Share

Pertemuan Adalah Alur Takdir
Pertemuan Adalah Alur Takdir
Author: Jawaban

Bab 1

Author: Jawaban
“Nona Wiratama, Anda yakin ingin membeli pulau tak berpenghuni itu?”

“Pulau itu letaknya terpencil, tidak ada air, tidak ada listrik, bahkan jaringan pun tidak menjangkaunya. Begitu Anda pergi ke sana, itu berarti benar-benar terputus dari dunia luar.”

“Aku tahu.” Ayu Wiratama berkata lembut, pandangannya jatuh pada kertas hasil pemeriksaan kanker di tangannya. Ia menghela napas lega. “Tidak apa, aku juga tidak akan hidup lama. Kapan semua prosesnya bisa selesai?”

“Tunggu sebentar, saya cek dulu.”

Di antara suara berkas yang berdesir pelan, pikiran Ayu melayang jauh.

Tak ada yang menyangka, satu bulan lalu, ia didiagnosis kanker lambung stadium akhir.

Kanker itu bermula tujuh tahun lalu, ketika ia bekerja sambil merawat Seno Hakim yang terluka parah setelah kecelakaan mobil.

Itu masa ketika Seno sedang berada di puncak kenaikan kariernya. Demi membantu Seno menjejakkan kaki dengan kokoh di Kota Jemberang, ia minum gelas demi gelas alkohol sampai muntah.

Tidur tak sampai tiga jam, sudah harus bangun untuk bekerja.

Merawat karier, merawat Seno. Segalanya ia tanggung sendirian.

Seno terharu sampai tak mampu berkata-kata. Pada hari ia keluar dari rumah sakit, mereka langsung mendaftarkan pernikahan.

Untuk menunjukkan cintanya, foto profil Whatsapp milik Seno selalu memakai foto Ayu.

Setiap hari pulang kerja, ia membawa seikat bunga lili, bunga favorit Ayu.

Setiap kali kembali dari dinas luar kota, hadiah untuk Ayu sampai membuat koper tak muat menampungnya.

Setelah melahirkan anak mereka, hubungan mereka semakin kuat.

Hingga suatu hari, adiknya, Teresa Wiratama, tiba-tiba ditemukan kembali dan dibawa pulang.

Sejak itu, Ayu menyadari bahwa suami yang ia cintai dan anak yang ia banggakan perlahan mulai lebih memihak kepada Terasa.

Yang paling menyedihkan, pada hari Ayu mengetahui dirinya mengidap kanker stadium akhir, Terasa lebih dulu mengeluarkan surat keterangan kanker miliknya.

Melihat tatapan menantang dari adiknya, Ayu langsung mengerti bahwa semua itu bohong, semua ulah Terasa.

Saat ia buru-buru membongkar kebohongan itu, yang ia dapat justru tamparan keras dari Seno yang membuat sudut bibirnya berdarah.

“Ayu, kamu benar-benar berhati kejam! Terasa mengidap kanker! Bagaimana bisa kamu bahkan ingin merebut hal seserius itu!”

Anak mereka pun berteriak, “Mama jahat sekali! Aku benci Mama!”

Sementara itu, orangtua Wiratama hanya menunjukkan wajah penuh jijik.

“Biasa bersaing dengan adikmu saja sudah keterlaluan, tapi hal seperti ini pun berani kamu klaim.”

“Kalau kamu begitu suka merebut dari Terasa, kenapa yang kena kanker bukan kamu?”

Saat itu, tubuh Ayu membeku, seolah jatuh ke dasar jurang es, tak mampu bangkit lagi.

Tak ada yang lebih menyakitkan daripada ditikam oleh orang-orang yang paling kau cintai.

Terlebih, yang pertama menyerangnya adalah suami yang ia cintai sepenuh hati, dan anak yang ia kandung selama sepuluh bulan.

Ayu kehilangan harapan sepenuhnya.

Lagipula, hidupnya tinggal menunggu waktu. Jika mereka hanya peduli pada Terasa, maka biarlah ia memenuhi keinginan mereka.

“Nona Wiratama.”

Suara dari telepon menarik kembali pikirannya.

“Sudah saya cek, lima belas hari lagi prosesnya selesai.”

“Baik, jemput aku lima belas hari lagi.”

Belum sempat ia menutup telepon, suara dingin seorang pria terdengar dari pintu masuk.

“Jemput apa? Kau mau ke mana?”

Ayu mendongak. Seno berdiri dengan setelan rapi, alisnya berkerut tajam.

Di belakangnya berdiri Terasa dan Joko Hakim, tangan keduanya saling menggenggam seperti ibu dan anak.

Rupanya hari ini, mereka juga menemani Terasa.

