Mata Madeline menjadi redup tanpa semangat. Ia bisa melihat dengan jelas cincin yang dipakai Meredith dan itu adalah cincin yang ia desain!“Madeline, kau memang berbakat. Cincin ini terlihat cantik. Aku menyukainya, tapi yang terpenting, Jeremy yang memasukkannya ke jari manisku.”Meredith memamerkan cincinnya, rasa bangga dengan jelas tergambar di wajahnya.Madeline menekuk jari-jarinya dan memegang telepon yang telah merekam semua pembicaraan mereka dalam bentuk video. Ia tersenyum saat mengertakkan gigi-giginya.“Meredith, apakah kau baru saja mengakui kalau kau memanipulasi fakta sehingga aku dituduh melakukan plagiarisme meskipun akulah kreator aslinya?”Meredith mencibir. “Terus kenapa? Siapa juga yang akan mempercayaimu? Siapa kamu sok-sokan mau melawanku?”“Kurasa itu cukup.” Madeline menarik sudut-sudut bibirnya dan berbalik setelah berkata demikian.Saat Meredith melihat Madeline bersikap aneh, dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Saat dia akhirnya menyadari apa
Jelas sudah, Jeremy sama sekali tidak menyangka Madeline punya keberanian untuk berbicara dengannya seperti ini.Awalnya dia ingin memberi Madeline sebuah pelajaran, namun tiba-tiba, ekspresi di matanya berubah. Nada bicaranya tidak sedingin biasanya. “Apa maksudmu dengan hidup tidak lama lagi?”Madeline tidak menyangka Jeremy memberi perhatian tentang hal ini. Tidakkah seharusnya dia meneriakinya dan memperingatkannya untuk tidak mengganggu Meredith?Ia tidak bisa menebak apa yang Jeremy pikirkan. Namun, ia tidak mau memberitahunya tentang tumor di tubuhnya.“Tidak ada apa-apa. Kau tidak harus merasa peduli dengan apa yang perempuan seperti aku ucapkan, Mr. Whitman.” Setelah Madeline selesai mengatakan itu, ia mendorong Jeremy menjauh. Mungkin itu efek psikologis, namun titik di tubuhnya dimana tumornya berada mulai terasa sakit.Akan tetapi, Jeremy tidak menyerah begitu saja. “Madeline, kau sangat keras kepala. Apa kau mencoba menampilkan aksi menyedihkan agar aku kasihan padamu?”Ma
Kalau benar dia, identitas apa yang dia pakai saat membantunya melunasi utangnya? Suaminya?Akan tetapi, harapan Madeline seketika musnah. Pria itu menyebutkan namanya—Daniel.Madeline segera menelepon Daniel. Setelah beberapa saat, pria itu datang.Saat Madeline menanyakan hal itu padanya, Daniel menghela nafas lega. “Aku pikir sesuatu yang buruk telah terjadi padamu, Maddie. Ternyata kau cuma mau menanyakan soal pelunasan utang. Itu bukan apa-apa. Tidak perlu dimasukkan ke hati.”“Tidak bisa begitu.” Madeline menatap Daniel dengan serius. “Dan, aku tak tahu kapan aku bisa membayarmu kembali. Terima kasih banyak.”“Tidak perlu buru-buru. Aku tidak membutuhkan uangnya dalam waktu dekat.”“Aku tahu, tapi—”“Maddie, kalau kau memang mau berterima kasih padaku, kau bisa traktir aku makan. Aku datang ke sini dengan perut kosong.” Daniel menginterupsi Madeline. Pria itu menatapnya dalam-dalam dengan tatapan lembutnya . “Aku senang bisa membantu meringankan bebanmu.”Madeline bisa mencium ar
Wajah Madeline memucat. Di dalam hati pria ini, ia memang sangat kotor dan babak belur.“Jeremy, jaga mulutmu dan beri respek pada Madeline!” Daniel menarik Madeline ke belakangnya dan atmosfer di antara mereka seketika menjadi ajang permusuhan yang sama.Jeremy terkekeh pelan. “Respek? Kau berduaan dengan seorang wanita yang sudah menikah di depan umum dan kau masih mencoba menceramahiku soal respek?Dia mengeluarkan kata-kata tajam, menunjukkan kalau dia bahkan tidak peduli pada perasaan Madeline.“Memangnya kapan kau memperlakukan Madeline selayaknya istrimu? Lagi pula, Madeline bukan lagi istrimu!” Daniel tidak takut pada pria ini. Dia sudah siap berkonfrontasi dengan Jeremy.Wajah Jeremy tertutup selapis udara dingin. Dia menatap Madeline dengan tatapan menyeramkan di matanya. “Beginikah caramu menggoda laki-laki di luar rumah?”Madeline merasakan hawa dingin deras mengalir ke tulang belakangnya. Ia tidak mengerti dengan keputusasaan di mata Jeremy.Jeremy mengulurkan tangannya da
