Share

Pesona Istri Yang Kuabaikan
Pesona Istri Yang Kuabaikan
Penulis: Isna Arini

Bab 1

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-17 08:49:46

"Tidur di kamar sebelah, jangan tidur di sini. Aku tidak suka kamu tidur di kamarku," ucapku pada gadis berusia dua puluh tahun, yang baru saja menikah denganku. 

Kami menikah seminggu yang lalu, setelah itu aku harus membawanya ke kota. Tinggal bersama denganku di kota ini. Bukan tanpa sebab aku tak ingin tidur dengannya. Aku tidak begitu mengenalnya, dan juga tidak menyukainya apalagi menaruh hati padanya. 

Aku menikah dengannya karena dipaksa oleh Ibu, wanita yang sudah melahirkanku itu tiba-tiba saja memintaku pulang dan menikahi gadis ingusan itu. 

Bagaimana tidak ingusan, aku yang sudah berusia tiga puluh tiga masa menikah dengan wanita berusia dua puluh tahun. Dia tidak pantas menjadi istriku. Sudahlah kurus, kecil, dan tidak modis sama sekali. Bajunya semua terlihat panjang dan kedodoran di badannya yang mungil dan kurus itu. Setiap hari, kulihat dia memakai rok panjang dan kaos lengan panjang, tak lupa kerudung segi empat yang dilipat kemudian dipakai asal di kepalanya untuk menutupi rambutnya. 

Husniah - nama gadis itu- menerima selimut yang aku sodorkan dengan menunduk. Dan aku pastikan matanya berkaca-kaca. Menyebalkan memang tingkahnya selama aku bersamanya beberapa hari ini. 

"Jangan galak padanya, Han. Kalau kamu belum bisa mencintainya sebagai istri, sayangi dia selayaknya kamu menyayangi adik perempuan. Kasian Nia, dia sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini," pesan Ibu terngiang di telingaku. 

"Si@l!" Umpatku dalam hati. 

"Sini!" sentakku. 

Kurebut kembali selimut dari tangannya. 

"Biar aku yang tidur di kamar tamu." Aku berkata sambil berlalu meninggalkannya. 

Kuhemapaskan tubuh lelahku di atas tempat tidur yang berada di kamar tamu. Aku lelah jiwa raga, bisa-bisanya aku terjebak bersama gadis itu. Sampai kapan aku akan berada di situasi ini. 

****

Pagi-pagi sekali, aku sudah mendengar suara berisik dari arah dapur. Kulihat gadis itu sedang sibuk di dapur, entah apa yang dilakukannya. Aku mendekat untuk melihat apa yang dilakukan. Kalau kenapa-kenapa aku juga yang nanti kena masalah. 

Aku duduk di atas kursi mini bar dapur untuk mengawasi gadis itu.

"Sudah bangun, Mas? Aku buat kopi untukmu," ucap Nia sambil meletakkan secangkir kopi di hadapanku. 

Dari tempatku duduk, memang sangat jelas situasi dimana Husniah berada. 

"Aku mau masuk kerja hari ini, kamu tinggal saja di rumah, jangan keluar kemana-mana, jangan melakukan pekerjaan berbahaya, jangan membuka pintu untuk siapapun," pesanku panjang lebar. 

"Baik, Mas," sahutnya pendek. 

Dia selalu mengatakan iya, baik, atau hanya menangis. Bagaimana bisa aku menghabiskan seumur hidupku dengan wanita desa seperti ini. Penurut sih penurut, tapi tidak begini juga. 

"Mau aku bikinin sarapan apa, Mas. Aku lihat di kulkas ada telur, di dalam situ juga ada mie instan," lirihnya sambil menunjuk pada Kabinet Dinding yang berada di atas kitchen sink. 

"Aku sarapan di kantor saja, kamu aja yang makan itu. Aku belum belanja, makan seadanya dulu. Nanti pulang dari kantor aku bawakan bahan makanan," tuturku panjang lebar. 

Husniah hanya diam dan mengangguk. 

Setelah menghabiskan kopiku, aku segera kembali ke kamar. Mandi, kemudian bersiap-siap ke kantor. 

"Lain kali Nia yang siapin baju buat Mas Hanan boleh?" tanya Husniah yang sudah masuk ke kamar setelah aku selesai memakai baju. 

"Tidak perlu," tolakku. "Aku biasanya menyiapkan semuanya sendiri."

Aku berlalu dari hadapannya, bersiap untuk berangkat. Gadis itu mengekor langkahku, dia hendak mencium tanganku namun aku menolaknya. Malas rasanya bersentuhan kulit dengannya. 

