Share

Bab 3

Author: Khai Tsan
last update Last Updated: 2025-11-06 13:49:06

Sore itu, setelah melewati hari yang terasa begitu panjang dan pulang kembali ke apartemennya, Ayu sekarang tengah memijat-mijat kakinya sambil berbaring di atas kasur. Kaos polos dan celana pendek telah menempel pada tubuhnya setelah berganti baju selepas pulang kerja.

Tak lama, ponsel Ayu berdering. Panggilan dari Rangga. Ah, ia lupa mengabari pada Rangga bahwa ia terjatuh tadi karena terlalu sibuk bekerja, lagipula Rangga juga pasti sibuk bekerja tadi.

“Sayang, kakimu terkilir? Tadi Daniel cerita,” Rangga terdengar khawatir.

“Aku tadi jatuh, tapi udah enggak terlalu sakit,” Ayu menjelaskan keadaannya sambil memijat-mijat pergelangan yang masih sedikit nyeri. Mendengar penjelasan sang istri, Rangga dapat menghela napas lega.

“Syukurlah tadi ada Daniel. Kamu tau, ‘kan, Ay? Daniel itu fisioterapis, dia ahli pijat dan urut. Aku sudah memintanya untuk datang ke tempatmu. Biar kakimu dipijat saja, supaya cepat sembuh.”

Ayu terkejut, meskipun Daniel sahabat mereka, tetapi menerima Daniel masuk ke rumah malam nanti dan mereka hanya berdua tetap saja membuat Ayu tidak nyaman. Bagaimana pun ia seorang istri yang suaminya tidak ada di rumah. “Tapi, sayang … aku ….”

“Tidak ada tapi-tapi. Demi kesehatanmu, Sayang. Aku percaya Daniel. Dia profesional, dan dia sahabat terbaik kita,” desak Rangga. Ayu belum sempat menjawab namun Rangga sudah menutup panggilannya karena urusan pekerjaan, katanya.

Dalam pikiran yang kalut dan kaki yang berdenyut, Ayu hanya bisa menghela napas.

Ketika sedang merapikan ruang tamu, bel apartemen berbunyi. Ayu membuka pintu dan pandangannya langsung disita oleh pemandangan di hadapannya.

Di depan pintu, Daniel berdiri mengenakan kaos polo yang memperlihatkan otot lengannya yang terbentuk. Ketampanannya selalu memukau, sebuah fakta yang disadari Ayu namun tak pernah ia pikirkan lebih jauh, sampai hari ini.

“Siap diurut, Nyonya Rangga?” sapa Daniel ramah dengan segaris senyum.

Ayu merasa sedikit canggung. Sudah enam bulan setelah kepergian Rangga ke Perth, enam bulan pula ia menjalani kesendirian. Ini adalah kali pertama ia sendirian dalam satu ruangan dengan pria lain selain suaminya. Yah, tapi mau bagaimana lagi. Suaminya sudah memberi izin dan ini demi kakinya yang sakit.

"Masuk, Daniel. Maaf merepotkan," ujar Ayu.

Daniel melangkah masuk. “Diurut di sofa, ya, Yu?” Mendengarnya, Ayu menggangguk menuruti. Ia tengkurap di atas sofa.

Daniel mempersiapkan semua rangkaian pijat, menyalakan aroma terapi dari tungku elektrik mini yang dia bawa, memainkan audio gemericik hujan, lalu mengeluarkan minyak urut dan duduk di ujung sofa, di dekat kaki Ayu. Kemudian ia mulai memijat Ayu, bersikap sepenuhnya profesional. Mulutnya tidak berhenti bicara, mengalihkan fokus Ayu dari sentuhan tangannya yang cekatan namun lembut.

"Ini cuma terkilir ringan. Tapi harus segera ditangani," kata Daniel dengan tenang.

Keduanya terus bertukar basa-basi untuk mengisi sunyi. Ayu semakin rileks di bawah tangan Daniel yang begitu cekatan. Daniel kemudian berdiri dari duduknya, membuat Ayu sedikit terperanjat.

“Yu, aku buatkan minuman, ya. Ini bagus untuk membuatmu semakin rileks. Aku izin pakai dapur, ya?”

Perasaan rileks dan nyaman, serta lelah seharian membuat Ayu sedikit mengantuk. Maka, Ayu hanya mengangguk. “Mmm, iya, Niel.”

Ayu dapat merasakan tangan Daniel mengelus puncak kepalanya sebelum pergi ke dapur.

Setelah beberapa saat, Daniel kembali dan menepuk bahu Ayu pelan. “Yu, bangun sebentar. Minum ini dulu.”

Ayu terduduk perlahan dan memegang cangkir yang dibawakan Daniel. Teh chamomile. Ayu tahu ini. Teh yang dapat membuat kualitas tidur membaik dan membantu meredakan stres juga kecemasan.