Suara bass Jeremy yang dalam masih terngiang di telinganya, dan jantung Madeline berdegup kencang. Namun, ia tidak akan punya ekspektasi naif seperti yang ia punyai dulu.Sekarang, cintanya buat Jeremy telah dikalahkan oleh rasa bencinya.Madeline tidak menyangka kalau Old Master Whitman tidak mempermasalahkan dirinya yang dipenjara selama tiga tahun. Sebaliknya, beliau menyuruh Madeline untuk memulai lagi hidupnya dan menjalani hidup yang bahagia bersama Jeremy.Old Master Whitman adalah orang yang konservatif. Karena itu, akan bisa dimengerti kalau beliau sangat marah dan bahkan jijik dengan cucu menantunya yang sudah melakukan tindak kejahatan. Namun, saat ini, Madeline tertegun. Ia merasa bersyukur dan hatinya menghangat.Sosok Old Master Whitman juga mengingatkannya pada kakeknya yang telah wafat. Mereka berdua orang tua yang berhati mulia.Madeline ikut makan malam di Whitman Manor. Ia merasa kalau semua orang, kecuali Old Master Whitman, terang-terangan memandangnya dengan tatapa
Bocah kecil itu berbalik karena mungkin mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Wajah polosnya yang menggemaskan sekarang menghadap ke arah Madeline. Matanya yang terang dan jernih bagaikan kelereng yang berkilauan saat mengedip dan menatap Madeline.Percikan kemarahan dalam hati Madeline seperti dipadamkan dalam sekejap. Kemudian, digantikan oleh cinta dan kebaikan yang tak bisa dilukis kan dengan kata-kata.Air mata menyengat sudut-sudut matanya dan tiba-tiba ia punya keinginan yang sangat kuat untuk menangis.‘Kalau anakku masih di sini, dia akan semenggemaskan anak ini.’Lagi pula, Jeremy sangat luar biasa. Keturunannya yang mewarisi gennya sudah pasti setampan ayahnya.Madeline berjongkok dan mengusap wajah lembut dan menggemaskan anak itu. “Siapa namamu, Sayang?”Bocah kecil itu mengedip dan berkata dengan manis, “Mommy dan Daddy memanggilku Jack.”‘Mommy dan daddy’.Kata-kata itu melukai Madeline.Putrinya seharusnya juga punya mommy dan daddy-nya juga, tapi sekarang...“Mad
Haruskah ia pulang dengan pria ini?Madeline menarik sudut-sudut bibirnya menjadi seulas senyum dan menjawab dengan manis, “Oke.”Setelah memberikan jawaban, ia memutar kepalanya dan menatap Meredith. Saat ini, wajah Meredith segelap arang dan kedua bibirnya terkatup rapat-rapat. Wanita itu sangat marah hingga hampir meremukkan giginya sendiri.Akan tetapi, penampilannya yang kontraslah yang paling membuat Madeline senang. Wanita itu sudah nyaris meledak, tapi dia tidak mau merusak citranya sebagai wanita lembut dan penuh kasih.Madeline melihat Jeremy berjalan mendekati Meredith. Dia pasti akan menenangkan pelacur bermuka dua itu.Dari kejauhan, Madeline melihat Meredith menggendong anaknya saat mendekati Jeremy dengan tatapan meminta belas kasihan.“Jeremy, aku sangat takut Maddie akan menyakiti aku dan anakku lagi. Di berada dalam penjara selama tiga tahun, dan mentalnya terlihat semakin tidak stabil sekarang.” Meredith mengeluh.“Jeremy, kau tidak lupa apa yang kau janjikan padaku
Cengkeraman Jeremy sangat kuat. Dan meskipun Madeline meronta-ronta ingin membebaskan diri, ia tetap dipaksa masuk ke dalam mobil.Madeline tidak tahu kapan pria ini berhenti berpikir kalau ia akan mengotori mobilnya. Sekarang dia bahkan membolehkannya duduk di kursi depan.Langit tiba-tiba menjadi suram. Tak lama kemudian, diikuti dengan angin kencang dan hujan deras.Suasana hati Madeline mulai terdampak. Setiap kali hujan deras, ia akan ingat malam saat ia dipaksa melahirkan sebelum waktunya.Di dalam ruangan sempit, rasa takut di dalam hatinya semakin membesar. Ia tidak mau melihat lagi malam kelam itu, malam berdarah yang memisahkannya dengan putrinya.“Jeremy, kemana kau akan membawaku? Apa kau berencana membunuhku juga karena aku menolak menceraikanmu? Aku tidak akan membiarkanmu berhasil lagi.Ia tidak boleh mati. Ia belum membalaskan dendam putrinya!Jeremy sepat-cepat mengunci pintu mobil dan menginjak rem.“Madeline, apa kau sudah gila?” Pria itu mengerutkan alisnya dan mena