Share

Bab 5

"Ros, aku angkat telpon sebentar," kata Davin sebelum meninggalkannya.

Rose mengangguk meskipun terlihat marah. Dia yakin itu adalah telpon dari Kayla. Ia semakin penasaran pada gadis itu.

Rose menatap Davin yang menjauh darinya. Kesal diabaikan, Rose memutuskan untuk berjalan sendiri tanpa Davin. Ia menyusuri bangunan museum kemudian keluar.

Sementara disisi lain, Davin yang baru selesai dengan obrolannya bersama Kayla kebingungan begitu melihat Rose yang tidak ada di tempat semula. Matanya menatap kesana-kemari, namun tidak juga menemukannya.

"Ya ampun, pergi kemana tuh anak," bisik Davin.

Davin yang tidak melihat batang hidung Rose langsung menghubungi wanita itu. Nahasnya, ponsel Rose ada padanya. Tadi Rose sempat menitipkan barangnya ketika pergi ke toilet.

Davin memutuskan keluar gedung untuk mencari keberadaan Rose. Tidak sengaja matanya melihat sekelebat bayangan Rose berjalan menuju halte. Davin yang tidak sabaran langsung berlari untuk mengejarnya.

"Ros?" Dengan sedikit terburu Davin menarik tangan wanita itu yang ternyata bukan Rose. "Oh, sorry Mbak, salah orang."

"…" Wanita yang disangka Davin sebagai Rose melanjutkan langkahnya.

Davin terus mencari dan kali ini dia benar-benar menemukan Rose. Wanita itu sedang mengobrol dengan seorang pria. Entah kenapa Davin mulai kesal. Dia kesulitan mencarinya, tapi Rose justru santai mengobrol di depan sana.

"Ros." Davin menghampiri Rose kemudian menggenggam tangannya.

"Iya jadi..." Rose memutus obrolannya karena terkejut dengan sentuhan Davin, bahkan ia langsung melihat tangannya sendiri.

"Aku nyari kamu dari tadi. Lain kali jangan ngilang gitu aja," kata Davin. "Dan siapa..."

"Hai Dav."

"Alan?" Davin terkejut kemudian melepas tangan Rose. "Kamu ngapain di sini?"

Rose mengerutkan kening melihat tingkah Davin. Siapa pria ini hingga membuat Davin salah tingkah.

"Aku... Lagi jalan sama... Saudara."

"Oh, saudara darimana?"

"Dari kampung, dia lagi liburan, pingin lihat Jakarta katanya."

Davin mengangguk-angguk kemudian menyadari satu hal. Dia belum mengenalkan Rose pada sahabatnya.

"Ros, kenalkan, ini sahabat baikku, namanya Alan."

Rose tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada Alan. "Rose."

"Ah, jadi nama kamu Rose. Aku penasaran dari tadi. Udah ngobrol panjang lebar, tapi belum tahu namanya." Alan menerima uluran tangan Rose. "Alan."

Rose tertawa mendengar ucapan Alan. "Kenapa nggak tanya dari tadi?"

"Lupa karena asik ngobrol. Ya udah aku harus nyusul saudaraku dulu." Alan tersenyum pada Rose.

"Nikmati moment kalian," kata Alan sambil menepuk pundak Davin.

Davin yang mendapat perlakuan seperti itu dari sahabatnya justru merasa khawatir. Dan semua itu tampak jelas di wajahnya. Davin khawatir Alan akan mengatakannya pada Kayla. Hanya Alan yang mengetahui hubungannya dengan Kayla.

"Ada apa Dav?" tanya Rose meskipun dia sudah menebak kekhawatiran Davin.

“Nggak pa-pa.”

"Emmm. Oh ya, aku tadi sempet lihat kereta gantung, aku mau naik itu. Kamu mau nemenin aku kan?" pinta Rose

"Ros, sebaiknya kita pulang."

"Kalau gitu aku naik sendiri. Mana HP-ku?" Rose tidak menerima penolakan, dia bisa melakukannya sendiri jika memang Davin tidak bisa. "Kamu bisa pulang dulu, aku bisa nyari taksi nanti."

Rose mengambil tasnya sendiri karena Davin tidak juga memberikan tas itu. Rose meninggalkan Davin kembali. Jujur saja, ada sifat Davin yang tidak dia sukai. Pria itu tidak bisa tegas dan selalu bimbang.