"Lebih baik kamu buka pintu gerbang," perintahku sambil berlalu masuk ke dalam mobil. 

Tanpa membantah, Husniah membuka pintu gerbang untukku. Sebelum aku melajukan kendaraan roda empat itu, aku berhenti sejenak di depan gadis itu dan membuka jendela mobil. 

"Tutup lagi gerbangnya dan jangan sembarang buka untuk orang asing," pesanku.

Dia biasa berada di desa, makanya aku banyak berpesan ini itu padanya. Kalau terjadi apa-apa pada gadis itu, Ibu bisa menyalahkanku. 

"Pagi Mas Hanan, itu siapa? Kok ada anak gadis di rumah Mas Hanan sekarang?" tanya Bu Mery, tetangga depan rumahku. 

"Pembantu saya, Bu," sahutku asal.

 Bu Mery tersenyum pada Husniah lalu kembali menutup pintu gerbangnya. Sepertinya wanita itu tadi baru saja membuang sampah. 

"Tutup lagi pintu gerbangnya," perintahku pada gadis kurus itu. 

"Mewek lagi?!" Seruku dalam hati. 

Mata gadis itu berkaca-kaca sambil mengigit bibir bawahnya. Apa dia tersinggung karena aku bilang dia pembantu. Ah bod0h amat, memang dia terlihat seperti itu. 

🍁 🍁 🍁

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (41)
goodnovel comment avatar
Ma E
Kenapa ya ceritanya sll meremehkan perempuan dari desa....
goodnovel comment avatar
Ratna Wati
Awal berumahtangga yg menyakitkan hati dan perasaan,sabar yg Husniah semua cobaan pasti akan ada jln keluarnya
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
malulah mengakui istrinya yang halal bagimu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    End

    Pesona Istri Season 3 POV Hanan "Selamat ulang tahun Sayang ucapku sambil memberikan sebuket bunga mawar untuknya." Meskipun di rumah ini ada taman bunga mawar, tapi tetap saja memberi bunga padanya selalu membuatnya bahagia. Namun, dia akan berkata tak suka pada bunga yang sudah dipetik. "Terima kasih, Mas," jawabnya tanpa terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Sudah beberapa hari ini Husniah tampak bersedih hati. Aku tahu penyebabnya tak bahagia beberapa hari ini. Sudah hampir dua bulan tak ada dari anak-anaknya yang datang mengunjungi kami baik Hulya yang belum memiliki anak maupun Atma dan Nata yang sudah sibuk dengan keluarga kecilnya ditambah dengan keberadaan anaknya."Kamu rindu pada anak-anak?" tanyaku.Pertanyaanku hanya dijawab Husniah dengan anggukan, seakan dia enggan berbicara. Aku tahu jika dia mengungkapkan isi hatinya, dia akan menangis begitu saja. Entah kenapa di usianya yang tak lagi muda, Husniah semakin melankolis. Kurasa ini terjadi setelah anak-anak perg

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Tujuh

    Pesona Istri Season 3 "Sayang, Abang minta maaf," ucapku, sembari mencoba mendekat padanya lagi. Dia marah tapi tak mau didekati, bagaimana bisa aku menenangkannya. Lebih baik dia memukuliku daripada menjauh dengan tampang seperti itu. "Kenapa minta maaf," ketus Queena. "Udah bikin kamu kesal," balasku. "Sini, kita bicarakan dengan tenang. Kamu mau apa?" Wajah itu masih cemberut, tapi tak lagi menjauhiku hingga jarak kami semakin dekat. "Maaf ya." Lagi aku mengatakan permintaan maaf, entah untuk kesalahan yang mana. Yang penting aku minta maaf saja, mungkin dengan seperti ini dia kan lebih baik. Tanpa dikomando, air mata Queena meluncur melewati pipinya yang terlihat berisi, lalu kemudian berlanjut dengan isakan kecil terdengar di telingaku. "Abang minta maaf," ucapku, lagi, entah untuk yang berapa kali. Aku merengkuh tubuh Queena dalam pelukan. Istriku itu tak menolak dan melawan, dia terisak dalam dekapanku. Biarlah, dia puas menangis setelah puas memukuliku. Biar dia mel

