Home / Rumah Tangga / Pesona Janda Anak Satu / Bab 3. Tangisan Laila

Share

Bab 3. Tangisan Laila

Author: Ane Rifkoh
last update Last Updated: 2023-06-27 16:05:12

"Sejak dulu aku 'kan sudah peringatkan,.jangan terima tawaran Suami saya. Dasar Gadis bodoh!" hina Anggraini.

Sejak awal menikah, Anggraini dan kedua anaknya tak suka dengan Laila. Baginya, Laila hanya benalu dalam keluarganya. Gadis desa yang berharap jadi tuan putri di rumahnya sama sekali tidak diharapkan. Kehadirannya hanya akan mengancam posisinya. Anggraini benar-benar beruntung ketika Laila melahirkan anak perempuan. Tak perlu membujuk Zidan menceraikan, ia diceraikan dan di usir langsung oleh anaknya.

Laila keluar rumah membawa luka teramat dalam. Sakit pasca melahirkan saja belum pulih, ini ditambah dengan sakitnya diusir dan dicampakkan oleh suami sendiri. Hanya menangis, meratapi nasib Laila menerima semuanya.

"Tunggu! Ini untukmu. Biar tidak sedih-sedih sekali hidupmu!" Anggraini menghampiri Laila yang sudah keluar dari pekarangan keluarga Fernando itu. Ia melempar beberapa lembar seratusan ribu di wajah Laila. Sontak, perbuatannya membuat si bayi menangis histeris.

Setelah Laila berhasil keluar dari rumah besar nan megah itu. Pintu ditutup kembali dengan keras, hingga meninggalkan bunyi nyaring.

"Nanti kita akan cari calon Istri untukmu lagi." ucap Anggraini yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Zidan.

****

Sepanjang perjalanan menuju rumah. Tak henti-hentinya Laila menangis, bayi yang digendongnya pun ikut menangis seperti mengetahui perasaan ibunya. Ia terus membawa anak dan tas itu seiring berjalannya kaki melangkah.

"Laila! Kamu kenapa?" Diperjalanan, Laila bertemu teman satu perjuangan dengannya, Fitri namanya. Ia syok dengan keadaan Laila yang tengah menangis membawa bayi dan tas besar.

"Aku di usir Bang Zidan Fit, huhu." Pecah sudah tangisan Laila dihadapan Fitri. Ia tersedu sedan dengan nasib yang menimpanya.

"Astaga. Bagaimana bisa?" tanya Fitri syok. Ia tahu betul bagaimana Zidan begitu mencintai Laila. Fitri melihat langsung, saat Zidan memperlakukan Laila lembut waktu dirinya hamil.

"Ia tidak terima saat aku melahirkan anak laki-laki," kata Laila.

"Apa? Gila sekali alasannya. Kenapa bisa begitu?" Fitri begitu terkejut dengan alasan yang baginya tak masuk akal.

"Aku tidak tau Fit," jawab Laila.

"Fitri! Ngapain kamu disitu! Jangan dekati Laila atau mencampuri urusannya!" Dari kejauhan, terdengar teriakan dari pak Kasman, orang tua Fitri. Ia begitu marah ketika melihat anaknya tengah bersama Laila.

"Tapi Yah, aku hanya ..."

"Pulang!" bentak Pak Kasman melototi Fitri.

"Tapi ..."

"Ayah bilang pulang!" Tidak ada pilihan lain selain pulang. Fitri tak mau membatah perkataan ayahnya. Sekilas ia melirik Laila yang masih sedih.

"Maaf La, aku harus pulang," lirih Fitri.

Laila tak menjawab, ia hanya mengangguk lemas. Padahal, ia beruntung bertemu Fitri, setidaknya memiliki teman untuk bercerita sebentar. Sejujurnya, ia takut untuk pulang. Takut jika ayah dan ibunya sedih.

Laila paham mengenai tindakan Pak Kasman. Ia hanya tidak mau terlibat dengan keluarga Pak Fernando, semua warga desa bergantung hidupnya pada mereka, karena hanya mereka orang terpandang sekaligus penyedia lapangan pekerja untuk warga di desanya.

Laila pun berjalan melewati kebun karet milik keluarga Fernando. Perlahan tapi pasti, akhirnya ia sampai di depan rumah orang tuanya.

Rumah sederhana terbuat dari anyaman bambu itu sudah dua puluh tahun menemaninya. Baru saja setahun berlalu sejak ia menikah dan tinggal bersama keluarga Zidan. Laila tidak pernah lagi tinggal di rumah sederhana itu. Paling sesekali ia bertemu ayah dan Ibunya di kebun karet.

