Share

Bab 2

“Jelasin, ini apa! Mas Raga menghadiri acara pernikahan teman mas tapi mas malah membawa Kezia bukan aku?”

Dengan raut wajah penuh kekecewaan Kania memperlihatkan sebuah foto yang Kezia posting di akun sosial medianya pada Raga. Foto saat wanita itu tengah menghadiri acara pesta pernikahan dengan suaminya.

“Itu teman dekatmu kan mas yang menikah? Kenapa kamu mengajak Kezia bukan aku? Sebenarnya istri mas itu aku apa Kezia?!”

“Jangan meninggikan suaramu ketika berbicara denganku!”

Terdengar hembusan napas panjang yang keluar dari mulut Kania. Selalu berakhir seperti ini setiap kali dirinya ingin marah pada suaminya. Bukan maksud Kania ingin berbicara dengan nada tinggi pada Raga, hanya saja mungkin Kania sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Bagaimana tidak, selama ini Raga selalu saja membuatnya kesal dan marah karena kedekatannya dengan Kezia. Meskipun Kania tahu Kezia kekasih suaminya, tapi bukankah dia ini istrinya? Seharusnya dialah yang diajak pergi bukan Kezia yang notabenenya hanyalah selingkuhannya.

Perlahan Kania pun mulai menahan emosinya. Wanita itu mencoba untuk tidak terlalu terbawa emosi dan berakhir menyesal. Nada bicara yang tadinya meninggi seketika berubah menjadi lembut. Dengan sorot mata penuh kekecewaan dan suara yang lembut Kania kembali meminta penjelasan pada suaminya kenapa suaminya itu memilih membawa Kezia dibanding dirinya pergi ke acara pesta pernikahan sahabatnya.

“Bukankah aku ini istrimu, mas? Seharusnya aku yang kamu ajak bukan dia. Tidak bisakah kamu menghargaiku sebagai istrimu?”

“Harus berapa kali juga aku jelaskan alasan kenapa aku tidak ingin membawamu ke acara teman atau kolegaku? Aku belum ingin semua orang tahu kalau kamu ini istriku. Untuk apa? Untuk keselamatanmu juga, kamu tahu kan banyak musuhku dalam bisnis yang ingin menggangguku? Kalau mereka sampai tahu kamu istriku, mereka bisa menyakitimu. Selain itu aku sering membawa Kezia juga karena alasan pekerjaan, tidak semua acara yang aku datangi pure untuk pesta melainkan diselingi pekerjaan juga.”

“Haruskah aku mempercayaimu lagi? Bukankah yang kemarin menikah ini sahabatmu? Setahuku acaranya sangat privat dan dia hanya mengundang teman-teman terdekatnya dan semua teman terdekatnya sudah tahu kalau aku ini istrimu. Jadi tidak akan jadi masalah kalau aku datang.”

Terlihat bagaimana saat ini Raga tampak kebingungan membalas ucapan Kania. Pria itu salah sudah berpikir jika Kania akan gampang percaya dengan penjelasan bohongnya. Dia tidak tahu seberapa pintar Kania mengetahui semua rencana dan kebohongan yang selama ini dia lakukan.

“Sudahlah aku tidak ingin bertengkar denganmu, aku mau mandi siapkan baju gantiku.” Tepat setelah mengatakan hal ini Raga langsung berjalan menuju kamar mandi. Sepertinya pria itu sengaja ingin menghindari banyak pertanyaan yang mungkin saja akan Kania tanyakan.

Dengan tatapan nanar Kania menatap pintu kamar mandi yang baru saja tertutup. “Sebenarnya aku ini istri atau pembantumu sih mas? Kamu hanya memintaku untuk melayanimu layaknya pesuruh tanpa ada sedikitpun kamu menghargaiku sebagai istrimu.”

Lagi, pada akhirnya Kania harus kembali menelan rasa pahitnya sebuah kehidupan berumah tangga dengan Raga. Jika ditanya apakah tidak lelah? Jawabannya tentu saja lelah, sangat lelah bahkan. Hanya saja Kania masih bisa menguatkan dirinya. Lagi lagi demi orang tuanya agar tidak kecewa mengetahui seberapa menyedihkan rumah tangganya bersama Raga.

Setelah menyiapkan segala keperluan Raga, Kania memutuskan untuk keluar kamar sekedar membantu menyiapkan makan malam. Namun sesampainya di meja makan, semua makanan sudah terhidang dengan rapi diatas meja itu.

“Ckk menantu macam apa kamu? Bukannya bantuin nyiapin makan malam malah baru keluar kamar jam segini,” sindir nyonya Anggun yang kebetulan baru saja selesai menyiapkan makan malam dengan dibantu oleh seorang pembantu.

