Share

Bab 4

Author: Khai Tsan
last update Last Updated: 2025-11-06 13:49:35

Ayu refleks melempar ponselnya jatuh, lalu ia dengan cepat meringkuk dan menarik selimut untuk melilit tubuhnya. Kepalanya berputar cepat, seolah mencari-cari seseorang yang mungkin bersembunyi di dalam apartemennya.

Jantung Ayu berdebar kencang. Tubuhnya gemetar.

Jelas-jelas ia sudah memblokir nomor asing itu, mengikuti perintah Daniel. Namun, kini orang itu kembali menghubunginya dengan nomor yang berbeda dan lebih parah.

Tangannya gemetar saat berusaha menjangkau ponselnya yang tergeletak di atas karpet. Susah payah Ayu mencari kontak Rangga, padahal kontak Rangga ia sematkan di paling atas.

Ayu tempelkan ponsel itu ke telinga, menunggu Rangga mengangkat teleponnya, namun suaminya itu tidak kunjung menerima panggilan Ayu. Sampai panggilan keenam, suara serak Rangga di ujung terdengar.

“Halo? Rangga …,” Ayu menghela napas. Suaranya terdengar begitu payah dan Ayu yakin Rangga dapat merasakannya.

“Ay? Sayang?” suara Rangga tiba-tiba terdengar panik. “Kenapa, Ay? Kenapa suara kamu begitu?”

“Aku … dapat pesan lagi,” suaranya mengecil. Kini Ayu seolah dipaksa untuk selalu waspada. “Kali ini, pesan suara.”

“Pesan suara? Seperti apa, Ay?”

“Suara … Suaraku, Rangga. Suaraku. Aku enggak tahu orang itu dapat dari mana. Tapi itu suaraku…,” Ayu bercerita tangisnya kini tumpah. “Aku takut banget, Rangga.”

“Ayu, Sayang…,” Nada suara Rangga memelan, seakan mencoba menenangkan Ayu, tetapi ada sarat remeh di sana. “Aku rasa itu hanya orang iseng. Nggak mungkin orang itu bisa dapat suaramu. Lagipula zaman sekarang, suara pun bisa dimanipulasi, Ay.”

“Tapi–”

“Ay, kamu harus tenang. Mungkin kamu banyak pikiran aja.”

“Aku mau kamu di sini, Rangga,” Ayu mulai terdengar putus asa. “Aku takut….”

“Aku juga maunya begitu, Ay. Tapi bagaimana? Aku gak mungkin dong pulang ke Jakarta cuma untuk nemani kamu. Aku mempertaruhkan kehidupan kita kalau begitu namanya. Tolong fahami posisi aku juga ya Ay. Kamu sabar dulu kita cari solusi sama-sama.”

Ayu memejamkan mata mendengar ucapan Rangga. Air mata mengulir begitu saja dari sudut mata kirinya.

“Atau kalau kamu takut, coba minta temani Daniel.”

Mendengar ucapan Rangga, Ayu langsung membuka matanya. Apa suaminya itu sadar yang telah ia ucapkan? Setelah ia tidak pernah percaya dan benar-benar memberinya ketenangan sejak awal masalah ini terjadi, sekarang Rangga justru menyuruh Daniel menemani dirinya?

Terlalu kesal dan tidak percaya dengan ucapan Rangga, Ayu langsung memutuskan sepihak panggilannya, dan kembali melemparkan asal ponselnya menjauh. Ayu meringkuk, memeluk lututnya dan menangis sendirian di sana.

Ayu yang biasa kehilangan ketenangan bahkan dalam tidurnya kini tidur begitu lelap. Menangis semalaman membuat energinya habis. Ayu bisa saja melanjutkan tidurnya kalau bukan karena sinar matahari yang ternyata sudah naik tinggi di atas kepala, menyelinap masuk melalui kaca jendela. Terangnya langsung mengusik tidur Ayu.

Ia bangun dengan mengerjap. “Astaga!” Matanya langsung disilaukan dengan cahaya matahari yang menyinari dan menghangatkan seluruh ruang.

Tangannya mengusap-usap mata, bekas-bekas air mata yang mengering masih ada di sana, menjadi saksi atas keputusasaan Ayu semalam. Kepalanya juga sedikit berdenyut.

Ayu melangkah lemas menuju kamar mandi, berniat untuk mencuci muka agar merasa lebih segar. Belum selesai ia membasuh wajahnya, Ayu sudah dikejutkan dengan ketukan di pintu.

Diraihnya cepat handuk yang menggantung di belakang pintu. Ayu mengusap wajahnya, kemudian ia berseru, “Sebentar!”

Ayu berlari kecil menuju pintu, mengusap-usap sedikit tangannya yang masih basah ke bajunya, sebelum meraih gagang pintu dan membukanya.

