Share

Chapter 3 Bingung

Melihat pemandangan itu, Rosaline amat terkejut hingga tanpa sengaja menjatuhkan sendok yang sedang dipegangnya. Sekujur tubuh sang koki gemetaran karena rasa takut dan mulutnya terlihat sedang berusaha mengucapkan sesuatu.

Sontak, Rosaline langsung menghampiri Kane dan berusaha membujuknya untuk melepaskan sang koki.

“Tidak! Aku sendiri yang memang ingin belajar untuk memasak! Jangan salahkan dia…! Dia tidak bersalah! Aku juga berhati-hati dan aku berjanji aku tidak akan menyakiti diriku sendiri hanya karena ini jadi aku mohon… lepaskan dia.” 

Kane menatap sang adik dengan tatapan tidak percaya dan perlahan-lahan tangannya melepaskan sang koki istana. Kedua tangannya kini menggenggam tangan adiknya dengan lembut dan tatapan penuh arti ia lontarkan pada sang adik. 

“Rosaline… Aku hanya tidak dapat mempercayai bahwa kamu telah melakukan hal yang paling tidak ingin kamu lakukan seumur hidupmu… Aku bangga padamu.” 

Ada yang aneh dari pemuda itu. Sesaat yang lalu, amarah memenuhi sang pangeran dan dalam sekejap. Sikapnya berubah menjadi sangat lembut di hadapan Rosaline. 

"Aku harus menjaga jarak dengan pria ini," batin Rosaline dalam hati.

“Bolehkan aku mencoba masakan adikku?” tanya Kane tiba-tiba.

Dengan ragu, Rosaline mengangguk dan membiarkan tangan Kane mengambil sesuap makanan dari piringnya. 

Mata pria itu tiba-tiba membola. “Luar biasa! Aku tidak menyangka kamu memiliki sebuah bakat terpendam! Kamu harus memberitahu ayah dan ibu tentang hal ini!” 

Rosaline hanya bisa mengangguk sebelum akhirnya Kane tersenyum lalu berbalik badan. “Aku akan kembali ke kamarku. Jangan tidur terlalu larut, Rose!” 

Rosaline mengamati punggung Kane yang semakin lama semakin jauh dan akhirnya tidak terlihat lagi.

Di sisi lain, Linette berusaha menenangkan sang koki istana. 

“Tidak akan ada yang terjadi. Mungkin, harinya sedang tidak baik,” ujar Linette. 

“Aku paham. Hanya saja, aku tidak menyangka bahwa ia akan semarah itu hanya karena masalah seperti ini. Aku tidak mengerti kenapa sikapnya harus—” 

Tangan Linette menutup mulut dari sang koki istana lalu ia memberikan sebuah gestur sambil menunjuk ke arah Rosaline seakan-akan memberitahu bahwa "masih ada Rosaline di tempat itu dan jangan sampai mereka mengucapkan hal yang tidak seharusnya diucapkan". 

“Nona, apa Anda sudah selesai makan?” tanya Linette mendadak.

“Sudah. Sepertinya aku akan kembali saja dan melanjukan tidurku.” 

“Mari saya antar.” 

Rosaline pun mengangguk dan kembali ke kamarnya.

Meski demikian, diam-diam dia mulai berpikir mengenai hal apa yang harus dia lakukan sebagai Rosaline. Bahkan, sampai dia tertidur.

******Keesokan harinya******

“Nona! Bangunlah! Anda harus segera bangun!” 

Sambil menggerutu, Rosaline terduduk di kasurnya dan menatap ke arah pelayan pribadinya, Linette dengan kesal. 

“Nona, apa Anda lupa jika hari ini anda ada janji?” 

“Janji? Janji apa?”

“Janji dengan tunangan anda, nona.” 

“Marques Ralli?” 

“Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Tuan Marques?” 

Linette mengulurkan kedua tangannya pada nonanya itu. Namun, reaksi Rosaline mengagetkan wanita muda berambut hitam itu karena Rosaline hanya diam terpaku memandangi tangan yang terulur itu.

Beberapa saat kemudian, Rosaline seperti tersadar dan memegang kedua tangan Linette dan turun dari kasurnya. 

“Nona? Apa efek minuman nya masih ada?” tanya Linette ketakutan.

“Apa? Tidak kok, kenapa?” 

“Bukan apa-apa. Biasanya nona selalu menyuruhku untuk mengulurkan tangan untuk turun dari kasur tapi pagi ini nona hanya diam saja.” 

Dalam benaknya, ia tidak dapat membayangkan betapa manjanya tuan putri satu ini dan jika ia terus menerus melakukan hal yang tidak biasanya dilakukan.

