Share

003 || Bercerai

Author: Diva
last update Last Updated: 2024-12-19 14:36:57

Bab 3. Kejujuran Lingga

"Nggak! Aku nggak mau kita cerai, Lingga!"

Anindya menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia menatap Lingga penuh permohonan berharap Lingga akan membatalkan keinginannya untuk bercerai.

Lingga melangkah mendekati Anindya. "Udah ada Meylani yang bisa ngasih aku anak! Sedangkan kamu cuma perempuan mandul, Nindy!"

Anindya sakit hati, marah dan kecewa. Dia sudah tidak memiliki harga diri lagi di depan mereka. Perjuangannya selama 3 tahun berakhir sia-sia. Mencintai Lingga adalah kesalahan yang dia sesali seumur hidup.

Melani diam-diam tersenyum senang. Dia menang. Dia akan menjadi Nyonya Aditama selanjutnya menggantikan Anindya.

"Cepat tanda tangan, Nindy! Jangan mengulur-ulur waktu kami!"

Lingga memaksa Anindya untuk menyentuh pena yang dia siapkan ssjak tadi.

Anindya mendongakkan kepala. Menatap Lingga yang menggebu-gebu.

"Sayang, apa kamu sama sekali nggak pernah cinta sama aku?" tanya Anindya, memaksakan sedikit senyum.

Sebenarnya Anindya hanya ingin memastikan perasaan Lingga padanya. Dengan begitu, dia bisa menyakinkan bahwa Lingga bukanlah pria yang tepat untuknya.

Lingga mendekati mulutnya ke daun telinga Anindya. Lalu, berbisik, "Jangan mimpi, Nindy! Bagiku, kamu itu cuma Istri pajangan aja."

Tatapan Anindya hampa. "Kenapa, Sayang? Kenapa kamu tega lakukan ini sama aku?"

Lingga tersenyum tipis. "Dulu, kamu adalah mahasiswi tercantik di kampus. Aku dan teman-teman berjudi. Karena aku kalah, hukumannya adalah nikahin kamu."

Tidak itu saja, Lingga kembali berbisik, "Ditambah lagi, Papa dan Mama desak aku untuk cepat-cepat nikah. Jadi, aku nggak gitu rugi nikahin perempuan cantik."

Anindya berteriak pada dirinya sendiri. 'Bodoh! Kamu bener-bener bodoh, Nindy!'

Anindya kembali menangis. Tidak ada seorang pun yang melihat Anindya mengepalkan tangannya di bawah meja.

"Apa jawabanku udah cukup?" tanya Lingga. Dia kembali berdiri tegak.

Marisa tidak tahan melihat Anindya yang menangis. Dia takut hati anaknya akan luluh.

Marisa berteriak, "Udahlah, Nindy! Nggak usah banyak drama! Cepat tanda tangan dan keluar dari rumah ini sekarang juga!"

Marisa berjalan menghampiri Melani yang berwajah pucat.

"Melani, sini duduk sama Mama!" Marisa menggandeng tangan Melani. "Nggak usah khawatir! Mereka akan cerai malem ini, kok."

"Ta—tapi, aku ngerasa nggak adil sama Nindy, Ma," sahut Melani sambil berpura-pura menangis.

Anindya berdiri, lalu melototi Melani. "Kalo kamu memang tulus, nggak seharusnya kamu muncul malem ini. Tapi apa? Kamu—"

Plak!

Lingga menampar Anindya. Mereka berdua saling adu pandang.

Anindya memegangi pipinya yang terasa panas. "Sayang, apa ini balesan dari kesetiaan aku selama 3 tahun?"

Bukannya minta maaf, senyum Lingga justru melebar. Dia merogoh kantong celana. Lalu, melemparkan beberapa lembar foto.

Foto-foto tersebut jatuh ke lantai dan berhasil membuat semua orang terkejut.

Marisa memungut salah satu foto. "Nindy, apa ini?!"

"Apa ini yang kamu sebut kesetiaan?!" timpal Arjuna.

Tubuh Anindya gemetar. Anindya melihat foto dirinya sedang berjalan bersama seorang pria. Mereka keluar dari Hotel Imperium sambil tersenyum satu sama lain. Anindya terlihat sangat akrab dengan pria asing di semua foto.

"Nggak! Aku nggak pernah selingkuh!"

Anindya membantah tuduhan Lingga dan kedua mertuanya. Dadanya naik turun karena emosi. Dia berjongkok, memungut foto-fotonya yang berceceran.

Tapi di mata Lingga dan kedua mertua, Anindya berbohong dan tidak berniat untuk mengakui kesalahan.

