Melihat pemandangan itu, Rosaline amat terkejut hingga tanpa sengaja menjatuhkan sendok yang sedang dipegangnya. Sekujur tubuh sang koki gemetaran karena rasa takut dan mulutnya terlihat sedang berusaha mengucapkan sesuatu.
Sontak, Rosaline langsung menghampiri Kane dan berusaha membujuknya untuk melepaskan sang koki.
“Tidak! Aku sendiri yang memang ingin belajar untuk memasak! Jangan salahkan dia…! Dia tidak bersalah! Aku juga berhati-hati dan aku berjanji aku tidak akan menyakiti diriku sendiri hanya karena ini jadi aku mohon… lepaskan dia.”
Kane menatap sang adik dengan tatapan tidak percaya dan perlahan-lahan tangannya melepaskan sang koki istana. Kedua tangannya kini menggenggam tangan adiknya dengan lembut dan tatapan penuh arti ia lontarkan pada sang adik.
“Rosaline… Aku hanya tidak dapat mempercayai bahwa kamu telah melakukan hal yang paling tidak ingin kamu lakukan seumur hidupmu… Aku bangga padamu.”
Ada yang aneh dari pemuda itu. Sesaat yang lalu, amarah memenuhi sang pangeran dan dalam sekejap. Sikapnya berubah menjadi sangat lembut di hadapan Rosaline.
"Aku harus menjaga jarak dengan pria ini," batin Rosaline dalam hati.
“Bolehkan aku mencoba masakan adikku?” tanya Kane tiba-tiba.
Dengan ragu, Rosaline mengangguk dan membiarkan tangan Kane mengambil sesuap makanan dari piringnya.
Mata pria itu tiba-tiba membola. “Luar biasa! Aku tidak menyangka kamu memiliki sebuah bakat terpendam! Kamu harus memberitahu ayah dan ibu tentang hal ini!”
Rosaline hanya bisa mengangguk sebelum akhirnya Kane tersenyum lalu berbalik badan. “Aku akan kembali ke kamarku. Jangan tidur terlalu larut, Rose!”
Rosaline mengamati punggung Kane yang semakin lama semakin jauh dan akhirnya tidak terlihat lagi.
Di sisi lain, Linette berusaha menenangkan sang koki istana.
“Tidak akan ada yang terjadi. Mungkin, harinya sedang tidak baik,” ujar Linette.
“Aku paham. Hanya saja, aku tidak menyangka bahwa ia akan semarah itu hanya karena masalah seperti ini. Aku tidak mengerti kenapa sikapnya harus—”
Tangan Linette menutup mulut dari sang koki istana lalu ia memberikan sebuah gestur sambil menunjuk ke arah Rosaline seakan-akan memberitahu bahwa "masih ada Rosaline di tempat itu dan jangan sampai mereka mengucapkan hal yang tidak seharusnya diucapkan".
“Nona, apa Anda sudah selesai makan?” tanya Linette mendadak.
“Sudah. Sepertinya aku akan kembali saja dan melanjukan tidurku.”
“Mari saya antar.”
Rosaline pun mengangguk dan kembali ke kamarnya.
Meski demikian, diam-diam dia mulai berpikir mengenai hal apa yang harus dia lakukan sebagai Rosaline. Bahkan, sampai dia tertidur.
******Keesokan harinya******
“Nona! Bangunlah! Anda harus segera bangun!”
Sambil menggerutu, Rosaline terduduk di kasurnya dan menatap ke arah pelayan pribadinya, Linette dengan kesal.
“Nona, apa Anda lupa jika hari ini anda ada janji?”
“Janji? Janji apa?”
“Janji dengan tunangan anda, nona.”
“Marques Ralli?”
“Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Tuan Marques?”
Linette mengulurkan kedua tangannya pada nonanya itu. Namun, reaksi Rosaline mengagetkan wanita muda berambut hitam itu karena Rosaline hanya diam terpaku memandangi tangan yang terulur itu.
Beberapa saat kemudian, Rosaline seperti tersadar dan memegang kedua tangan Linette dan turun dari kasurnya.
“Nona? Apa efek minuman nya masih ada?” tanya Linette ketakutan.
“Apa? Tidak kok, kenapa?”
“Bukan apa-apa. Biasanya nona selalu menyuruhku untuk mengulurkan tangan untuk turun dari kasur tapi pagi ini nona hanya diam saja.”
Dalam benaknya, ia tidak dapat membayangkan betapa manjanya tuan putri satu ini dan jika ia terus menerus melakukan hal yang tidak biasanya dilakukan.
Orang-orang akan semakin curiga padanya oleh karena itu. Ia memutar otaknya dan berusaha melakukan hal yang biasanya mungkin dilakukan oleh seorang putri kerajaan.