Orang-orang akan semakin curiga padanya oleh karena itu. Ia memutar otaknya dan berusaha melakukan hal yang biasanya mungkin dilakukan oleh seorang putri kerajaan.

Seusai bersiap-siap dengan bantuan pelayannya, Rosaline berjalan ke pintu kamarnya--sampai suara Linette menghentikan langkahnya. 

“Nona, jangan lupakan cincin pertunangan anda!” 

Linette membawakan sebuah cincin perak dengan sebuah mutiara yang begitu cantik. Dengan cepat, pelayan itu mengenakan cincin itu pada jari manis Rosaline dan entah mengapa Rosaline merasa ingin melepaskan cincin itu begitu ia memakainya. 

“Haruskah?” tanya Rosaline tak nyaman. Entah mengapa, perasaannya tidak nyaman setiap mendengar pertunangannya.

Linette segera mengangguk. “Tentu saja, Anda 'kan akan bertemu dengan tunangan Anda.” 

Sambil menghela nafas, Rosaline pun menuruti perkataan Linette lalu lanjut berjalan menuju perpustakaan. 

*******

Setibanya di depan pintu perpustakaan, Rosaline hendak membuka pintu besar yang megah itu. Namun, sebuah tangan terulur membukakan pintu bagi sang putri.

Aroma musk tercium oleh sang gadis. Rosaline pun menoleh untuk melihat siapa pemilik tangan itu dan di belakangnya.

Seorang pria berambut dengan mata layaknya sebuah batu ruby yang sedang menatapnya tajam. “Selamat pagi, putri.”

“Tuan Duke!” pekik Linette. 

“Selamat pagi, Linette.” 

Mendengar namanya disebut, Linette langsung membungkuk memberi hormat pada pria tersebut. Sontak, Rosaline terkejut. Apakah dia harus mengucapkan salam pada pria ini?

“Selamat pagi … Duke?” Dengan ragu, Rosaline memilih menyapa. Namun, dia tidak mengenal pria itu dan sama sekali tidak tahu namanya.

Mendengar sapaan dari Rosaline, pria itu terkejut. “Rose, kamu sungguh aneh.”

Deg!

Rosaline terkejut. Ternyata, akting perempuan itu tidak mampu menutupi ketidaktahuannya. Seketika, dia teringat "sikap" Rosaline dalam cerita: putri kasar dan tidak menghargai orang lain!

“Hei! Siapa yang kamu sebut aneh?!” teriak Rosaline mendadak. 

Sang Duke hanya menatap sang putri dengan tatapan heran, sedangkan Linette yang berada di samping Rosaline langsung mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu dan membisikkan sesuatu. 

“Nona… Apa anda sedang bercanda? Sepertinya, Anda masih belum sepenuhnya lepas dari pengaruh minuman itu. Apakah Anda benar-benar tidak mengenali tuan Duke?” 

Rosaline menjawab dengan sebuah gelengan pelan. 

“Nona…” Linette menghela nafas. “Bisa-bisanya, Anda melupakan Duke Callyx Seibert--teman masa kecil anda yang selalu menemani anda…” 

“Callyx Seibert?” 

Seketika sebuah rasa sakit kepala hebat melanda Rosaline dan ia memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Kakinya seketika menjadi lemah dan tubuhnya tidak lagi seimbang. Melihat hal itu, sang Duke--Callyx Seibert--langsung dengan sigap bergerak mendekati sang putri.

“A-Ada apa ini?” 

“Rose! Apa yang terjadi?” Callyx menangkap tubuh mungil Rosaline yang nyaris terjatuh dan raut wajahnya penuh dengan kekhawatiran. 

Tiba-tiba sebuah memori tampak terputar di dalam kepala sang gadis dan ia melihat dua orang anak kecil yang tengah bermain di taman istana. Salah seorang anak itu terlihat mirip dengan Callyx. 

“Rose! Ayo ikut denganku!” teriak Callyx kecil. 

“Cal! Kemana kita akan pergi?” 

“Danau! Aku jelaskan nanti!” 

“Sebaiknya kamu jelaskan atau aku akan marah.” 

Tawa kecil terdengar dari mulut Callyx, “Aku pasti akan menjelaskannya, jangan marah nona kecil!” 

Tangan mungil keduanya bertautan selagi mereka berlari menuju tempat tujuan mereka yaitu sebuah danau. 

Kenangan itu terhenti di adegan ketika kedua anak itu berlari dan kembali ke masa kini.

Rosaline mendapati Callyx yang tengah memeganginya. Tangannya yang kuat melingkar di pinggang kecil dari sang gadis dan matanya yang berwarna merah bak batu ruby tertuju pada wajah Rosaline. Mata Callyx sangat indah dan membuat Rosaline seakan-akan tersihir ketika melihatnya. 

“Rose…”

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status