Share

13-14

Hati Purnama benar-benar sakit, ia pulang menggunakan taksi yang lewat di sekitar aula tersebut.

Sebisa mungkin ia menahan air matanya selama di perjalanan namun hal itu terasa amat sulit. Air mata Purnama akhirnya menetes. Sang supir memperhatikan Purnama dari kaca.

"Apa pun masalah yang Ibu hadapi, Allah berikan itu agar Ibu kuat. Penderitaan dan rasa sakit akan menguatkan mental kita."

Purnama tidak menjawab ucapan sang supir yang usianya mungkin sekitar usia ayahnya. Ucapan sang supir cukup mengena di hati Purnama, ia harus kuat demi dirinya dan demi calon buah hatinya.

Sampai di rumah, Purnama segera masuk ke dalam kamarnya. Ia lelah lahir dan batin.

Gawai Purnama berbunyi saat ia baru saja membersihkan diri. Ia melihat nama yang tertera di gawainya. Hatinya bersorak melihat nama sang ibu.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikum salam,"

"Ibu, Nama kangen." ucap Purnama begitu mendengar suara ibunya. Di titik terendah, mendengar suara sang ibu seperti obat bagi Purnama.

"Kalo kangen, ke sini dong!"

"Iya, Bu. Purnama mau ke sana." Secara tiba-tiba Purnama memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia butuh untuk menenangkan diri.

"Ayah sama ibu pengen ngadain syukuran atas kehamilan kamu."

"Gak usah ngerepotin, Bu."

"Gak repot, ibu seneng mau punya cucu dari kamu."

"Nama pengen ketemu Ibu aja kok,"

"Mumpung kamu mau ke rumah, besok kita adakan pengajiannya ya?"

"Dadakan banget, Bu. Nama gak bisa bantu apa-apa."

"Gak apa-apa, tinggal pesan makanan terus undang ustadz sama tetangga-tetangga. Sederhana aja acaranya yang penting berkah."

"Iya, Bu."

"Jam berapa kamu berangkat?"

"Ini lagi siap-siap."

"Yaudah, ibu tunggu. Hati-hati di jalan."

"Iya, Bu."

Purnama mematikan gawainya lalu mengambil tas dan memasukkan baju dan perlengkapan menginap untuk 2 hari. Hanya dalam 15 menit ia telah selesai bersiap.

Purnama membawa tasnya menuju pintu depan. Tepat saat ia membuka pintu, Bintang sudah ada di teras.

"Mau kemana?"

"Pulang ke rumah ibu."

"Ngambek gara-gara Alice?"

"Ibu mau ngadain syukuran kehamilan aku."

"Alasan aja kamu, paling juga ngambek makanya kamu mau pergi."

"Terserah, Mas mau mikir apa tentang aku!" Purnama mendorong Bintang hingga ia leluasa lewat.

"Aku nggak izinin kamu pergi," larang Bintang.

"Aku gak perlu izin suami yang lebih memilih mantannya daripada istri sendiri!"

"Benar dugaan aku, kamu memang ngambek makanya mau pulang,"

"Terserah Mas mau anggap aku ngambek sekalipun, yang pasti aku butuh menenangkan diri atas kelakuan kamu!"

Purnama melangkah keluar rumahnya, sebuah taksi yang ia pesan telah menunggunya.

Selama perjalanan Purnama hanya terdiam dan sesekali mengusap perut buncitnya. Setelah hampir dua jam ia tiba di rumah orang tuanya.

"Loh kok sendirian, mana Bintang?"

"Mas Bintang lagi sibuk banget, Bu. Ada kerjaan." Purnama berbohong, ia tidak mau kedua orang tuanya tahu bahwa rumah tangganya bermasalah.

"Kan besok kita adakan syukuran kehamilan kamu, masa suamimu nggak ada?!" Ayah Purnama ikut bicara.

"Apa dia gak bisa meluangkan waktu sebentar saja ke sini?" Ibu menimpali.

"Nanti Nama hubungi Mas Bintang biar nyusul ke sini."

"Pastikan dia ke sini, acara ini ‘kan untuk anaknya juga."

"Iya, Yah."

Kedua orang tua Purnama menyadari keanehan putrinya. Sang menantu tidak ikut dan mata Purnama terlihat sembab. Namun mereka tidak ingin menginterogasi putrinya bagaimanapun Purnama telah memiliki rumah tangganya sendiri dan mereka tidak bisa ikut campur seenaknya.

Malam itu Purnama kembali tidur di kamar lamanya. Ingin sekali ia menceritakan masalah rumah tangganya namun ia tidak ingin membuat keduanya bersedih.

"Nak, kamu tumbuh yang sehat ya! Mama akan bertahan demi kamu." ucap Purnama sambil mengelus perutnya. Ia tidak ingin anaknya tumbuh tanpa kasih sayang yang utuh.