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Enam

    Pesona Istri Season 3"Nata, Queena pergi meninggalkan Rafka sejak tadi pagi," ucap Tante Syifa dari ujung telepon, ketika aku mengangkat panggilan dari mertuaku tersebut.Mendengar penuturan Tante Syifa, tentu saja membuatku sedikit terkejut. Tadi pagi memang Queena masih marah saat kutinggal pergi kerja. Kali ini bukan masalah postur tubuhnya yang gemuk namun kami bertengkar lagi karena Queena kembali mencurigaiku memiliki kedekatan dengan Yuanita pada hal dia jelas-jelas tahu kalau wanita itu sudah memiliki tunangan. Meskipun sampai sekarang mereka belum berniat untuk menikah. Entah kenapa beberapa hari ini, tidur kami selalu diwarnai dengan pertengkaran. "Quina pergi ke mana, Ma. Dia tak pamit dan meninggalkan Rafka begitu saja. Lalu gimana sekarang keadaan anak itu apakah dia rewel karena tak ada mamanya?" Bertubi-tubi aku bertanya pada mertuaku. Jika di lihat sekarang sudah mulai sore, artinya istriku itu sudah pergi dari rumah cukup lama. Tapi kenapa Tante Syifa baru mengat

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Lima

    Pesona Istri Season 3 "Nggak gitu juga kali konsepnya Kak Yuan," ucap Queena dengan nada sebal.Sepertinya dia tak suka dengan perkataan yang dilontarkan oleh Yuanita barusan, siapa yang suka dengan perkataan seperti itu. Aku pun tak suka, Queena adalah istriku tak ada yang boleh memilikinya selain diriku. "Aku cuma bercanda mengimbangi perkataan Liam barusan," sahut Yuanita, membela diri.Dua wanita ini nampaknya sulit akur sekarang, Queena yang cemburu pada Yuanita karena dulu kami pernah dekat, dan Yuanita yang cemburu pada Queena karena Liam begitu perhatian pada istriku. Kami berbasa-basi beberapa saat, kurang lebih hanya empat puluh lima menit. Karena kami harus segera pergi ke restoran. William pergi sendiri mengendarai mobilnya, sedangkan aku dan Yuanita akan berkendara di mobil yang sama seperti yang kami katakan tadi. "Aku pergi dulu ya, Sayang," pamitku pada Queena. "Kok Kak Yuanita ikut dengan Abang?" tanya Queena, seperti tak suka. "Liam akan langsung ke kantornya,

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Empat

    Pesona Istri Season 3Aku sudah mulai aktif kembali bekerja di restoran bersama dengan Yuanita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu lagi, bagaimana hubungan dia dengan William. Kulihat mereka baik-baik saja namun hingga detik ini sepertinya tak ada kemajuan dalam hubungan mereka entah kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Biarlah itu bukan urusanku, mereka adalah dua orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. "Bagaimana keadaan Queena?" Tanya William saat aku hendak pulang. "Alhamdulillah sehat dan baik," jawabku. Sejak kejadian Yuanita melihatnya memeluk Queena dan dia marah-marah tidak jelas itu, William lebih banyak menahan diri. Dia tak lagi ingin dekat dengan Queena. Ditambah lagi aku dan istriku pergi ke luar kota, pindah ke rumah Mama dan Papa dalam beberapa bulan. Kupikir, membuat kedekatan Queena dan William tak lagi seperti dulu. "Mau ke sana, kita tengok Mama dan bayinya." Yuanita datang menghampiri kami dengan sebuah usulan. "Kamu mau?" Wil

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Tiga

    Pesona Istri Season 3 Aku terbangun saat terdengar suara azan dari ponselku. Malam tadi kami masih tidur dengan nyenyak, Queena juga tidak membangunkanku. Bayi kami pun tidak di bawa ke sini. Perawat bilang, bayi yang baru lahir tidak langsung lapar dan ingin menyusu dari mamanya saat kutanya apa bayi kami tak kelaparan. Aku segera bangun, membersihkan diri dan sholat subuh, setelah itu membangunkan Queena. "Sayang, mau mandi gak?" Tanyaku sambil mengecup keningnya. "Sudah jam berapa?" Queena bertanya. "Jam lima lewat." Queena terlihat susah payah saat ingin bangun dari posisinya. Tentu saja, pasti dia masih kesakitan di bagian intimnya. "Ayo abang bopong," kataku sembari mengambil posisi hendak mengangkat tubuhnya. Queena menatap padaku. "Iya deh," sahutnya sambil memamerkan barisan giginya. Kenapa tak minta tolong saja dari tadi. Dengan hati-hati, kuangkat tubuhnya dan kubawa ke kamar mandi. "Mau dimandiin?" tanyaku. "Apaan sih Abang, aku bisa mandi sendiri." Dia menolak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status