“Terima kasih, Daniel,” Ayu kembali berbaring di atas sofa, mencari posisi yang paling nyaman. Sementara itu, Daniel meletakkan cangkir itu di atas meja, kemudian kembali memijat kaki Ayu.

Dalam sentuhan Daniel dan setelah meminum teh, Ayu merasa semakin rileks dan kantuk yang begitu hebat terus menghampirinya. Maka, tak perlu waktu lama hingga Ayu memejamkan kedua matanya.

Tak lama setelah Ayu terlelap, tiba-tiba—

“Mhh …”

Ayu melenguh lirih ketika merasakan sesuatu menyentuh area sensitifnya yang masih tertutup celana. Namun, ia tak bisa membuka matanya, rasanya terlalu berat.

Kaki jenjang Ayu rasanya seperti sedang sengaja diusap perlahan, membuatnya merasakan sensasi aneh, tapi jelas ia menyukainya.

Celana pendek yang semula menutupi hingga ke paha, kini telah sepenuhnya lepas. Celana dalam hitam yang dikenakan Ayu, jelas telah terekspos.

Sentuhan tangan itu jelas terasa di kulit Ayu. Terlalu nyata jika dikatakan sebagai mimpi. Namun, jelas-jelas kini ia masih tertidur pulas.

“Ahh ..”

Lagi-lagi Ayu bersuara di tengah lelapnya ketika tangan itu menyentuh daerah terlarangnya.

Jari-jari itu bermain dengan sangat lihai di sana, membuat Ayu terus menggeliat. Tak lama, jari itu terasa menerobos masuk, membuat Ayu kembali memekik nikmat.

“Sayang .. uhh…”

Apakah terlalu lama merindukan Rangga membuatnya mendapat mimpi seperti ini?

Memang melakukannya lewat panggilan video sama sekali tak bisa membuat Ayu puas. Tapi, ia tak menyangka akan terbawa sampai mimpi.

Setelah apa yang dirasa seperti berpuluh-puluh jam lamanya, Ayu mengerjap terbangun. Keringat bercucuran membasahi dahinya. Ia masih terbaring di sofa dengan sebuah selimut yang menghangatkan tubuhnya.

“Itu benar-benar mimpi?” gumam Ayu lirih begitu melihat keadaannya.

Namun, mata Ayu langsung memindai seisi ruang, mencari keberadaan Daniel. Ia ingat, tadi ia sedang dipijat oleh pria itu, tapi sekarang Daniel tak lagi ada di sana.

Alih-alih menemukan sosok Daniel, Ayu mendapat sebuah kertas dengan pesan yang ditulis tangan:

Tidurmu lelap sekali Yu. Maaf enggak pamit, aku pulang dulu, ya, aku tinggalkan salep di atas meja. -Daniel

Ayu memandangi kertas itu beberapa saat sebelum pikirannya kembali teringat dengan mimpinya tadi. Ayu menyeka keringat yang terus turun, memikirkannya membuat wajah Ayu panas. Ia melirik jam dinding dan jarum jam bertindih lurus. Jam dua belas malam.

Ayu berharap akan tidur tenang malam ini, sebelum sebuah notifikasi di ponselnya muncul yang membuat jantungnya berdebar diiringi lutut yang lemas.

Sebuah rekaman suara. Ayu bergetar saat mendengarkannya.

+62 812 XXXX XXXX: Suara desahanmu begitu menggoda, Ayu. Aku menyukainya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 5

    Setelah hari itu, selama tiga hari, Ayu tidak lagi merasa diawasi. Tidak ada pesan-pesan misterius di ponselnya dan tidurnya bisa kembali nyenyak. Selama tiga hari pula Ayu dan Rangga tidak melakukan panggilan video untuk memuaskan hasrat mereka. Entah apa alasan Rangga untuk menghentikan hubungan intim itu terlebih dahulu. Meski demikian, Ayu menjadi sedikit frustasi akibat nafsu yang tak terpuaskan. Selain itu…, Ayu juga tidak berhenti memikirkan Daniel. Kadang suara berat Daniel di hari itu terus menyapa telinganya, membuat Ayu teringat apa yang hampir mereka lakukan. Membayangkannya membuat wajah Ayu memanas. “Sial…,” Ayu menghela napas sambil mengusap wajahnya. Ada rasa bersalah yang terus menghantui Ayu tanpa henti. Potret dirinya dan Rangga yang tersenyum bahagia menghiasi beberapa titik di ruangan kamar seolah menjadi saksi atas lakuannya hari itu. Ayu merasa kacau dan malu. Di tengah dilemanya, Ayu tetap menjalankan rutinitas sehari-harinya. Bekerja, pulang l

