"Jangan pura-pura, aku tahu kamu tidak sedang ngelindur... Kamu ini sadar!"
Bisikan Simon rupanya tak kunjung membuat adik iparnya itu menyadari dan mengakui apa yang ia lakukan. Bukannya diam, malah tangan itu semakin menjelajahi area sensitif milik lelaki bertubuh six pack itu.
"Amanda... bangun!" Perintahnya semakin tegas.
Ini bukan soal sadar atau tidaknya, tapi dampak dari perbuatan usil tangan itu, kini Simon harus menanggungnya.
"Hmmm?" Amanda masih belum juga mau membuka mata. Justru dia tersenyum sambil pura-pura tidur.
"Percuma ngomong sama anak ini!" Lebih baik lelaki itu mengalah dan sedikit membuat jarak dengan wanita cantik yang kini sudah tak berjarak lagi dengannya.
Apa-apaan Amanda ini?
Jangan pura-pura benci, kamu menyukai permaian tangannya bukan? Lagi-lagi suara hati Simon lantang mengumandangkan pendapatnya.
"Simon?" Panggilan mesra itu terdengar jelas di telinganya. Kini Simon
"Amanda, kamu kelelahan pastinya ya?" Simon masih memejamkan mata ketika mengucapkan kalimat itu pada seseorang yang dalam bayangannya masih terbaring di sisinya.Nyatanya yang ada di dalam balutan bed cover dan nampak tebal itu adalah bantal dan guling yang dijadikan satu.Tangan Simon meraba-raba gundukan itu lalu membuka matanya kembali. Astaga, di mana wanita cantik yang membuat tubuhnya memanas semalaman itu?"Amanda?" Simon bangkit dari pembaringan meski hanya dengan celana pendek.Dia seperti orang yang sedang kesurupan saat bangun tak mendapati lagi sosok Amanda itu."Amanda? Kamu di mana?" Dia mencari di area balkon. Kemudian karena tak mendapatinya, diapun bergegas ke kamar mandi.Bisa saja dia sekarang berendam di bathtub lantas menunggunya untuk bergabung berdua berendam di sana.Nihil. Kamar mandinya masih kering dan tak ada bekas cipratan air sedikitpun.Simon mulai cemas. Segera dia membersihkan diri dan berganti pakaian yang layak untuk mencari di mana keberadaan Amand
"Mau ke mana kita?" Amanda kesulitan mengikuti jejak langkah Simon yang sejak tadi berjalan ke parkir mobil depan."Sudah... ikut saja!" Wanita berbusana minim itu tentu saja curiga apakah kakak iparnya akan menculik atau melakukan sesuatu padanya."Apa yang akan kamu lakukan? Beri tahu aku rencanamu! Jangan selalu membuatku khawatir pada apa yang ada di kepalamu itu!" Wanita cantik bertubuh langsing itu terus saja mencicit karena tak terima diajak tanpa tahu ke mana tujuannya.Berkali-kali Simon melakukan ini dan Amanda bukanlah termasuk wanita yang menyukai kejutan semacam ini dalam keseharian.Dia ingin tahu dan jelas ke mana Simon akan membawanya pergi. Ada pikiran cemas serta khawatir kalau-kalau nanti Ronald datang sewaktu-waktu dan tak mendapati dirinya di rumah. Bagaimana jika hal itu terjadi nanti?"Sudahlah. Kamu nurut saja sama aku!" Kata Simon sambil membuka pintu mobil untuk Amanda."Pakai seat belt kamu! Kita akan berpetualang untuk menjauh dari orang-orang yang suka ik
"Selamat datang di rumah kami yang sederhana ini..." Suara sapaan yang sudah tak asing lagi di telinga Ronald.Ya, orang itu adalah pamannya sendiri.Lelaki yang mirip dengan Papanya itu menyambut dengan ramah. Tak pernah bertemu sekitar beberapa tahun lamanya, si paman tampak 'pangling' dengan keponakannya itu."Astaga, kamu Ronald kan? Sudah berubah jadi setampan ini sekarang! Berapa tahun kita nggak ketemu ya?" Pamannya menepuk pundak keponakannya yang sudah jauh lebih tinggi darinya."Paman, sehat?" Ronald yang sedang menggendong Mila membalas bertanya kabar."Ini anakmu? Ayo bawa masuk ke kamar. Helen sudah menyiapkan kamar sejak tadi..."Ronald masuk ke dalam rumah sementara kedua orang tuanya bersalaman dan berpelukan dengan Pamannya. Muncullah sosok gadis muda yang mengenakan pakaian rumahan dari kamar. "Kak, tidurkan dia di sini saja..." Helen membuka pintu kamar yang sepertinya adalah kamar untuk tamu yang berkunjung ke rumah.Thank God, kamar itu memiliki AC sehingga Rona
"Kalau kamu mau belajar berenang, sepertinya aku harus minta maaf karena hari ini belum bisa membantumu untuk belajar..." Kata Simon menolak permintaan Zara secara halus.Hari ini dia harus ke kantor dan menyelesaikan beberapa meeting. Seandainya saja Zara tidak datang ke rumah, tentulah dia sudah berangkat sejak tadi."Sayang sekali, padahal aku sudah mempersiapkan diri dengan membawa bikini two pieces untuk belajar berenang." Celotehnya sambil memegangi tanaman bonsai itu dengan ujung-ujung jarinya.Tampak jelas warna kukunya yang merah menyala, seakan menggodanya untuk memegang."Maafkan aku, Zara..." Simon tak punya pilihan selain menjadi sosok yang manis untuk saat ini.Adik iparnya rupanya sedang mengikuti mereka berdua dan tengah berdiri saja di dekat pintu pivot."Tidak masalah, Simon. Masih ada lain kesempatan untuk melakukannya..." Zara dengan lemah lembut menjawabnya.Melihat sikap Zara yang di mata Amanda seperti sedang dibuat-buat, Amanda menggelengkan kepalanya saat Simo
