Share

Chapter 2 Dapur Istana sang Putri

Rosaline terus berjalan mengikuti sang pelayannya.

Dia baru sadar bahwa postur tubuh sang pelayan begitu tegap dan berbeda dari pelayan-pelayan istana yang selama ini ia ketahui. Gerak-gerik dari Linette terlihat seperti seseorang yang selalu awas dan sigap. 

Langkah keduanya berhenti di sebuah pintu kayu besar.

Linette segera mendorong pintu itu hingga terbuka dan sebuah ruangan gelap menyambut mereka.

Tangan dari sang pelayan menyusuri tembok sampai akhirnya menemukan sebuah sakelar dan menyalakan lampu yang ada di ruangan itu. Di hadapan mereka, terdapat sebuah dapur yang begitu besar, bisa di bilang itu adalah dapur terbesar yang pernah dilihatnya. 

“Nona, tunggu di sini, saya akan panggilkan koki istana.” 

Rosaline mengangguk dan melihat Linette yang berjalan menjauh.

Ditinggalkan sendiri bukan berarti Rosaline hanya berdiri diam memandangi dapur besar di hadapannya. Muncul sebuah keinginan dari dalam dirinya untuk membuka kulkas besar yang ada di ujung ruangan dan memasak masakan sendiri. Akan tetapi, lebih baik ia tidak menyentuh atau membuat kekacauan di dapur.

Waktu berlalu dan sang pelayan belum kembali juga. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk membuka kulkas dan mengambil beberapa makanan yang ada dan memasak sendiri makanan untuknya sendiri.

Setelah masakannya matang dan Rosaline tengah menyusun makanannya di atas sebuah piring, barulah pintu terbuka. Terlihat Linette beserta seorang pria bertubuh besar masuk. Namun, kedua orang itu terkejut ketika melihat sang putri yang sedang menyusun makanan. 

“Y-Yang Mulia!” pekik sang koki istana.

“Nona! Apa yang anda lakukan?”

Ekspresi bingung seketika menghiasi wajah Rosaline. “Memasak. Apalagi?” 

“Nona! Anda bisa melukai diri sendiri dengan pisau yang tajam itu!” 

Rosaline melirik ke arah pisau yang berada di dekatnya lalu menatap Linette. 

“Aku sudah tidak memegang pisau itu…” 

Kedua orang itu menghampiri Rosaline dan alangkah terkejtunya mereka ketika mereka melihat hidangan yang dibuat oleh Rosaline. 

“Nona? Maafkan kelancangan saya tapi apa selama ini nona diam-diam belajar memasak? Masakan nona terlihat sangat mewah!” ujar koki istana. 

Rosaline benar-benar tidak mengerti dengan kedua orang yang ada di hadapannya.

Apa yang begitu spesial dari seorang putri kerajaan yang memasak masakannya sendiri? Rosaline mengangkat piring makan yang berisi makanan yang sudah ia tata sebelumnya, lalu mengambil sebuah sendok emas dan memakan makanannya. Matanya berbinar ketika makanan enak itu masuk ke dalam mulutnya. Berbagai macam rasa meledak di mulutnya. 

“E-Enak! Linette, koki istana, apa kalian mau mencobanya?” 

“Nona! Kami tidak berhak memakan makanan yang sama dengan anggota kerajaan.” 

“Ayolah, kali ini saja?” tawar Rosaline.

Linette dan koki istana saling bertatapan sebelum akhirnya dengan ragu mengambil alat makan baru dan mencicipi hidangan itu. 

Setiap suapan membuat keduanya terkejut.

“N-Nona! Ini sangat enak! Apa anda bersedia membagi resep makanan ini dengan saya?” 

Air mata mengalir dari mata Linette seusai ia memakan makanan itu, “Nona.. .Saya sangat terharu!” 

Ketiga orang yang sedang sibuk dengan makanan tidak menyadari langkah kaki seseorang yang mendekat ke arah mereka dan sebuah suara mengagetkan ketiganya. 