Ayu menundukkan mata, hendak berkata bahwa tidak ada apa-apa. Namun Seno sudah melangkah cepat dan merebut dokumen dari tangannya.

“Kanker lambung stadium akhir?” Seno membaca tulisan di hasil pemeriksaan itu.

Dada Ayu menegang. Ia tidak ingin Seno menghancurkan rencananya. Baru saja hendak menjelaskan, Seno sudah lebih dulu memandangnya dengan ejekan.

“Kamu buat dari mana ini? Terlihat cukup meyakinkan.”

Sekejap, tubuh Ayu membeku.

Joko menjulurkan lidah sambil mengejek. “Mama pembohong, mau pura-pura sakit kanker lagi!”

“Joko, tidak boleh bicara begitu pada Kakak,” kata Terasa pura-pura menegur.

Namun Joko mendengus, “Memang benar kok. Mama iri sama Bibi, jadi bilang dirinya sakit juga. Nenek bilang Mama kebanyakan di rumah jadi otaknya tak berguna!”

Kata-kata itu menghantam Ayu seperti api yang membakar jantungnya.

Tujuh tahun lalu ia jatuh sakit setelah melahirkan Joko, tubuhnya sering tak bisa bergerak.

Saat itu, Seno dan Joko sangat menyayanginya. Mereka memintanya berhenti bekerja dan fokus mengurus rumah.

Kini semua berubah. Ia disebut otak tak berguna hanya karena menjadi ibu rumah tangga.

Ayu menarik napas panjang.

Syukurlah dia sudah tidak lagi memiliki harapan apapun kepada ayah dan anak itu.

Sekalipun dadanya masih nyeri, ia tak lagi merasa sesak.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 21

    Di tengah kesadarannya yang kabur, Seno merasa seolah berada di sebuah pulau.Saat ia masih kebingungan, seorang perempuan mengenakan gaun panjang berjalan keluar dari halaman. Tangannya membawa keranjang bunga, senyumnya cerah dan memesona. Bahkan pekerjaan mencabut rumput yang paling membosankan pun ia kerjakan sambil bersenandung kecil.Seno hanya bisa bersembunyi di sudut, menyaksikan Ayu yang begitu cerah… begitu bahagia.Untuk pertama kalinya, Seno merasa dirinya hanyalah seekor tikus yang tersesat di selokan gelap.Dihantam oleh kenyataan yang begitu kejam.Ternyata… setelah meninggalkan dirinya, Ayu bukan hanya tidak kesepian, bahkan hidupnya penuh, hangat, dan benar-benar bahagia.Hanya dirinya… dirinya saja… yang terperangkap dalam cinta ini, tersiksa tanpa henti, jatuh, tercekik, tanpa jalan keluar.Saat sedang linglung, seorang pria berjalan menghampiri Ayu, menyapa dengan ramah.Mata Seno memerah. Ia berlari menerjang ke arah mereka.“Itu istriku! Kekasihku! Aku tidak meng

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 20

    Seno langsung pergi ke rumah sakit.Operasi Joko berjalan sangat baik, hanya saja ia masih belum sadar.Perawat berkata, “Anaknya mungkin sementara tidak mau bangun.”Seno menggenggam erat tangan Joko, lalu meletakkan boneka beruang kecil di sisi bantalnya. “Joko… ini semua salah papa.”Dialah yang menjerumuskan Joko, menghancurkan hidup anak itu, dan juga menghancurkan Ayu.“Aku akan membawanya kemari… kalau dia bersedia menemuimu.” ucap perawat rumah sakit.Setelah itu, Seno bangkit dan menuju kantor polisi.Sesaat sebelum ia melangkah masuk, telapak tangannya sudah penuh keringat dingin.Ia tidak tahu… apakah Ayu masih mau kembali.Masih mau menemuinya atau tidak.Bagaimanapun, dirinya sekarang sudah tidak punya kelayakan apa pun. Tidak punya posisi, tidak punya hak.Jika Ayu memilih pergi, ia bahkan tidak akan mencoba menahannya.Karena melepaskan… adalah satu-satunya hal yang masih bisa ia berikan padanya.Setelah berkali-kali menata mentalnya, barulah Seno berani melangkah masuk