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 4

    Ayu refleks melempar ponselnya jatuh, lalu ia dengan cepat meringkuk dan menarik selimut untuk melilit tubuhnya. Kepalanya berputar cepat, seolah mencari-cari seseorang yang mungkin bersembunyi di dalam apartemennya. Jantung Ayu berdebar kencang. Tubuhnya gemetar. Jelas-jelas ia sudah memblokir nomor asing itu, mengikuti perintah Daniel. Namun, kini orang itu kembali menghubunginya dengan nomor yang berbeda dan lebih parah. Tangannya gemetar saat berusaha menjangkau ponselnya yang tergeletak di atas karpet. Susah payah Ayu mencari kontak Rangga, padahal kontak Rangga ia sematkan di paling atas. Ayu tempelkan ponsel itu ke telinga, menunggu Rangga mengangkat teleponnya, namun suaminya itu tidak kunjung menerima panggilan Ayu. Sampai panggilan keenam, suara serak Rangga di ujung terdengar. “Halo? Rangga …,” Ayu menghela napas. Suaranya terdengar begitu payah dan Ayu yakin Rangga dapat merasakannya. “Ay? Sayang?” suara Rangga tiba-tiba terdengar panik. “Kenapa, Ay? Kenapa sua

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 3

    Sore itu, setelah melewati hari yang terasa begitu panjang dan pulang kembali ke apartemennya, Ayu sekarang tengah memijat-mijat kakinya sambil berbaring di atas kasur. Kaos polos dan celana pendek telah menempel pada tubuhnya setelah berganti baju selepas pulang kerja. Tak lama, ponsel Ayu berdering. Panggilan dari Rangga. Ah, ia lupa mengabari pada Rangga bahwa ia terjatuh tadi karena terlalu sibuk bekerja, lagipula Rangga juga pasti sibuk bekerja tadi. “Sayang, kakimu terkilir? Tadi Daniel cerita,” Rangga terdengar khawatir. “Aku tadi jatuh, tapi udah enggak terlalu sakit,” Ayu menjelaskan keadaannya sambil memijat-mijat pergelangan yang masih sedikit nyeri. Mendengar penjelasan sang istri, Rangga dapat menghela napas lega. “Syukurlah tadi ada Daniel. Kamu tau, ‘kan, Ay? Daniel itu fisioterapis, dia ahli pijat dan urut. Aku sudah memintanya untuk datang ke tempatmu. Biar kakimu dipijat saja, supaya cepat sembuh.” Ayu terkejut, meskipun Daniel sahabat mereka, tetapi men

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 2

    Ayu masih membeku. Pesan anonim itu seperti tamparan yang dingin dan keras, memaksanya kembali ke realitas yang menakutkan. Rangga mengernyitkan dahi. "Ayu, kamu dengar aku? Kenapa tiba-tiba diam?" Ayu menarik napas, berusaha agar suaranya terdengar normal. "Aku... aku enggak apa-apa, Sayang. Cuma kaget saja tadi ada suara aneh di luar," bohongnya, suaranya tercekat. "Suara aneh? Ah, mungkin suara angin, Sayang." "Sudah, kamu istirahat ya. Mungkin kamu berhalusinasi karena capek. Aku matikan videonya, Love You," ucap Rangga sembari menenangkan Ayu. "Iya, Sayang. I love you more," balas Ayu dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Ayu cepat-cepat meraih selimut dan menutup tubuhnya hingga leher. Rasa panas karena gairah tadi kini berubah menjadi rasa panas karena malu dan panik. Kamu cantik malam ini, Ayu. Jangan matikan panggilannya... aku sedang menikmati. Kata "menikmati" itu menusuknya. Itu artinya, orang ini sudah menyaksikan keseluruhan obrolan intim mereka. Sejak i

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 1

    Waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Ayu duduk di ruang tamu yang hening. Di seberang meja, layar laptop menyala, memancarkan wajah Rangga dengan senyuman khasnya yang hangat. Saat ini, Rangga tengah berada di Perth untuk menjalankan tugas perusahaan memimpin proyek luar negeri. Di sana, waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Enam bulan sudah sejak kepergian Rangga ke Australia, yang membuat mereka terpisah jarak ribuan kilometer."Gimana harimu tadi, Sayang? Aku lihat foto steak yang kamu kirim. Enak, ya?" tanya Ayu sambil menyeruput teh hijau melati hangat favoritnya. Rangga tertawa. "Lumayan sih, tapi rendang daging buatanmu tetap juara, Sayang. Di sini semua serba keju, aku bosan." Mereka mengobrol ringan tentang urusan kantor, hal-hal yang terjadi seharian, dan janji kapan Rangga bisa pulang. Tapi, di balik obrolan itu, ada ketegangan yang tidak asing. Selama enam bulan ini, sesi video call adalah ritual bagi mereka. Bukan hanya untuk saling bertukar kabar, tetapi juga untuk pele

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status