Lagi, bukan hanya harus sabar menghadapi suaminya, Kania juga harus sabar menghadapi ibu mertuanya yang tidak pernah absen menyindir dan mencari kesalahannya agar bisa disalahkan dan direndahkan. Kania sudah sangat terbiasa dengan hal itu dan beruntungnya wanita itu sama sekali tidak pernah memikirkannya atau menganggapnya sebuah masalah.

“Kania, bisa ikut papa sebentar?” Sahut tuan Salim yang baru saja datang ke meja makan. Pria paruh baya itu adalah papa mertuanya.

Sambil tersenyum Kania mengangguk. Wanita itupun segera menyusul papa mertuanya keruangan kerjanya. Nyonya Anggun yang tampak penasaran ingin tahu apa yang ingin suaminya bicarakan dengan Kania pun berencana menguping tapi sayangnya sang suami sudah lebih dulu menegurnya dan memintanya untuk tidak ikut dan menguping pembicaraannya dengan Kania.

Kini Kania pun sudah berada didalam ruangan kerja papa mertuanya. Wanita itu mendudukkan dirinya tepat didepan meja besar yang biasa papa mertuanya gunakan untuk bekerja. Jujur saja Kania sangat gugup sekarang, takut memikirkan apa yang ingin papa mertuanya bicarakan dengannya karena selama ini papa mertuanya itu jarang sekali berbicara dengannya.

“Maaf pa, ada keperluan apa papa ingin berbicara dengan saya? Apa papa membutuhkan bantuan?” Tanya Kania berusaha sopan.

“Apa kamu ingin bekerja?”

“Maksud papa?”

“Papa sudah mengetahui semuanya, tentang Raga dan sekretarisnya. Apa kamu tidak ingin memantau mereka secara langsung? Papa ingin menawarimu pekerjaan dikantor Raga sebagai kepala keuangan, apa kamu mau?”

Bisa dilihat bagaimana terkejutnya Kania mendengar papa mertuanya menawarinya pekerjaan dikantor Raga. Jujur ini sangat mengejutkan bahkan Kania tidak pernah berpikir untuk bekerja disana. Namun jika dipikir sepertinya ini kesempatan bagus untuknya. Jika dia bekerja dikantor yang sama dengan suaminya dan Kezia, maka dia bisa memantau mereka. Dengan begitu Raga tidak akan bisa membohonginya lagi.

“Papa serius? Tapi bagaimana kalau mas Raga marah?”

“Itu kantor papa, papa yang berhak memutuskan untuk memperkerjakan siapapun disana. Kalau dia marah, bilang pada papa biar papa yang urus. Jadi bagaimana, mau atau tidak?”

Tanpa pikir panjang lagi Kania mengangguk menerima tawaran papa mertuanya. Toh tidak ada salahnya dicoba daripada menganggur dirumah dan berujung mendapat sindiran dari mama mertuanya.

“Saya mau, pa. Tapi kalau boleh, saya ingin meminta sesuatu. Tolong jangan beritahu mas Raga dulu kalau saya akan bekerja dikantornya.”

Pukul 10 malam tepatnya setelah menyelesaikan semua pekerjaan kantornya dirumah, Raga yang sudah mulai lelah dan mengantuk kembali ke kamar untuk istirahat. Melihat Kania masih sibuk memainkan ponselnya diatas ranjang, Raga pun langsung teringat dengan ucapan mamanya tadi yang mengatakan padanya jika sebelum makan malam tadi Kania sempat berbicara 4 mata dengan papanya diruang kerjanya. Raga penasaran dengan apa yang papanya dan Kania bicarakan tadi.

“Mama bilang tadi kamu dipanggil papa keruangan kerjanya, ada apa?” Tanya Raga tepat setelah pria itu mendudukkan dirinya ditepi ranjang.

“Rahasia,” balas Kania tanpa menoleh sedikitpun kearah suaminya.

“Aku ini suamimu, jangan pernah merahasiakan apapun dariku.”

Mendengar kata suamimu, Kania yang tadinya masih asik bermain ponsel langsung meletakkan ponselnya dan mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Raga. Dengan tatapan datar wanita itu menatap suaminya sambil berkata “Tumben ngakuin kalau kamu suamiku?”

“Kania.”

“Harus ya mas Raga tahu semuanya yang aku lakukan?”

“Harus.”

“Kenapa harus?”

“Karena aku suamimu. Aku tidak ingin ada rahasia diantara kita karena akupun juga tidak ada rahasia.“

“Oh iya lupa tidak ada rahasia yang mas Raga rahasiakan dariku. Bahkan selingkuh saja terang-terangan.”

Sadar dengan sindiran sang istri, Raga memilih untuk tidak melanjutkan kekepoannya pada Kania. Pria itu memilih untuk langsung tidur demi menghindari perdebatan dengan sang istri.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status