Ada keraguan di hati Laila saat ingin mengetuk pintu kayu yang sudah usang itu. Hati dan pikirannya tak sejalan. Ia ragu.

"Oek, oek." Belum lepas keraguan itu, tiba-tiba anaknya menangis.

"Cup, cup. Anak Ibu, laper yah Nak? Sebentar yah Sayang, nanti kita Mimi di rumah Kakek dan Nenek," ucap Laila menenangkan si kecil. Namun, bayi itu semakin menangis histeris.

Kreeet.

Terdengar pintu lapuk itu dibuka, mata Laila langsung menangkap sosok kedua orang tuanya di depan menatapnya sejenak. Mereka terpana dan ...

"Ya Allah Laila! Kamu kenapa?" Kedua orang tua itu kaget bukan main saat melihat Laila, putri kandungnya berdiri di depan pintu dengan menggendong anaknya. Di samping Laila pun ada tas besar yang membuat kedua orang tuanya sempat beradu pandang.

"Ada apa Nak?"

Tak ada jawaban dari bibir Laila, Susi yang melihat bayi di gendongan Laila, segera menghampiri.

"MashaAllah, jadi benar yang dikatakan orang-orang di perkebunan, kalo kamu sudah lahiran?" tanya Susi sumringah.

Namun, Laila tak menjawab, ia hanya diam saja. Hingga sedetik kemudian ia menangis memeluk tubuh ibunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Janda Anak Satu    Bab 66. ending

    "Mbak kenapa ada disini?" tanya Laila bingung."Aku bekerja di sini La," jawab Vallen menunduk."Bekerja? Maksudnya bekerja bagaimana Mbak?" tanya Laila tak paham.Vallen pun menjelaskan semuanya pada Laila, bagaimana ia diusir oleh Anggraini karena tidak suka dengan sikap keluarganya yang masih tunduk dengan sebuah tradisi. Laila syok, begitu juga Malik ia juga tak menyangka jika keluarga mantan suami Laila memiliki tradisi yang mengerikan."La, aku Minta maaf atas semua kesalahanku dulu. Aku menyesal dulu ikut campur rumah tangga kamu dan Zidan! Bahkan, aku ikut-ikutan mengusirmu juga dari rumah," ucap Vallen."Sudahlah Mbak, lupakan saja. Mungkin aku dan Bang Zidan sudah tidak berjodoh. Aku tidak menyalahkan siapapun. Ini semua takdir, aku sudah berdamai dengan takdir itu," ucap Laila legowo.Mendengar kelapangan dan keikhlasan Laila, membuat Malik kembali kagum. Tak salah dirinya masih mencintai Laila. Karena sifat Laila selalu membuatnya takjub. Malik berjanji tidak akan melepas

  • Pesona Janda Anak Satu    Bab 66. bertemu Vallen

    "Saya serius," jawabku mantap."Tapi saya bawa motor Pak," balasnya mencari alasan."Titipkan saja disini, restoran saya aman. Sekalian saya juga mau ajak kamu ngobrol," ucapku lagi.Laila nampak berpikir, entah apa yang dia pikirkan. Aku berharap Laila mau menerima ajakan ini, aku akan mengatakan sejujurnya bahwa aku masih mencintainya, cintaku padanya belum berubah dari dulu."Baik Pak, lagian ada yang mau saya tanya juga."DeghKira-kira apa yang akan ditanyakan Laila? Kenapa dada ini langsung berdebar kencang. Aku harus bisa mengendalikan diri, jangan sampai Laila mendengar suaranya."Kalo gitu ayo kita berangkat," ajakku.Kami lalu berjalan bersama menuju mobil. Setelah sama-sama di dalam mobil, aku langsung melajukan kendaraan memecah keramaian kota. Di perjalanan, Laila diam saja. Aku pun bingung harus memulai percakapan seperti apa. Kenapa kedekatan kami sekarang membuatku canggung, mungkin karena status kami yang sudah berubah."La, bagaimana kabar keluargamu? Aku dengar kamu

  • Pesona Janda Anak Satu    Bab 65. POV Malik

    "Saya serius," jawabku mantap."Tapi saya bawa motor Pak," balasnya mencari alasan."Titipkan saja disini, restoran saya aman. Sekalian saya juga mau ajak kamu ngobrol," ucapku lagi.Laila nampak berpikir, entah apa yang dia pikirkan. Aku berharap Laila mau menerima ajakan ini, aku akan mengatakan sejujurnya bahwa aku masih mencintainya, cintaku padanya belum berubah dari dulu."Baik Pak, lagian ada yang mau saya tanya juga."DeghKira-kira apa yang akan ditanyakan Laila? Kenapa dada ini langsung berdebar kencang. Aku harus bisa mengendalikan diri, jangan sampai Laila mendengar suaranya."Kalo gitu ayo kita berangkat," ajakku.Kami lalu berjalan bersama menuju mobil. Setelah sama-sama di dalam mobil, aku langsung melajukan kendaraan memecah keramaian kota. Di perjalanan, Laila diam saja. Aku pun bingung harus memulai percakapan seperti apa. Kenapa kedekatan kami sekarang membuatku canggung, mungkin karena status kami yang sudah berubah."La, bagaimana kabar keluargamu? Aku dengar kamu