Seusai bersiap-siap dengan bantuan pelayannya, Rosaline berjalan ke pintu kamarnya--sampai suara Linette menghentikan langkahnya.
“Nona, jangan lupakan cincin pertunangan anda!”
Linette membawakan sebuah cincin perak dengan sebuah mutiara yang begitu cantik. Dengan cepat, pelayan itu mengenakan cincin itu pada jari manis Rosaline dan entah mengapa Rosaline merasa ingin melepaskan cincin itu begitu ia memakainya.
“Haruskah?” tanya Rosaline tak nyaman. Entah mengapa, perasaannya tidak nyaman setiap mendengar pertunangannya.
Linette segera mengangguk. “Tentu saja, Anda 'kan akan bertemu dengan tunangan Anda.”
Sambil menghela nafas, Rosaline pun menuruti perkataan Linette lalu lanjut berjalan menuju perpustakaan.
*******Setibanya di depan pintu perpustakaan, Rosaline hendak membuka pintu besar yang megah itu. Namun, sebuah tangan terulur membukakan pintu bagi sang putri.
Aroma musk tercium oleh sang gadis. Rosaline pun menoleh untuk melihat siapa pemilik tangan itu dan di belakangnya.
Seorang pria berambut dengan mata layaknya sebuah batu ruby yang sedang menatapnya tajam. “Selamat pagi, putri.”
“Tuan Duke!” pekik Linette.
“Selamat pagi, Linette.”
Mendengar namanya disebut, Linette langsung membungkuk memberi hormat pada pria tersebut. Sontak, Rosaline terkejut. Apakah dia harus mengucapkan salam pada pria ini?
“Selamat pagi … Duke?” Dengan ragu, Rosaline memilih menyapa. Namun, dia tidak mengenal pria itu dan sama sekali tidak tahu namanya.
Mendengar sapaan dari Rosaline, pria itu terkejut. “Rose, kamu sungguh aneh.”
Deg!
Rosaline terkejut. Ternyata, akting perempuan itu tidak mampu menutupi ketidaktahuannya. Seketika, dia teringat "sikap" Rosaline dalam cerita: putri kasar dan tidak menghargai orang lain!
“Hei! Siapa yang kamu sebut aneh?!” teriak Rosaline mendadak.
Sang Duke hanya menatap sang putri dengan tatapan heran, sedangkan Linette yang berada di samping Rosaline langsung mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu dan membisikkan sesuatu.
“Nona… Apa anda sedang bercanda? Sepertinya, Anda masih belum sepenuhnya lepas dari pengaruh minuman itu. Apakah Anda benar-benar tidak mengenali tuan Duke?”
Rosaline menjawab dengan sebuah gelengan pelan.
“Nona…” Linette menghela nafas. “Bisa-bisanya, Anda melupakan Duke Callyx Seibert--teman masa kecil anda yang selalu menemani anda…”
“Callyx Seibert?”
Seketika sebuah rasa sakit kepala hebat melanda Rosaline dan ia memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Kakinya seketika menjadi lemah dan tubuhnya tidak lagi seimbang. Melihat hal itu, sang Duke--Callyx Seibert--langsung dengan sigap bergerak mendekati sang putri.
“A-Ada apa ini?”
“Rose! Apa yang terjadi?” Callyx menangkap tubuh mungil Rosaline yang nyaris terjatuh dan raut wajahnya penuh dengan kekhawatiran.
Tiba-tiba sebuah memori tampak terputar di dalam kepala sang gadis dan ia melihat dua orang anak kecil yang tengah bermain di taman istana. Salah seorang anak itu terlihat mirip dengan Callyx.
“Rose! Ayo ikut denganku!” teriak Callyx kecil.
“Cal! Kemana kita akan pergi?”
“Danau! Aku jelaskan nanti!”
“Sebaiknya kamu jelaskan atau aku akan marah.”
Tawa kecil terdengar dari mulut Callyx, “Aku pasti akan menjelaskannya, jangan marah nona kecil!”
Tangan mungil keduanya bertautan selagi mereka berlari menuju tempat tujuan mereka yaitu sebuah danau.
Kenangan itu terhenti di adegan ketika kedua anak itu berlari dan kembali ke masa kini.
Rosaline mendapati Callyx yang tengah memeganginya. Tangannya yang kuat melingkar di pinggang kecil dari sang gadis dan matanya yang berwarna merah bak batu ruby tertuju pada wajah Rosaline. Mata Callyx sangat indah dan membuat Rosaline seakan-akan tersihir ketika melihatnya.
