emosi.

"Nggak suka ya sudah. Aku kan nyinggung siapa-siapa. Ngapain marah-marah. Baperan amat sih." Tentu saja Viona berbohong, karena tujuannya berbicara seperti itu memang untuk menyindir Damar.

Viona pun beranjak dari duduknya.

"Mau ke mana?" tanya Damar.

"Ke kamar."

"Ngapain?" tanya Damar lagi.

"Tidur."

"Nggak disini saja, temenin aku," pinta Damar.

"Malas. Dari tadi dicuekin, sibuk dengan ponselnya. Mending aku tidur." Viona pun melangkahkan kaki menuju ke kamarnya. 

Damar hanya terdiam.

"Enakan rebahan kayak gini, dari pada dicuekin," gumam Viona. 

Tok…tok…

"Ih, ngapain sih Mas Damar. Gangguin saja," gerutu Viona.

Tok…tok.

"Aku tahu kalau kamu nggak tidur. Buka pintunya." Terdengar suara Damar di depan pintu.

Viona pun dengan malas membuka pintu kamarnya.

"Ada apa Mas?" tanya Viona.

"Kamu marah sama aku?" tanya Damar.

"Enggak."

"Terus kenapa kamu masuk ke kamar, padahal aku hanya duduk sendirian."

"Lho, Mas kan nggak butuh aku. Ngapain aku duduk disitu."

"Kamu mulai lagi ya?" cecar Damar.

"Mulai apa?" Viona mengernyitkan dahi.

"Mulai mengajak berdebat."

"Aku nggak ngajak berdebat kok. Mas, aku tadi duduk disana menemani Mas. Tapi apa yang Mas lakukan? Sibuk dengan ponsel, menganggapku tidak ada. Aku membahas tentang pelakor itu hanya untuk menarik perhatian Mas. Eh, malah Mas marah-marah nggak jelas."

Damar tampak termangu, Viona pun hendak menutup pintu kamarnya. Tapi dicegah oleh Damar. Damar menarik tangan Viona, masuk ke kamar Viona. Mereka berdua duduk ditepi tempat tidur.

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Damar.

"Apa juga yang Mas inginkan?" balas Viona.

"Kamu ini ditanya malah sibuk nanya balik."

"Kalau apa maunya aku, belum tentu Mas akan mengabulkannya. Makanya mending aku yang nanya, maunya Mas apa?" Viona menjawab lagi.

Damar hanya diam.

"Mas kalau kita membahas pernikahan kita, selalu mentok. Nggak selesai-selesai, karena ego Mas masih tinggi."

"Kok aku?" tanya Damar.

"Iya, alasan Mas selalu belajar saling mengenal dulu. Tapi Mas sendiri yang suka menjauh dariku. Jujur saja Mas, aku bosan dengan pernikahan ini. Apa sebaiknya kita saling menjauh dulu, saling introspeksi. Siapa tahu dengan menjauh, kamu akan menyadari kalau Mas itu menginginkan aku atau tidak. Mau melanjutkan pernikahan ini atau enggak."

"Apa maksudmu?"

"Aku keluar dari rumah ini, mencari kost. Sampai Mas memutuskan, akan seperti apa rumah tangga kita ini."

Damar hendak berbicara, tapi langsung didahului oleh Viona.

"Jangan bilang, Mas nggak mencintaiku. Bulshit dengan yang namanya cinta. Mas mencintai Marcia, tapi malah ia memilih orang lain. Sama denganku juga. Aku mencintai David, tapi malah ia menghamili sahabatku sendiri." Viona menghela nafasnya, kemudian melanjutkan untuk berbicara lagi.

"Aku nggak tahu, apakah aku memiliki rasa untuk Mas. Tapi, aku tetap menganggap Mas sebagai suamiku. Menjalankan tugasku sebagai istri yang baik, walaupun Mas tidak pernah menganggap itu."

Damar hanya diam mendengarkan kata-kata Viona. 

"Silahkan Mas keluar dari kamarku, aku mau istirahat. Menenangkan hati dan pikiranku." Viona berkata dengan sesak di dadanya, menahan tangisan. Ia tidak mau menangis di depan Damar.

"Tidurlah, aku akan menemanimu. Sampai kamu tertidur," kata Damar dengan lembut.

Viona pun membaringkan tubuhnya di tempat tidur, Damar berbaring disebelah Viona. Ia tidur dengan telentang.

"Sini, aku peluk," kata Damar.