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 19

    Orang tua Wiratama tertegun mendengar pertanyaan itu, seolah kalimat tersebut membuat mereka benar-benar kebingungan.Ayu menghindari tatapan, lalu tiba-tiba menekan dada.“Aduh... sakit sekali... Ayah! Ibu! Cepat antar aku ke rumah sakit, sakit lambungku kambuh lagi!” ucap Teresa.“Ke rumah sakit untuk mengungkap bahwa kamu memalsukan kanker lambung?” ucap Seno.Ibu Wiratama langsung berdiri. “Seno, Yang masuk ke perut bisa dikeluarkan, yang masuk ke hati susah dikeluarkan! Teresa mengidap kanker lambung itu adalah hal yang kami semua tahu!”Ayu juga terus terisak. “Seno, apa kamu sedang stres sampai berhalusinasi? Mana mungkin aku memalsukan kanker lambung.”Seno memutar rekaman telepon Teresa di depan semua orang.Terutama bagian ketika Teresa mengakui sendiri bahwa ia berpura-pura mengidap kanker dan fakta bahwa ia menculik Ayu.Ayah dan Ibu Wiratama tampak sangat terkejut, Ibu Wiratama bahkan hampir pingsan seketika. “Dosa besar... ini dosa besar...!”Ia menepuk-nepuk pahanya, men

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 18

    Begitu menerima kabar, Seno terburu-buru bergegas ke rumah sakit, namun langsung dihalangi di depan ruang operasi.“Pak Seno, tolong tenang dulu!”Sudut matanya memerah.Maafkan aku, Ayu… aku lagi-lagi gagal melindungi anak kita.“Bagaimana keadaan Joko sekarang?” tanya Seno.Perawat menatap pria yang berdiri di depannya, kebingungan, putus asa, tubuhnya bergetar tanpa bisa dikendalikan.Dulu ia tampan dan gagah.Sekarang tubuhnya kurus, wajahnya pucat, mata cekung, lingkar mata menghitam.Kelelahan dan rasa mati membuat kilau hidupnya hampir hilang total.Perawat itu akhirnya menghela napas. “Keadaan Joko sangat buruk. Kepalanya mengalami benturan parah. Ada kemungkinan… ia bisa menjadi vegetatif.”Mata Seno memerah seperti direndam darah. “Waktu itu perawat jaga di mana? Mana suster-suster rumah sakit ini? Kenapa tidak ada yang mengawasi dia?!”“Pak Seno… saat itu Joko sedang ditemani oleh pihak keluarga.” jawab perawat rumah sakit.“…Siapa?” tanya Seno.“Teresa Wiratama, bibi Joko.”

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 17

    Seno juga tidak pernah berhenti mencari Ayu.Video dirinya berlutut di depan kamera, memohon Ayu memaafkannya, tersebar sampai ke seluruh dunia.Komentar dari warganet bermacam-macam, ada yang iri pada ketulusannya.Ada yang mengecamnya sebagai pria brengsek yang pura-pura setia.Ada yang menghujat sejadi-jadinya.Namun Seno sama sekali tidak peduli.Yang ia pikirkan hanya satu: bagaimana membuat Ayu melihatnya, bagaimana membuat Ayu memaafkannya.Setiap malam, saat ia teringat waktu Ayu yang terus berkurang…terbayang Ayu meringkuk kesakitan karena kanker lambung, ia selalu terbangun dengan napas tersengal, tak bisa tidur lagi.Lembaran kalender terkoyak satu per satu.Rasa takut yang tak berwujud itu menyebar perlahan dari dasar hatinya…menekan dada Seno sampai ia sering kali merasa sesak.Sesekali, Teresa datang.Meski ia terus menjelaskan bahwa ia benar-benar tidak tahu soal kanker Ayu, tapi bagi Seno, semua itu sudah tidak penting.Jika sejak awal ia tahu Ayu sakit… ia tidak akan

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 16

    Wajah Teresa seketika memucat. “Seno, aku… aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”Ibu Wiratama juga membelalakkan mata. “Kanker apa? Seno, kamu jangan sampai tertipu oleh anak itu! Ayu sehat-sehat saja! Mana mungkin kena kanker? Jangan karena dia hilang, kamu jadi percaya apa pun!”“Iya!” Ayah Wiratama menimpali dengan panik. “Anak kurang ajar itu cuma iri pada Teresa! Mana mungkin kakak beradik kena kanker bersamaan? Itu konyol!”Iya, memang konyol.Jika saja itu bohong, Seno lebih berharap daripada siapa pun bahwa hal itu tidak benar.Tapi sayangnya… itu kenyataan.“Ini hasil pemeriksaan rumah sakit milik Ayu.” ucap Seno sambil mengeluarkan lembar pemeriksaan yang baru dicetak ulang.Begitu Orang tua Wiratama melihat empat kata “kanker lambung stadium akhir”, wajah mereka langsung pucat seperti kapur.Ibu Wiratama limbung, jatuh terduduk di lantai.“Tidak mungkin… tidak mungkin!”Melihat bukti sudah tak bisa dibantah, mata Teresa memerah seketika.“Bagaimana bisa begini? Aku… a

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status