Bukan tanpa sebab Davin mengajak Rose pulang, tadi saat Kayla menelponnya wanita itu mengatakan bahwa dia sedang demam. Kayla meminta Davin untuk membelikannya obat dan mengantarnya ke kos. Namun, dia juga tidak mungkin meninggalkan Rose sendirian apalagi wanita itu belum tahu arah jalan. Bisa-bisa Davin akan mendapat amukan dari kedua orang tuanya.

"Ros tunggu!" panggil Davin yang membuat Rose menoleh. "Biar aku temani, setelah itu kita bisa pulang kan?"

"Tentu," senyum Rose mengembang. Dia senang karena Davin mau menemaninya.

***

Di dalam kereta gantung yang hanya mereka tempati berdua, Rose memberanikan diri untuk bertanya.

"Dav, kenapa kamu nggak pernah ke London?"

Davin yang tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Rose hanya diam.

"Andai kamu datang lebih awal," sesal Rose.

Ya, andai Davin datang lebih awal dan menentukan sikap, semua tidak akan terasa rumit bagi Rose, pun bagi Davin. Sayangnya, Davin begitu pengecut untuk melakukannya.

"Maksudmu?"

Rose tersenyum, senyum yang ia paksakan hadir di antara pedihnya luka batinnya.

"Ya, andai kamu datang lebih awal kita bisa saling mengenal kan."

"Ros..."

"Kamu tahu kan perihal perjodohan kita?"

"Sebenarnya... Aku..."

"Kita harus mengenal satu sama lain dulu. Bukankah begitu Dav?"

 Lagi, Rose tidak membiarkan Davin mengutarakan pendapatnya atau mungkin penolakannya atas perjodohan mereka. Jika Rose menderita selama ini atas penantiannya pada Davin, maka pria itu pun harus merasakan apa yang Rose rasakan.

Rose sudah memikirkannya sejak tadi. Ia senang ketika Davin berada di sampingnya, namun saat pria itu meninggalkannya demi wanita lain, ada diri Rose yang tidak terima. Rose tahu bahwa butuh waktu lama untuk mengenal Davin karena pria itu benar-benar telah berubah, tetapi lebih baik berada di sampingnya daripada harus meninggalkannya.

Rose akan berusaha mendapatkan hati Davin, bagaimanapun caranya. Dia sudah memantapkan niat, apapun yang akan dia terima ke depannya. Menurutnya, bersama Davin akan lebih baik.

Rose tidak ingin menderita sendiri, sementara Davin berbahagia dengan kekasihnya. Semua ini juga salah Davin, maka biarkan pria itu ikut menanggung penderitaan bersamanya.

Rose berhenti bicara ketika melihat Davin yang tetap diam. Dia pikir Davin setuju dengan pendapatnya bahwa mereka memang harus mengenal satu sama lain. Namun..

"Aku udah punya pacar Ros, namanya Kayla, dia teman kuliahku, satu jurusan," tutur Davin.

Rose menatap mata Davin, datar, berusaha menarik bibirnya, namun gagal. Rose tidak percaya Davin akan mengatakan padanya mengenai dirinya dan Kayla.

Rose yang ingin mengatakan sesuatu pada Davin terpaksa harus menunggu karena kereta gantung mereka telah berhenti. Davin keluar lebih dulu, meskipun dia penasaran dengan tanggapan wanita di depannya.

"Kita tetap harus mengenal satu sama lain," kata Rose begitu keluar dari kereta gantung tersebut.

"Aku udah bilang, aku punya pacar."

"Ya aku tahu, aku nggak nyuruh kamu ninggalin pacar kamu Dav. Tapi kurasa kamu juga harus adil sama aku," sela Rose. "Aku udah bilang tadi, andai kamu datang lebih awal dan mengambil sikap. Bukan malah membuatku menunggumu seperti ini. Mungkin aku akan jauh lebih mengerti."

"Ros, aku minta maaf."

"Maaf kamu nggak bisa mengembalikan penantianku Dav."

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanya Davin dengan penyesalan. Ya, seharusnya ia tidak lari dan mendatangi Rose.

"Belajarlah untuk mengenalku lebih dulu. Aku akan menetap di Jakarta selama satu bulan ke depan. Dan aku minta waktumu selama itu."

"Tapi..."

"Bukankah kamu ingin memperbaiki kesalahanmu? Aku nggak minta kamu ninggalin... Siapa tadi namanya? Oh, Kayla. Aku cuma minta waktumu satu bulan ke depan."

Tidak ada nada memohon dalam ucapan Rose, ia hanya menawarkan kesepakatan pada Davin.

Dan Davin mengangguk tanpa mengetahui motif terselubung dari kesepakatan yang dia buat dengan Rose.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status