Viona pun menggeser tubuhnya dan akhirnya memeluk Damar. Ia tampak meneteskan air mata, Damar dapat merasakan lengannya basah oleh air mata. Tak berapa lama, Viona pun tertidur pulas. Damar tetap membiarkan Viona tidur dipelukannya. Sambil mengusap rambut Viona dan mencium kepala Viona.

"Maafkan aku," bisik Damar. Akhirnya mereka berdua pun tidur.

Damar menjadi bingung dengan situasi seperti ini. Sebenarnya ia sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Viona. Tapi hati kecilnya seperti mengingkarinya. Lagipula kalau Viona keluar di rumah ini akan sangat berbahaya, karena sewaktu-waktu orang tuanya datang kesini, tapi Viona nggak ada. Apa yang akan orang tua Damar dan orang tua Viona lakukan? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Yang Tak Sempurna Ā Ā Ā Ending

    "Eh malah asyik pacaran disini, sampai-sampai lupa sama anaknya sendiri." Mama Laras berkata sambil tersenyum menggoda Damar dan Viona."Mama?" Viona tersipu malu."Apa sih yang kalian bicarakan? Masa depan?" tanya Adel dengan penasaran."Nggak ada apa-apa kok, Mbak. Hanya membuatkan kopi lagi untuk Mas Damar. Soalnya kopi yang aku buat tadi sudah dingin karena Mas Damar ketiduran." Viona menjelaskan. Damar hanya tersenyum."Ayo kita kesana saja, nggak enak ngobrol di dapur," ajak Viona. Mereka pun menuju ke ruang keluarga."Mumpung ada kalian berdua disini. Apakah ada kemungkinan kalian untuk rujuk? Ingat lho, ada Arka yang membutuhkan kalian berdua." Mama Laras mulai berbicara."Sepertinya memang kita yang harus bergerak, Ma. Kalau menunggu mereka berdua, kelamaan. Terus terang kami sangat menginginkan rujuknya kalian berdua. Apalagi ada pengikat di antara kalian yaitu Arka." Tanpa basa basi, Adel langsung bertanya pada Viona. Viona menjadi salah tingkah. "Ini kesempatanku untuk m

  • Pernikahan Yang Tak Sempurna Ā Ā Ā Anak Ayah

    "Arka, Arka," gumam Viona. Damar bingung harus berbuat apa."Arka, Arka." Viona mengigau lagi. Damar memegang dahi Viona, ternyata Viona demam.Damar mencari-cari tas Viona. Biasanya Viona selalu membawa obat-obatan di tasnya. Tas Viona ada di bawah tempat tidur Arka. Dengan perlahan ia membuka tas tersebut. Ternyata benar, di dalam tas Viona ada beberapa obat, seperti Paracetamol juga asam mefenamat.Setelah mengambil Paracetamol dan air mineral, Damar pun mengambil mendekati Viona lagi. "Viona," panggil Damar dengan pelan. Perlahan Viona membuka matanya."Mas, jangan ambil Arka dariku. Aku janji akan merawat dia dengan baik." Tiba-tiba Viona langsung berkata seperti itu sambil menangis. Damar hanya bisa bengong mendengar ucapan Viona.*Aku mohon, Mas." Tangis Viona semakin menjadi-jadi."Vio, tidak ada yang mau mengambil Arka darimu. Aku juga tidak, aku percaya kalau kamu merawat Arka dengan baik." Damar berusaha meyakinkan Viona."Tapi tadi Mas memaksaku menyerahkan Arka." Viona m

  • Pernikahan Yang Tak Sempurna Ā Ā Ā Maafkan Aku

    "Arka kenapa?" Viona mengelus-elus kepala Arka. Arka masih saja menangis."Arka kenapa, Nak? Bilang sama Bunda, apa yang Arka inginkan?" Suara Viona bergetar, menahan sesak di dada. Sebenarnya ia ingin menangis, tapi tetap berusaha untuk tidak menangis. Jangan sampai menangis di depan Arka."Tangan sakit." Suara Arka sangat lemah. Viona melihat ke tangan Arka, tampak agak membengkak. Viona sangat kaget, kemudian ia melihat ke arah botol infus dan mengamatinya. Ternyata infusnya tidak menetes, Viona menjadi semakin ketakutan. Ia segera memencet bel.Tak lama kemudian masuklah seorang perawat."Ada yang bisa dibantu, Bu?" Perawat itu bertanya dengan sopan."Infusnya kok nggak menetes ya?" tanya Viona. Perawat itu segera memeriksa botol infus dan saluran infus yang menempel ke tangan Arka."Apa adik ini banyak bergerak, Bu?""Enggak, tadi habis saya gendong ke kamar mandi karena mau buang air kecil."Perawat itu tersenyum."Lihatlah tangan adik ini, mungkin tadi waktu bergerak jarumnya