Marisa menatap Anindya penuh kebencian. Dia meremas foto di tangannya menjadi gumpalan sampah.

Marisa melemparkan sampah di tangannya kepada Anindya. "Kamu mau mengelak, Nindy?! Bukti udah di depan mata. Nggak ada gunanya mengelak dan nyari validasi ke sana-sini."

Melani menutup mulutnya pura-pura syok. "Nindy, aーaku nggak nyangka kamu bakal selingkuhin Mas Lingga!"

Mendengar suara Melani, Anindya menoleh dan merasa muak. Melani pandai sekali mencari muka di depan Marisa dan Arjuna.

Lingga menarik paksa lengan Anindya dan mendorongnya duduk kembali ke kursi.

"Sayang, itu cuma foto," ujar Anindya. "Pasti ada seseorang yang sengaja fitnah aku dan hancurin hubungan kita."

Saat mengatakannya, Anindya melirik Melani sinis.

Menyadari posisinya terancam, Melani memasang ekspresi menyedihkan. "Ada apa sama tatapan kamu, Nindy? Kaーkamu nuduh aku?"

Melani mulai menangis. Marisa memeluk Melani dan mencoba menghiburnya.

"Abaikan aja prempuan mandul itu, Melani! Anggap aja dia seonggok kotoran yang sebentar lagi akan dibuang Lingga!" Marisa berkata dengan kejam.

Anindya terkejut. Sehina itukah dirinya di mata Marisa?

Anindya emosi. "Apa?! Mama mengibaratkan aku seperti kotoran?! Apa Mama ini manusia?! Bisa-bisanya Mama menghina orang lain!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
asli makin bikin penasaran ... Mertuanya juga pengen di bejek bejek
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Presdir Posesif   125 || Permintaan Maaf Lingga

    Hujan baru saja reda ketika Ivander memarkirkan mobilnya di pelataran rumah. Aroma tanah basah memenuhi udara, seperti kenangan lama yang dipaksa mengapung kembali. Di ruang tamu, keheningan menggantung seperti lampu yang belum menyala. Anindya duduk di sofa, mengenakan kemeja tipis berwarna biru laut. Wajahnya tenang, tapi tatapannya jauh.Sudah dua bulan lebih pernikahan mereka. Kini dirinya dan Anindya tinggal di rumah besar dan mewah yang Ivander hadiahkan untuk Anindya. Disela kesibukannya, dia selalu rutin mengantar Anindya ke lokasi syuting. Namun, ketika pulang dia meminta tangan kanannya untuk menjemput sang istri. Nama Anindya kini terkenal, karena wanita itu memerankan film Dalam Jejak Cinta yang diadaptasi dari novel yang ditulis oleh Anindya sendiri. Meskipun tidak semua orang di kota Pandora menyukai Anindya, ada banyak juga yang menghujat Anindya. Katanya, Anindya merupakan aktris dadakan. Dia memiliki orang dalam sehingga bisa langsung menggantikan peran Melani. Pad

  • Pesona Istri Presdir Posesif   124 || Keputusan Lingga

    "Tapi kondisi kalian cukup mengkhawatirkan," petugas polisi menimpali. "Dan lokasi kecelakaan itu perlu kami tinjau, memastikan tidak ada hal yang mencurigakan." Rizhar merasakan detak jantungnya semakin cepat. Jika polisi menelusuri lebih jauh, mereka bisa menemukan jejak penculikan Ivander. Dan jika itu terjadi, Rizhar tahu masalah ini tidak akan berhenti di sini. "Kami sudah melewatinya, Pak." Lingga akhirnya berbicara, suaranya terdengar sedikit serak. "Kami hanya ingin pulang, bertemu keluarga, dan melupakan kejadian itu. Kami tidak ingin memperpanjang masalah." Petugas polisi saling bertukar pandang, tampaknya tidak puas dengan jawaban mereka. "Begini, Tuan Lingga—" "Tolong, Pak," Lingga memotong dengan suara yang lebih tegas. "Kami hanya ingin pulang." Keheningan mengisi ruangan. Marisa tampak semakin cemas. Sedangkan, Melani yang sejak tadi memperhatikan Lingga dari kejauhan melangkah mendekat. Dia terlalu syok melihat kehadiran Lingga dengan jarak satu meter di de