“Rose…”
Pria itu begitu mempesona sampai-sampai Rosaline tidak dapat mengatur jantungnya yang berdebar dengan sangat kencang. Keduanya terdiam sampai akhirnya bibir dari sang duke bergerak dan sebuah kalimat keluar dari mulutnya. “Rose, apa kamu baik-baik saja?” Seketika Rosaline bergerak melepaskan diri dari sang Duke dan dengan canggung ia mundur beberapa langkah. “Maafkan saya, tuan Cal atas kecerobohan yang telah saya perbuat. Permisi!” Karena rasa malunya, Rosaline sampai lupa jika posisinya dalam hierarki kerajaan lebih tinggi dari pria itu. Rosaline bahkan langsung berlari masuk ke dalam perpustakaan. Langkahnya baru terhenti ketika ia melihat seorang pria lain yang tengah berdiri menatap keluar jendela membelakangi sang putri. Postur tubuh yang nyaris sempurna dan rambut perak panjang yang berkilauan, membuat siapapun terpesona hanya dengan melihat dari sisi belakang saja. Seakan menyadari kehadiran Rosaline, sosok itu pun berbalik badan dengan seulas senyum hangat terukir
Melihat sang tunangan yang terbelalak karena hadiah itu, Sylveryn menyunggingkan senyuman ramah sebelum melontarkan sebuah pertanyaan pada gadis itu. “Yang Mulia, ada apa? Anda tidak menyukai hadiah yang telah saya persiapkan?” Gadis itu terdiam dan tangan mungilnya membuka halaman pertama buku itu. Sebuah tulisan tangan nan rapi menyambutnya dan ia membaca tulisan itu. Kepada calon nyonya Ralli. Saya hadiahkan buku ini bagi Anda supaya Anda bisa mengerti bagaimana menjadi seorang istri yang layak dan mau melayani suaminya. “A-Apa ini…” “Oh, Rosaline! Statusmu sekarang adalah calon istriku dan sebagai calon istriku, kamu harus bisa mengerti cara menjadi seorang istri. Kamu harus bisa melepaskan diri dari kekuasaanmu dan juga semua kemegahan yang kamu punya. Kamu akan menjadi istriku dan juga … Pelayanku.” Pria itu lalu tersenyum miring.“Apa? Apa kamu bilang?” Rosaline terkejut setengah mati. Semua image baik milik tunangannya itu luntur dalam sekejap! “Putri, apa Anda tidak
Setelah membersihkan balkon kamar sang putri, Linette kembali untuk membawa nonanya yang tengah berdiri memandangi langit malam masuk ke dalam kamarnya. “Nona, ayo masuk ke dalam. Sudah saatnya untuk tidur.” “Linette.” panggil sang putri. “Ada apa, nona?” “Apa yang akan terjadi jika aku memilih untuk tidak menikahi tuan marques?” “Apa? Apa saya tidak salah dengar, nona?” Gadis itu berbalik badan dan menghadap pelayannya. Salah satu tangannya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Angin malam yang berhembus menyibakkan rambut panjangnya yang cantik dan pemandangan itu mampu membuat siapa pun terpesona. “Kamu tidak salah dengar, Linette.” “Nona! Apa yang anda lakukan?” “Aku? Tentu saja membatalkan pertunangan ini.” Linette mundur selangkah setelah mendengar ucapan dari sang putri. Dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan dan ia meragukan apakah sang putri kini sedang berada dalam akal sehatnya. Bagaimana bisa gadis itu tiba-tiba memutuskan untuk membatalkan pertu
“Tentu saja, nona. Kenapa anda bertanya ketika anda sudah tahu jawabannya?” “Hanya memastikan.” Pintu ruangan itu terbuka dan di hadapannya, berdiri seorang wanita paruh baya yang memakai pakaian yang sama dengan Linette. Rosaline menyadari bahwa wanita itu terlihat mirip dengan Linette. “Putri Rosaline. Yang Mulia telah menanti anda di dalam. Silahkan masuk.” Rosaline mengangguk dan melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar sang ratu. Kamar itu jauh lebih luas dari kamarnya dan seorang wanita yang sangat elegan terlihat tengah duduk di sofa mewah yang ada di tengah ruangan sambil membaca sebuah buku. “Yang Mulia, putri anda telah tiba.” “Oh anakku, akhirnya kamu selesai juga! Nyaris aku tertidur karena menunggu.” Linette yang berada di belakang Rosaline membungkuk memberi hormat pada sang ratu. “Ratu Lavinia.” “Linette.” Ratu Lavinia beranjak dari sofa dan berjalan ke arah putri kesayangannya. Tangannya merangkul sang gadis dengan lembut. “Apa kamu sudah siap?” Ro
