Share

Pesona Istri Kedua Pilihan Istriku
Pesona Istri Kedua Pilihan Istriku
Penulis: Hany Honey

Bab 1 - Perjanjian

“Pertama, kamu dilarang jatuh cinta dengan suamiku. Yang kedua, kamu harus memberikan anak pada kami berdua dari rahimmu. Dan, yang ketiga, kamu tidak berhak atas anak itu nanti. Paham?”

Mendengar ucapan sinis wanita di depannya, Riska pun mengangguk. “I—iya, Mbak. Saya paham.”

“Bagus! Kalau kamu sudah paham, kamu bisa baca surat perjanjian kerja ini. Kontrak kerja kamu lebih tepatnya!”

Tanpa basa-basi, sebuah map diberikan pada Riska yang langsung membacanya dengan teliti.

Dia tidak mau nantinya kalau sudah menjalankan tugasnya, ada hal yang nantinya akan merugikan dirinya.

Hanya saja, hatinya ternyata tetap pedih saat kontrak itu menyatakan bahwa Riska tidak memiliki hak apapun atas anaknya nanti. Namun, Riska tak punya pilihan.

Tabungan dan pesangonnya sudah habis dan dia sudah di PHK sejak dua tahun lalu dari pabrik tempatnya bekerja. Padahal, dia memang membutuhkan biaya untuk sekolah kedua adiknya, yang sebentar lagi akan masuk SMA dan SMP.

Tak lama, Riska pun  membubuhkan tanda tangan di sana.

Melihat itu, Marta melipat tangannya angkuh. “Baik, Ini uang DP dariku. Nanti malam, kamu siap-siap untuk dijemput orang, dan kamu harus meninggalkan dua adikmu.”

“Tidak masalah, kan? Toh, adik-adikmu itu harus mandiri,” ucap wanita itu lagi, meremehkan.

Tangan Riska mengepal. Namun, dia hanya bisa mengangguk. “Iya, Mbak. Saya sudah menjelaskan semuanya pada adik saya, kalau saya akan bekerja dengan Mbak sebagai Asisten Rumah Tangga. Saya tidak memberitahukan yang sebenarnya, supaya adik saya bisa belajar dengan tenang kalau saya tidak di rumah.”

“Ya sudah, kamu pergi cari baju yang lumayan bagus untuk nanti malam menemui suamiku,” ucap Marta.

Setelah selesai dengan tujuannya, Marta pun pulang–meninggalkan Riska yang meremang.

Baru kali ini, ia melihat wanita yang terang-terangan mencarikan madu untuk melahirkan suaminya hanya karena tidak ingin tubuhnya kendur.

Namun, itu bukanlah tempatnya untuk menilai. Bukankah dirinya kini lebih menjijikan?

Riska menghela napas panjang. “Tidak apa-apa. Ini untuk adik-adikmu,” lirihnya menahan pedih pada diri sendiri.

Di sisi lain, Aldi yang baru pulang dari kantor, tampak terkejut.

Entah ada setan apa yang merasuki Marta malam ini. Wanita itu tampak menyambutnya dengan mesra.

Padahal biasanya saat Aldi pulang, Marta belum ada di rumah.

Entah karena nongkrong di Cafe atau nge-mall dan bikin konten supaya semua orang tahu kalau dirinya hidup bahagia, bebas, dan banyak harta.

Apalagi, setelah perdebatan mereka beberapa waktu lalu saat Marta dengan gilanya meminta Aldi untuk menikah lagi karena meminta keturunan, keduanya makin terasa dingin.

“Kamu tumben sudah di rumah? Tidak keluyuran sama geng kamu itu?” tanya Aldi akhirnya sembari berjalan ke kamarnya.

“Cuma pengen menyambut suamiku, apa tidak boleh?” jawab wanita itu cepat.

“Benarkah?”

Setelah menikah, Marta bahkan tidak pernah masak untuknya. Wanita itu bahkan ke dapur hanya untuk ambil minum dan makan saja! Tapi, Aldi tak pernah mempermasalahkan karena dia memang mencintai Marta.

Kini, Marta tampak gelagapan. “I—iya, ya sudah buruan bersihkan badanmu, lalu makan malam bersama, aku sudah masak, aku tunggu di ruang makan.”

Aldi menghela napas.

Tanpa basa-basi, di pun segera membersihkan diri dan menuju ruang makan.

Hanya saja, ia kembali terkejut saat menemukan sosok perempuan asing yang tampak sederhana dan anggun di sana bersama Marta.

Meski demikian, pakaiannya terkesan pasaran dan seperti seorang ART yang biasa bekerja di rumahnya.

Tapi, bukankah pembantu mereka harusnya pulang setiap sore?

“Hai, Mas? Sini makan dulu,” sapa Marta, membuyarkan lamunan Aldi.

“Dia siapa, Marta?” tanya Aldi tampak tak suka, “Apa dia pembantu baru kita?”

Perempuan yang Aldi kira pembantu hanya menunduk, sementara Marta tampak tersenyum. “Bukan, dia bukan pembantu. Dia calon istrimu, Mas. Namanya Riska,” jawabnya cepat.

“Maksudmu?”

“Kita semalam sudah bicara, bukan, Mas? Kamu minta anak, kan? Jadi, aku carikan calon istri yang bisa memberikanmu anak. Karena itu, jangan minta padaku lagi!” jawab Marta.

“Yang benar saja, Marta! Pikiran kamu di mana sih?” geram Aldi.

Riska terdiam. Mendadak, dia ragu dengan pekerjaan yang harus ia jalani nantinya sebagai seorang madu.

Hanya saja, wanita sosialita di sampingnya justru tampak yakin. “Aku serius, Mas. Lusa, kalian menikah siri!”

Rahang Aldi  mengeras, tercetak jelas guratan kemarahan di wajahnya. “Kamu sebenarnya mikir gak sih, Marta?” marahnya, “aku memang mau anak, tapi dari kamu dan bukan yang lain!”

“Mas, kan aku sudah bilang dari awal kalau aku tidak mau hamil. Tapi, Mas terus maksa. Ya udah, ini jalan satu-satunya kalau Mas mau memiliki anak!” ucap Marta, “nikahi Riska!”

“Oh iya, aku sudah mengurus pernikahan kalian. Kalian menikah dengan siri, lusa pernikahan kalian!”

“Gak bisa, Ta! Aku gak mau!” ucap Aldi nyalang.

“Konsekuensinya, kamu gak bisa memiliki keturunan selamanya. Ingat Mas, ibumu sudah mendesak kamu untuk memiliki anak, dan aku tidak bisa!” tegas Marta.

Brak!

Aldi memukul meja, sampai Riska terjingkat.

“Benar-benar gila kamu, Ta!”

Tanpa kata, Aldi lalu masuk ke dalam kamarnya.

Meski kemarahan pria itu bukan padanya, tapi tetap saja Riska takut.

Rasanya, dia ingin kabur dari sana. Sayangnya, Marta sudah membayar penuh uang perjanjian yang sudah digunakannya untuk kedua adiknya.

Seolah tahu pikirannya, Marta tiba-tiba menatapnya tajam. “Kamu masuk kamar saja, Riska. Tenang saja, kamu tetap akan menjadi istri kedua Mas Aldi!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status