Pintu terbuka dan seorang pria berdiri di hadapannya.

“Daniel?”

Ayu dapat melihat wajah penuh kekhawatiran pada pria itu ketika pintu baru terbuka. Ayu masih berharap bahwa ia dapat melihat ekspresi itu dari suaminya, dari Rangga, dan bukan dari pria lain.

“Kamu sakit, Ayu? Kok pucat sekali wajah kamu?” tanya Daniel.

“Ah… enggak apa-apa. Kamu ada apa kesini, Niel?” Ayu mengesampingkan kekhawatiran Daniel.

“Itu, sepertinya jam tanganku ketinggalan di sini. Kemarin sempat kulepas waktu memijatmu,” jelas Daniel. “Aku boleh cari?”

“Oh, boleh, Niel. Silakan masuk,” Ayu membalasnya dengan lemas. Pikirannya masih terlalu dibalut ketakutan.

Daniel melangkah masuk sambil masih memperhatikan Ayu. Pria itu mulai mencari di sofa dan tempat-tempat yang ia singgahi kemarin malam. Ayu hanya memperhatikan sesekali sambil duduk di ujung sofa, ia memijat-mijat kepalanya.

“Yu?” suara Daniel bergema di telinganya. “Ayu?”

Ayu menengadah. Ia mendapatkan wajah Daniel yang sudah begitu dekat. Dari sini, Ayu dapat melihat jelas fitur-fitur wajah pria itu yang tajam.

“Ayu, kamu enggak apa-apa?” tangan Daniel menyentuh dahi Ayu. “Kamu enggak demam, tapi wajahmu pucat sekali lho?”

Daniel berakhir duduk di sebelah Ayu. “Kenapa, Ayu?” Daniel bertanya untuk kesekian kalinya.

“Niel, aku takut banget. Aku diteror lagi,” pada akhirnya Ayu mengalah pada ketakutannya.

“Lho, masih, Yu?”

Ayu mengangguk lemas. “Jauh lebih seram kali ini, Niel. Orang itu merekam suaraku.”

“Suara!?” Daniel terdengar terkejut. “Bagaimana bisa? Kamu sudah beritahu Rangga?”

Enggan menjawab pertanyaan mengenai suaminya, Ayu memilih untuk menggeleng sambil memijat pelipisnya.

Melihat Ayu yang frustasi, Daniel merapatkan tubuhnya. Kini lengan mereka bersentuhan dan entah mengapa Ayu merasa sedikit lega setelah mendapat hangat yang dibagi, lagipula Ayu sudah tidak punya tenaga untuk menolak.

Tangan Daniel perlahan menghampiri bahu Ayu, menuntunnya untuk bersandar dengan nyaman di sofa. Setelahnya tangan Daniel mengusap-usap lengan Ayu.

“Yu, kalau ada apa-apa, kalau kamu merasa takut, kamu bisa telepon aku,” suara Daniel terdengar rendah dan begitu dekat di telinga Ayu. “Jangan sungkan, Yu.”

Ayu belum menjawab. Dalam situasi yang sangat membuatnya takut dan memenuhi pikirannya, Ayu tidak dapat berpikir lebih panjang lagi. Untuk saat ini, ia hanya ingin bersandar dan rasanya tubuhnya semakin meleleh ke sisi Daniel dalam tiap usapan di atas lengannya.

Ayu dapat merasakan tangan Daniel yang sedikit ragu, sebelum akhirnya merengkuh tubuh mungilnya. Daniel membawa Ayu ke dalam pelukannya selagi tangan yang lain mengusap kepala Ayu pelan.

“Aku betul-betul takut, Niel,” rengek Ayu.

Daniel kembali memberi sentuhan-sentuhan hangat kepada Ayu. Lama-kelamaan, tangan Daniel mulai terasa menyusuri titik-titik sensitif di tubuh Ayu, seolah-olah sedang

ya. Dari menyentuh lengannya, tangan Daniel bergerak turun menuju pinggang ramping Ayu dan mengelusnya dari luar kaos tipis Ayu. Ayu sedikit kaget atas perlakuan itu, namun ia tak menghindar.

Perasaan tak karuan dengan cepat menyelimuti Ayu. Tanpa sadar dirinya juga menikmati sentuhan yang diberikan Daniel. Bahkan ketika tangan Daniel menuntun kakinya naik ke atas pangkuan pria itu, Ayu hanya menurut.

“Ayu….” suara Daniel semakin dekat.

Ayu merutuki kecanduan seksual yang ia miliki saat ini. Ia merasa terkhianati dengan tubuhnya sendiri. Bagaimana bisa dalam situasi seperti ini, hasrat dalam dirinya justru mulai membara, hanya karena disentuh langsung?!