“Wangi apa ini?”

Suara seorang pria mengagetkan ketiga orang itu dan mereka langsung menoleh ke arah sumber suara. Di belakang mereka, seorang pria berambut pirang dan tinggi tersenyum ke arah Rosaline dan kedua staf kerajaan. 

“Y-Yang Mulia!” pekik sang koki istana. 

“P-Pangeran Kane!” 

“Kane?”

“Ada yang bisa saya bantu?” Tubuh sang koki istana terlihat gemetaran melihat kedatangan sang pangeran. Seulas senyum hangat terukir di wajahnya sembari ia menggelengkan kepalanya. 

“Tidak ada. Aku kemari karena kebetulan aku sedang tidak bisa tidur dan mendengar suara yang berasal dari dapur. Apa yang sedang kalian lakukan? Oh? Rosaline?” 

Raut wajah terkejut sang pangeran tidak dapat disembunyikan. Sama seperti Linette, Kane tidak menyangka bahwa Rosaline akan menginjakkan kakinya di dapur istana. 

“Apa yang kamu lakukan malam-malam? Bukankah kamu paling tidak ingin makan di malam hari? Terlebih lagi sekarang sudah lewat tengah malam…” 

Dengan mulut yang penuh dengan makanan, Rosaline mencoba menjawab tetapi mengingat identitasnya sebagai seorang putri--tidak pantas jika ia melakukan hal itu. Rosaline menelan makanan yang ada di mulutnya sebelum membuka mulutnya untuk berbicara. 

“Aku… hari ini tidur terlalu lama sampai-sampai aku tidak sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam dan aku sangat lapar jadi mau tidak mau aku mengisi perutku.” 

“Bagaimana keadaanmu, adikku? Apa efek minuman kerasnya masih ada? Kamu ini… bagaimana bisa kamu minum meskipun kamu memiliki kondisi seperti itu.” 

Nadanya terdengar seperti sedang memarahi Rosaline, tapi cara ia menyampaikan tiap katanya terasa begitu hangat dan lembut. Sungguh sangat ambigu sikap "kakaknya" ini.

“Maaf… Hanya saja aku sepertinya membutuhkan sedikit minuman keras—” 

“Untuk menenangkan diri? Apa kamu sebegitu tidak inginnya bertunangan dengan Marques Ralli?” 

 

Kane menatap tajam Rosaline. Namun, dia kemudian berjalan mendekati adiknya dan mengusap kepala Rosaline dengan lembut. 

“Tidak apa-apa. Sayangnya, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menuruti keinginan ayahanda. Jika Ralli berbuat tidak sopan atau tidak senonoh padamu, maka aku akan melindungimu!” 

Sebuah senyuman hangat terukir di wajah sang pangeran lalu tatapan matanya terarah ke piring makanan yang ada di hadapan Rosaline. Tapi, perempuan itu hanya diam saja. Dia takut sekali dengan Kane. Ada hal aneh yang sepertinya disembunyikan pria itu. Namun, Rosaline tidak dapat menemukannya. Bahkan, ingatan dari "Kazuha" tidak bisa membantu sama sekali. 

“Hm? Apa itu? Masakan apa yang kamu masak, kepala koki?” Ucapan Kane menyadarkan Rosaline dari lamunannya. 

Sontak, dia melirik kepala koki juga.

“Y-Yang Mulia! Saya tidak memasak makanan itu… Tuan Putri yang memasaknya sendiri.” 

Raut wajah Kane berubah drastis dan seketika tangannya mencengkram kerah baju dari koki istana tersebut. 

“Apa yang telah kau lakukan? Apa kamu mau membiarkan adik kecilku kehilangan sebuah jari karena telah memegang pisau? Apa kamu tahu jika ini adalah pertama kalinya dalam hidup ia memegang senjata tajam? Apa kamu akan bertanggung jawab jika hal buruk terjadi pada adikku? Apa kamu siap mengganti sebuah jari dengan kepalamu?” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status