Sang putri terkejut melihat seorang gadis yang tengah berdiri di hadapan Ratu Lavinia dan tengah berbincang dengan sang ratu. "K-Kamu…" Kedua orang itu menoleh dan gadis yang dilihat oleh sang putri membungkuk memberi hormat sambil melontarkan sebuah senyuman ramah pada Rosaline. "Putri Rosaline. Senang bertemu dengan anda di sini." "Ophelia…" Dalam cerita yang dulu sering dibacakan oleh sang nenek, ada seorang gadis muda yang juga merupakan adik dari Marques Ralli, Ophelia Ralli. Menurut cerita, gadis itu merupakan seseorang yang begitu dibenci oleh Rosaline karena orang yang dicintai sang putri lebih memilih seseorang yang memiliki kedudukan lebih rendah darinya. "Ophelia Ralli, apa kamu sedang mencari gaun juga?" tanya sang ratu. "Benar sekali, Yang Mulia." “Apa kamu datang sendiri?” “Benar, Yang Mulia. Kakak saya sedang sangat sibuk mempersiapkan pernikahannya tetapi ia pasti akan datang ke acara malam ini.” “Putriku sangat tidak sabar untuk acara makan malam na
Semua orang menoleh dan alangkah terkejutnya mereka semua ketika melihat penampilan dari sang putri terlebih lagi ibunya, Ratu Lavinia. “R-Rosaline!” pekik sang ratu. Sang ratu berjalan mendekati Rosaline dan menariknya ke ujung ruangan. “Apa yang terjadi, putriku? Kenapa kamu mengenakan gaun hitam? Apa Linette yang memberikanmu gaun hitam ini? Mana dia?” “Ibu, ini adalah keinginanku sendiri.” “Tapi kenapa? Bukankah tadi siang kamu membeli gaun dengan warna lain?” “Tidak, ibu. Maafkan jika aku berbohong tetapi memang aku yang memilih gaun ini dan ada alasannya.” “Apa alasannya? Tapi ini acara makan malam, sayang. Tidak bisakah kamu ganti terlebih dulu?” “Maafkan aku, ibu. Aku tidak akan menggantinya.” Rosaline berjalan menuju salah satu kursi kosong yang berada di sebelah kakaknya lalu duduk di sana. Kedua mata kakaknya tertuju padanya dan terlihat bahwa ia sangat terpesona dengan penampilan adiknya. Kane bergerak mendekati telinga adiknya lalu membisikkan sesuatu pada
“Astaga!” Rosaline menoleh dan mendapati sosok Callyx yang tengah berdiri sambil menatapnya. Tangannya meraih sesuatu yang menyentuh pundaknya dan ia menyadari bahwa itu adalah jas yang dipakai sang duke ketika ia makan malam. “Apa yang kamu lakukan di sini sendirian?” “Mencari udara segar. Kamu sendiri? Bagaimana bisa kamu menemukanku disini?” Callyx Seibert duduk di sebelah sang putri sambil mengulurkan tangannya dan menyelipkan rambut panjang milik gadis itu ke belakang telinga. “Bukankah ini tempat yang selalu kamu datangi ketika kamu ingin menenangkan diri?” “Benar.” “Omong-omong, apa yang kamu lakukan tadi…” “Pembatalan pertunangan?” Callyx mengangguk, “Benar. Aku tidak menyangka kamu akan melakukan itu.” Rosaline terdiam sambil kembali memandangi pantulan dirinya di air. Di sebelahnya, Callyx terlihat ragu untuk melakukan sesuatu. “Apakah menurutmu itu hal yang tepat?” tanya sang duke. “Tentu saja. Aku sudah memikirkannya dengan matang. Apa yang membuatmu
Callyx terdiam sambil menatap ke arah Rosaline setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh gadis itu. “Wanita seperti…” “Rosaline!!!” Teriakan seseorang mengagetkan keduanya dan membuat Callyx tidak melanjutkan kalimatnya. Sekali lagi terdengar suara seseorang yang terus memanggil sang gadis. “Itu suara raja…” gumam Callyx. Mendengar itu Rosaline beranjak dari duduknya. “Sampai nanti, Callyx. Kamu berhutang jawaban atas pertanyaan tadi. Selamat malam!” Rosaline berlari menuju ke arah sumber suara meninggalkan Callyx sendirian yang duduk sambil menatap ke arah sang gadis yang semakin lama semakin jauh hingga akhirnya menghilang. Callyx melihat ke arah langit malam lalu tangannya menutupi wajahnya yang sedikit merona. “Hampir saja… Rose…” Callyx berdiri dan pergi meninggalkan tempat itu. Di sisi lain, Rosaline berjalan menghampiri sumber suara dan dari kejauhan, ia melihat sang raja, ratu dan juga kakaknya, Kane sedang berdiri menunggu kedatangannya. Rosaline s