"Amanda, sebaiknya kamu selesaikan juga pekerjaan ini hari ini juga!" Titah sang manajer bagaikan petir di telinga Amanda yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Jelas, dirinya merasa keberatan jika harus lembur lagi seperti kemarin. Terlebih, nanti malam, keluarga pria yang dijodohkannya akan datang. Bisa-bisa, ibunya mengamuk jika dia telat!"Tapi, hari ini kan hari Jumat, Bu. Saya harus pulang cepat," ucapnya pada akhirnya, "Selain itu, saya juga--""Kamu kan single, siapa yang nungguin di weekend begini?" potong manajernya tak mau tahu, "lebih baik, gunakan waktumu untuk segera menyelesaikan pekerjaanmu. Hitung-hitung nanti kamu bisa segera saya promosikan kamu naik jabatan!"Brak!Tanpa basa-basi, manajer itu pun meninggalkan Amanda dengan tumpukan file di meja. Adilkah ini? Semenjak masuk di perusahaan ini, Amanda selalu menjadi tumbal di divisinya. "Huh, ganti CEO rupanya nasibku tak berubah juga," ujarnya saat melihat deretan pekerjaan yang harus dia selesaikan hari ini.
"Kalau tidak percaya, saya--""Maaf," ucap tim medis itu segera. Amanda lantas merasa lega. Terlebih, kala melihat mereka menangani Ronald dengan cepat setibanya di rumah sakit. Hanya saja, kuatnya aroma obat-obatan dan suara lalu lalang petugas medis membuat Amanda tak nyaman. Sejak tadi, dia hanya bisa merapatkan punggungnya ke dinding IGD yang terasa dingin. Setelah insiden di lift ini, Amanda bersumpah tidak akan mau disuruh lembur apalagi menjelang akhir pekan. Amanda hendak meraih ponselnya untuk menghubungi ibunya. Namun tiba-tiba saja, bos yang sedang ditungguinya itu bergerak. Gadis semampai itu pun berjalan mendekat ke tempat tidur bosnya. "Aku... aku di mana?" Ronald yang baru bangun, tampak sekali tengah bingung dengan apa yang sedang terjadi. "Kita di ICU, Pak" bisik Amanda. Dia menarik nafas dalam-dalam, sebelum kembali berkata, "Dan saya... harus mengikuti Pak Ronald sampai sini karena tidak diperbolehkan pulang." "Mana asistenku?" tanya Ronald sambil melihat
"Jadi, kamu main sama om-om, sampai tidak bisa datang ke acara perjodohanmu?" Ibunya kembali mencecarnya begitu keduanya duduk di sofa. Sindiran tajam itu terdengar sangat menyakitkan di hati. Amanda sendiri hanya bisa menunduk, tak bersuara. Dia masih kebingungan dari mana dia harus menjelaskan yang sebenarnya. Tapi, hal yang paling dia benci di dunia ini adalah fitnah. Dan itu sedang dilakukan ibunya sendiri terhadapnya. "Bu, aku tadi benar-benar menemani bosku di rumah sakit. Kalau tidak percaya, Ibu bisa menelpon pihak rumah sakit atau asisten bosku," ucap Amanda pada akhirnya. Dirinya harus menjelaskan kejadian agar ibunya tak berpendapat yang bukan-bukan. Sayangnya, kali ini ibunya tampak tak memaafkannya. "Alasan saja! Kamu tahu betapa pentingnya acara malam ini tadi. Mereka sudah jauh-jauh datang menyempatkan untuk bertemu kamu,” sindirnya, “Ehhh, kamunya malah pergi entah ke mana." Baginya, Amanda sudah mencoreng nama baik keluarga! "Sudah, kamu lebih baik masuk ke
Jadi di sinilah Amanda--hanya bisa terdiam di mobil mewah yang mulai menjauh dari pusat kota. Hal ini jelas berbeda dengan Ronald terlihat menikmati perjalanannya dengan mendengarkan musik favoritnya. "Pak, kenapa kita harus ke tempat keluarga Pak Ronald? Kan kita cuma pura-pura," ucap Amanda setelah berhasil menenangkan diri. "Siapa bilang? Kita memang berhubungannya pura-pura, tapi tunangannya benar-benar akan dilangsungkan. Tenang, kamu akan mendapakan kompensasi yang cukup untukmu hidup sampai punya anak cucu nanti." Mendengar itu, sontak batin Amanda bergejolak. Fotonya dengan Ronald di lift kemarin sudah membuat ibunya murka, bagaimana jika nanti ibunya menonton konferensi pers dan tahu dia bertunangan tanpa izin? Bisa-bisa dia dicoret dari kartu keluarga! "Pak, tapi saya belum memberitahu keluarga saya soal ini." Amanda menyampaikan secara terus terang. "Lagipula, saya sudah dijodohkan dengan seseorang." Dirinya hanya asal bicara. Hanya saja, Ronald tampak terkejut. "O