Namun, ia tetap melakukannya. Ayu mengalungkan lengannya ke leher Daniel dan perlakuan itu diterima baik oleh Daniel yang langsung kembali memeluk Ayu erat. Tangan Daniel kembali turun dan mulai meremas pinggang Ayu, kali ini langsung menyentuh kulit di bawah kaosnya.

“Mhh … Daniel ….”

Napas Daniel pun terdengar berat, membuat Ayu menengadah menatap wajah pria itu. Jari Daniel kini membelai lembut wajah Ayu dan berakhir di bawah dagunya. “Ayu…,” panggilnya lagi.

Jarak yang sekarang begitu dekat membuat jantung Ayu berdebar. Ayu dapat merasakan napas Daniel yang berhembus tepat di depan wajahnya. Wajah mereka hanya berjarak setitik dan Ayu kembali tersentak saat Daniel mengusap bibirnya.

“Daniel….”

Hanya butuh sedikit dorongan hingga bibir Ayu dan Daniel menempel.

Ting!

Suara notifikasi dari ponsel itu memecah keheningan dan Ayu terperanjat mendengarnya. Napasnya memburu dan dadanya naik turun. Buru-buru dirinya turun dari atas pangkuan Daniel, menyadari posisinya. Ayu menatap Daniel dan mendapati wajah pria itu yang langsung berpaling.

Daniel terlihat sedikit kikuk dan langsung berdiri. “Ma- maaf, Ayu,” suaranya terdengar ragu. “Aku harus pulang.”

Ayu masih terdiam dengan ponsel di tangan, notifikasi dari Rangga. Rasa bersalah lantas menghantui benak Ayu, apalagi ketika matanya menangkap bingkai-bingkai foto di beberapa sudut ruang, menampilkan dirinya dan Rangga yang tersenyum bahagia. Ia belum sempat berkata apa-apa ketika Daniel melangkah cepat menuju pintu, membuka kuncinya dengan terburu-buru, dan pergi meninggalkan dirinya.

“Hah…,” Ayu terus mematung di sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 50

    Suara koper yang ditutup rapat menggema di kamar yang luas itu. Rangga tampak sibuk memeriksa daftar barang di ponselnya, sementara Ayu terduduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah jendela."Sayang, sunblock kamu sudah masuk? Di Bali nanti bakal panas banget," tanya Rangga tanpa menoleh."Sudah, Sayang. Semuanya sudah lengkap," jawab Ayu pendek.Rangga menghampiri Ayu, lalu berlutut di depannya. Ia menggenggam tangan istrinya dengan hangat."Hei, kenapa lemas gitu? Ini second honeymoon kita, Yu. Aku ingin kita benar-benar lepas dari penat Jakarta. Cuma aku dan kamu di Uluwatu. Oke?"Ayu tersenyum dipaksakan. "Iya, Sayang. Aku cuma... sedikit kurang tidur saja.""Makanya, nanti di pesawat kamu tidur ya," ujar Rangga sambil mengecup keningnya. "Aku ke ruang kerja sebentar, mau kirim email terakhir ke kantor supaya tidak diganggu selama kita di sana."Begitu Rangga menutup pintu, Ayu segera meraih ponselnya. Jantungnya berdebar saat membuka kolom percakapan dengan Daniel.Ayu: "Niel,

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 49

    "Sshhh... pelan-pelan, Sayang. Itu... ahhh, di situ," desis Rangga. Kepalanya mendongak ke belakang, urat-urat di lehernya menegang. "Kamu luar biasa malam ini. Kenapa kamu begitu lapar, hmm?"Ayu tidak menjawab dengan kata-kata. Ia justru semakin memperdalam hisapannya, menciptakan suara-suara basah yang memenuhi keheningan kamar. Tangan Ayu meremas paha dalam Rangga, menarik tubuh suaminya agar semakin mendekat padanya."Sayang... kamu suka?" gumam Ayu di sela-sela kegiatannya. Suaranya terdengar sangat provokatif."Suka? Aku bisa gila, Yu! Terus... jangan berhenti," rintih Rangga. Tangannya kini berpindah ke rambut Ayu, mencengkeramnya dengan lembut namun posesif, membimbing ritme istrinya agar sesuai dengan pacuan jantungnya yang kian menggila.Gerakan Ayu semakin cepat. Ia memberikan stimulasi yang begitu intens hingga Rangga merasa dunianya hanya terfokus pada satu titik itu. Napas Rangga menjadi pendek-pendek; tubuhnya mulai mengejang karena sensasi yang terlalu kuat."Aku mau