  • Pernikahan Yang Tak Sempurna Ā Ā Ā Sakit

    "Arka sangat dekat dengan ayahnya, apa nggak sebaiknya kalian rujuk saja. Kalau misalnya Damar mengajakmu rujuk, apa kamu mau?" Deg! Jantung Viona berdebar-debar. Pipinya merona tersipu malu."Nggak tahu, Mbak. Lagipula nggak mungkin Mas Damar mengajakku rujuk. Dia kan sudah mau menikah?" sahut Viona, ia pun menyibukkan diri dengan kegiatan menggoreng nugget tadi. Malu kalau sampai ketahuan ia merona.Viona memang masih mencintai Damar, walaupun ia tahu kalau Damar tidak mencintainya. Susah untuk menghilangkan rasa itu, tapi untuk berharap kembali bersama, sepertinya jauh panggang dari api."Siapa bilang? Hubungan Damar dan Jihan sudah selesai.""Bukankah mereka sudah tunangan?" tanya Viona untuk meyakinkan berita itu."Iya, tapi nyatanya nggak bisa dilanjutkan lagi.""Kasihan Mas Damar, pasti sangat kecewa berpisah dengan orang yang dicintainya." Ada rasa perih di hati ketika mengucapkan itu."Kamu tahu, mereka putus gara-gara kamu." Ucapan Adel tak khayal membuat Viona tampak sanga

  • Pernikahan Yang Tak Sempurna Ā Ā Ā Turunkan Egomu

    Semua menjadi panik karena tidak menemukan sosok Arka. Mereka tadi asyik membahas tentang ide rujuknya Damar dan Viona. Damar beranjak dari duduknya dan berjalan ke depan, takutnya Arka keluar. Mama Laras mencari ke dapur, siapa tahu Arkq sedang bermain bersama Lina. Tapi ternyata Lina tidak ada. Mama Laras pun menuju ke ruang keluarga, tempat mereka berkumpul dan bermain bersama Arka tadi."Ketemu nggak?" tanya Damar dengan panik. Tentu saja ia sangat panik melihat Arka menghilang dari pandangan mereka berempat.Semua menggelengkan kepalanya masing-masing. "Papa, bagaimana ini? Aku nggak tahu harus ngomong apa sama Viona." Damar sangat kebingungan. "Tenang, pasti Arka ketemu." Pak Yuda berusaha menenangkan Damar."Lina, kamu melihat Arka?" tanya Damar ketika melihat Lina berjalan menuju ke arah mereka"Arka? Ada kok." Lina menjawab dengan tenang tampak santai."Dimana?" tanya Damar, wajahnya langsung ceria."Saya bawa ke kamar Mas Damar. Arka sedang tidur.""Kok bisa?" Damar masih

  • Pernikahan Yang Tak Sempurna Ā Ā Ā Nggak Rela

    "Ayah!" Terdengar teriakan bahagia dari seorang anak kecil yang bernama Arka. Tampak Viona berdiri di samping Arka. Arka langsung memeluk ayahnya, kemudian menarik tangan ayahnya untuk masuk ke dalam.Damar tampak ragu, ia pun melirik ke arah Viona. Viona mengangguk kecil, menandakan kalau ia menyetujui tindakan Arka. Damar dan Arka masuk ke dalam, disusul Viona yang selesai menutup pintu. Dari saat mengetuk pintu tadi sampai sekarang, jantung Damar masih berdetak dengan kencang, ia tampak canggung berhadapan dengan Viona. "Maafkan aku, Mas. Seharusnya aku tidak merepotkan Mas pagi-pagi seperti ini," kata Viona dengan pelan ketika mereka bertiga duduk di sofa."Nggak apa-apa. Aku akan selalu melakukan apapun permintaan Arka. Ini aku bawakan sarapan untukmu." Damar menyerahkan bungkusan yang tadi ia bawa. Ia masih berusaha untuk menetralisir suasana hatinya. Entah kenapa, melihat Viona hari ini membuat Damar merasa sangat bahagia. Mungkin karena ia diizinkan mengajak Arka jalan-jalan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status