  • Pesona Istri Presdir Posesif   123 || Bertemu Marisa

    "Lingga, akhirnya kamu kembali, Nak!" Marisa yang melihat presensi Lingga yang melangkah memasuki kantor polisi segera berteriak dengan lantang. Dia berlari menerjang putranya dengan pelukan erat. "Astaga, Lingga!" Suaranya bergetar penuh emosi. Pelukannya begitu erat, seolah berusaha memastikan bahwa putranya benar-benar nyata berada di depannya. Seminggu tanpa kabar, seminggu penuh kecemasan yang menggerogoti hatinya setiap detiknya. Lingga meringis pelan saat pelukan sang Ibu menyentuh luka pada punggungnya. Pukulan besi yang dilayangkan oleh anak buah Ivander pada punggungnya menyisakan luka dengan rasa sakit yang luar biasa. Marisa yang mendengar Lingga meringis kesakitan. Buru-buru melepaskan pelukannya. Dia memeriksa tubuh Lingga dengan rasa khawatir dan panik yang begitu kentara. "Maaf, Mama nggak tau, Nak. Bilang sama Mama mana yang luka!" Marisa segera memeriksa seluruh tubuh Lingga. Untuk mengecek semua luka yang memenuhi tubuh putranya. Namun, dengan cepat Li

  • Pesona Istri Presdir Posesif   122 || Siaran Televisi

    "Pandora — Dunia hiburan kota Pandora kembali dihebohkan dengan kabar menghilangnya Lingga Aditama, mantan sutradara ternama yang terseret dalam skandal perselingkuhan dengan aktris papan atas, Melani Adisti." ‎ Ivander mengambil duduk di samping sang istri yang tengah fokus menatap layar televisi. ‎"Setelah skandal mereka terungkap ke publik sebulan lalu, keduanya secara resmi dipecat dari agensi masing-masing akibat pelanggaran kontrak dan pencemaran nama baik institusi. Pemecatan tersebut langsung menjadi sorotan publik dan media hiburan." Ivander yang semula terkejut. Kini terlihat sangat santai, dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Matanya menatap istrinya dari samping, mengabaikan siaran berita pagi ini di televisi. ‎ "‎Namun kini, perhatian publik kembali tertuju pada kasus ini. Lingga Aditama dilaporkan menghilang sejak tujuh hari yang lalu. Keluarga menyatakan bahwa sejak pekan lalu, Lingga tidak dapat dihubungi sama sekali." Anindya menoleh pada Iva

  • Pesona Istri Presdir Posesif   121 || Kopi Buatan Anindya

    "Sayang, urusan semalam bener-bener mendadak. Jadi, mereka terpaksa hubungin aku buat bahas masalah perusahaan." Ivander mengambil duduk di samping sang istri, dia menarik pelan dagu Anindya agar menatapnya. "Udah, ya jangan marah lagi. Aku bener-bener minta maaf." Ivander membujuk Anindya dengan nada lembut, berharap istrinya akan luluh dengan bujukannya. Tidak semudah itu, Anindya masih saja kesal dengan Ivander yang meninggalkan dirinya semalaman. Entahlah, dirinya masih tidak mengerti kenapa harus sekesal ini. Padahal, tidak ada yang dirugikan sama sekali. Hanya karena dirinya menahan rasa penasaran sambil menunggu kembalinya Ivander dan berakhir ketiduran. Itu yang membuat Anindya misah-misuh sejak bangun tidur. Beruntung suaminya itu saat dirinya terbangun pagi tadi sudah berada di sisinya tengah memeluk tubuhnya dengan hangat. Jika, tidak ada Ivander di sisinya. Mungkin Anindya semakin marah besar pada Ivander. "Sayang, kita baru menikah tiga hari. Masa udah r

  • Pesona Istri Presdir Posesif   120 || Rasa Kesal Anindya

    "Kamu semalam pulang jam berapa, Ivan?" Di dalam dapur villa yang luas dan minimalis, suasana hangat dan nyaman memenuhi ruangan. Dinding kaca besar menghadap langsung ke laut, memberikan pemandangan yang sempurna untuk memulai hari. Lantai kayu berwarna terang terasa hangat saat Ivander melangkah, sementara Anindya tengah mempersiapkan sarapan di meja marmer yang mengkilap. Dapur yang dipenuhi dengan peralatan modern dan rak terbuka berisi berbagai macam rempah dan bahan makanan segar, memberikan kesan mewah namun tetap terasa santai. Di atas meja, terdapat satu cangkir kopi hitam pekat yang mengepul, aroma kopi yang khas menyebar memenuhi udara. Di sebelahnya, roti panggang yang masih hangat diletakkan di atas piring, dengan selai buah segar dan mentega yang meleleh perlahan. "Sekitar jam sepuluh. Maaf, ya kamu sampai ketiduran nungguin aku." Ivander mendekat pada sang istri. Dia mengusap surai panjang Anindya yang kini duduk di meja makan bersiap memulai sarapan paginya. Di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status