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 48

    Suasana di ambang pintu dapur terasa membeku selama beberapa detik yang menyiksa. Ayu masih bisa merasakan denyut di pusat kewanitaannya, sebuah sensasi yang baru saja mencapai puncaknya dan meninggalkan jejak lemas di sekujur kakinya. Tangannya masih sedikit gemetar saat ia berpura-pura merapikan letak piring pencuci mulut di atas meja.Rangga berdiri di sana, menatap mereka berdua dengan dahi berkerut, mencoba mencerna pemandangan di depannya. Daniel, dengan ketenangan luar biasa, hanya memutar tubuhnya perlahan. Tidak ada kegugupan, tidak ada keringat dingin. Ia justru menyunggingkan senyum tipis yang tampak sangat alami."Tadi Ayu hampir terpeleset, Ngga," ucap Daniel santai, suaranya terdengar stabil dan berat. "Lantainya agak licin di dekat wastafel. Untung gue sempat menahan lengannya supaya nggak jatuh ke arah meja."Daniel bahkan sempat melirik ke arah lantai seolah benar-benar ada tumpahan air di sana. Kebohongan itu meluncur begitu mulus dari bibirnya, seolah ia sudah terbi

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 47

    "Niel, lo nggak ada niatan cari pasangan?" tanya Rangga tiba-tiba. "Lo ganteng, mapan, tinggal di gedung elit. Masa betah sendirian?"Daniel memotong daging stiknya dengan presisi. "Gue sudah punya seseorang yang gue mau, Ngga. Masalahnya, dia sudah punya orang lain.""Wah, serius lo? Siapa? Orang kantor? Kenapa nggak lo rebut aja? Seorang Daniel mana pernah gagal?" pancing Rangga sambil tertawa.Ayu merasa jantungnya mau copot. Ia menatap Daniel dengan tatapan memohon agar pria itu tidak bicara macam-macam."Nggak sesederhana itu, Ngga," Daniel menatap Ayu intens. "Gue lebih suka menunggu dia sadar, siapa yang sebenarnya bisa melayani dia lebih baik. Gue cukup sabar buat jadi 'pelarian' sampai waktunya tiba.""Hahaha, gaya lo puitis banget!" Rangga menepuk bahu Daniel. "Tapi ingat, Niel. Jangan sampai lo jadi perusak hubungan orang. Mending cari yang single."Daniel hanya tersenyum miring. "Gue nggak merusak, Ngga. Gue cuma mengisi kekosongan yang ditinggalkan pemilik aslinya."Ayu s

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 46

    Ayu tersentak bangun.Napasnya tersengal-sengal, dadanya naik turun dengan cepat. Ia segera meraba area di sekelilingnya. Tidak ada Daniel. Hanya ada Rangga yang tertidur lelap di sampingnya dengan posisi membelakanginya.Ayu terduduk, menyeka keringat dingin di dahinya. Jantungnya masih berdegup kencang, dan sensasi "penuh" dari mimpinya tadi masih terasa begitu nyata di tubuhnya. Anehnya, ia tidak merasa jijik atau ketakutan.Ia justru merasakan aliran kenyamanan yang sangat dalam menjalar di hatinya. Mimpi itu seolah-olah memberikan izin bagi sisi gelapnya untuk muncul ke permukaan.Kenapa rasanya begitu... nyaman? batin Ayu.Ia menatap punggung suaminya, lalu beralih menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Sebuah pemikiran nakal dan berbahaya melintas di benaknya: Bagaimana jika Daniel benar-benar datang besok malam? Dan bagaimana jika Rangga tidak semarah yang aku bayangkan?Ayu merebahkan diri kembali, menarik selimutnya. Ia tersenyum tipis dalam kegelapan. Rasa penasaran itu k

  • Puaskan Aku, Sahabat Suamiku!   Bab 45

    Pintu kamar terbuka pelan. Rangga mematung di ambang pintu, matanya terpaku saat menangkap sosok Ayu yang duduk di tepi ranjang. Lingerie hitam berbahan satin tipis itu memeluk lekuk tubuh Ayu dengan sempurna, hanya menyisakan sedikit ruang bagi imajinasi."Kamu... benar-benar ingin menyiksaku malam ini, Ay?" bisik Rangga, suaranya parau.Ayu tersenyum tipis, jemarinya bermain di tali bahu bajunya yang tipis. "Aku hanya ingin memanjakan suamiku yang sudah lama pergi. Suka?"Rangga mendekat, langkahnya mantap. Ia berdiri di depan Ayu, jemarinya mengangkat dagu sang istri agar mata mereka bertemu. "Suka? Aku hampir gila melihatnya."Rangga menunduk, mencium leher Ayu dengan intensitas yang membuat napas Ayu tercekat."Sayang... ahh, pelan-pelan," desah Ayu, kepalanya mendongak."Enggak bisa, Sayang. Aku sudah menunggu terlalu lama untuk ini," jawab Rangga di sela kecupannya. Tangannya mulai menjelajah, memberikan tekanan-tekanan lembut yang membuat tubuh Ayu meremang.Rangga menarik Ayu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status