  • Pesona Janda Anak Satu    Bab 64. POV Malik

    Melihat Laila lagi membuatku merasa ingin segera mengatakan padanya, bahwa aku masih mencintainya. Entah kenapa sulit sekali melupakan Laila, mungkin Laila bisa begitu mudah melupakan aku. Tapi tidak denganku, justru aku ingin memberitahu ia bahwa rasa ini masih sama."Permisi Pak." Senyuman itu masih sama, tatapan dan pesonanya masih berhasil membuat dada ini berdetak lebih cepat. Laila tak bisa membuatku melupakan apapun yang ada padanya. Laila bagiku gadis yang tak pernah bosan dipandang. Aku merasa selalu terhipnotis dengan tatapannya.Padahal sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak bertemu. Tapi kenapa aku masih saja gugup melihatnya, Laila selalu berhasil membuatku salah tingkah."Aku mau memperjuangkan Laila lagi, Wan.""Apa? Lo gila?" teriak Ridwan terkejut."Memang kenapa? Kamu kan tahu bagaimana perasaanku pada Laila sejak dulu, kenapa harus kaget?" tanyaku tak paham dengan sikapnya.Setahuku Ridwan selalu memintaku mencari Laila dan memperjuangkan dia lagi, tapi kenapa sek

  • Pesona Janda Anak Satu    Bab 63. Merasa punya kesempatan.

    Sudah beberapa bulan berlalu, Laila dan Malik kembali dekat. Mereka sering bertemu di restoran, Malik bahkan tidak pernah absen mengunjungi restoran miliknya semenjak tahu Laila bekerja disana."Kalian sadar ngga sih kalo Pak Malik sering ke restoran," celetuk Windi. Gadis satu itu memang suka menjadi pemicu untuk mereka membicarakan orang lain."Huss. Kamu tuh Windi, sering banget ngomong asal, dia itu Bos kita," selah Ayu."Seriusan. Kamu ngerasa ngga sih sikap Pak Malik itu beda, apalagi kalo udah ketemu Laila. Aku jadi curiga," balas Windi ."Curiga apa?" tanya Ayu penasaran."Jangan-jangan Pak Malik dan Laila pacaran." Justru Sindi yang menjawab tanpa ragu."Apa?" teriak Windi begitu syok."Ngga mungkin lah Pak Malik pacaran sama Laila," sanggah Ayu tidak percaya."Iya bener, aku juga ngga yakin kalo Pak Malik suka sama Laila. Perbedaan mereka aja bagai langit dan bumi," timpal Windi."Tapi aku bisa lihat perbedaan pandangan Pak Malik saat menatap Laila. Mungkin juga Pak Malik suk

  • Pesona Janda Anak Satu    Bab 62. Zidan marah.

    "Apa yang Mama lakukan pada Oliv! Aku ngga terima Ma!" teriak Zidan marah."Mama tidak melakukan apa-apa. Bukannya Istrimu sendiri yang ingin pergi dari sini?" sanggah Anggraini tidak merasa bersalah."Tapi semua itu karna perkataan Mama! Mama yang buat Istriku pergi!""Cukup Zidan! Jangan kurang ajar sama Mama!""Mama yang ngga pernah mengerti aku!" selah Zidan matanya merah menyala, dadanya bergemuruh karena terlalu kesal dengan sikap Anggraini.Sebelumnya Zidan selalu bersikap hormat pada mamanya, tapi tidak dengan sekarang. Menurut Zidan, sang ibu sudah sangat keterlaluan dalam mencampuri urusan rumah tangganya. Mungkin saat dirinya menjalin hubungan dengan Laila, Zidan masih mampu menurut dan menerima perlakuan mamanya terhadap istirnya. Tapi tidak dengan sekarang, Zidan merasa benar-benar mencintai Oliv. Ia merasakan kebahagiaan atas pernikahannya yang sekarang.Ia tidak mau kehilangan Oliv begitu saja karena bagi Zidan Oliv kebahagiaan yang tak akan bisa digantikan oleh apapun.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status