Pagi hari di rumah orang tua Purnama telah cukup sibuk. Sang ibu membuat sarapan untuk mereka santap.

"Nama!" panggil ayah.

"Ya, Ayah." Purnama menghampiri ayahnya.

"Telpon Bintang, kasi tau nanti sore ada syukuran dan dia harus datang."

"Iya." Purnama mengambil gawainya lalu menghubungi Bintang namun tidak juga ada jawaban.

"Gimana?"

"Gak diangkat, mungkin masih tidur."

"Jam segini masih tidur, " keluh ayah sambil melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada arah pukul 6.30.

"Nanti Nama telpon lagi."

"Heum."

Ayah menyesap kopinya dan Purnama kembali ke dapur. Hati Purnama tidak tenang, kalau Bintang tidak datang ayah dan ibunya akan mengetahui jika mereka bertengkar.

Sampai siang hari Purnama belum berhasil menghubungi suaminya. Tiap kali ia menelpon selalu ada nada sambung namun tak jua dijawab oleh Bintang.

***

Sore menjelang, rumah sudah dirapikan untuk menyambut para tetangga yang akan menghadiri pengajian. Purnama semakin tidak tenang menunggu Bintang yang tak jua datang.

"Nama, jam berapa Bintang datang?" Ayah Purnama bertanya lagi. Hari ini entah sudah berapa kali ayahnya bertanya.

"Hapenya belum bisa dihubungi, Yah."

Raut kecewa jelas terlihat di wajah ayah Purnama. Dan itu membuat hati Purnama makin tak nyaman.

Purnama sekali lagi berusaha menelepon suaminya namun hasilnya sama, tidak ada jawaban. Ia juga meninggalkan pesan Whats App. Pesan-pesan sebelumnya yang ia kirim telah dibaca suaminya terbukti dari centang dua berwarna biru di pesan tersebut. Namun Bintang tidak menjawab bahkan satu huruf sekalipun.

[Mas aku tahu kamu sudah baca pesan-pesanku. Tolong dijawab, Mas.]

Purnama melempar gawainya ke atas kasur setelah pesan itu terkirim.

Setelah shalat Isya, tetangga-tetangga orang tua Purnama berdatangan. Namun masih tidak ada kabar dari Bintang.

Pengajian pun dimulai. Doa-doa dipanjatkan. Sebuah Avanza parkir di depan rumah orang tua Purnama. Purnama merasa lega, suaminya datang.

Suasana rumah yang penuh dengan tamu tidak memungkinkan Bintang untuk masuk menemui istrinya. Ia kemudian duduk di antara para tamu.

Selesai acara pengajian, tetangga-tetangga pun pulang sambil membawa makanan yang disiapkan. Setelah semua bubar, sosok Bintang terlihat.

Bintang menghampiri mertuanya lalu mencium punggung tangan ayah mertuanya.

"Akhirnya datang juga." ucap ayah Purnama sambil menatap tak suka pada Bintang.

"Iya, Yah. Macet tadi," bohong Bintang. Jalanan sama sekali tidak macet sore itu, ia hanya mencari alasan untuk keterlambatannya.

"Kamu pasti masih cape, istirahat dulu di kamar Purnama!" Seru ibu pada Bintang.

Purnama tidak berkata apa pun, ia masih kesal pada Bintang. Saat Bintang melangkah menuju kamarnya ia mengikuti saja.

Bintang menutup pintu kamar saat mereka berdua sudah ada di dalam kamar.

"Kenapa ayah keliatannya gak suka banget aku dateng?" tanya Bintang dengan posisi berdiri.

"Salah kamu sendiri." Purnama duduk di ranjangnya.

"Aku salah apa?"

"Kamu dateng telat udah gitu liat tampilan kamu di cermin! Ini pengajian, Mas, bukan konser musik."

Bintang melihat bayangan dirinya sejenak di dalam kaca. Ia memakai kaos oblong hitam dengan celana jeans yang robek di bagian lutut.

"Ck ... aku abis jalan sama temen, wajar pake baju begini."

"Ini pengajian, Mas. Aku udah kasi tau ‘kan ada pengajian di sini."

"Pikiran ayah kolot."

"Mas aja yang gak bisa menyesuaikan pakaian dengan acara yang akan dihadiri."

"Salah kamu yang kirim pesan berkali-kali. Bikin aku gak sempet ganti baju!"

"Jadi salah aku?! Aku udah berusaha telpon kamu dari pagi tapi gak kamu angkat, ya aku kirim pesen. Dan aku udah bilang ya di pesen aku tadi pagi kalo malam ini ada pengajian!"

"Aku dateng ke sini salah, gak dateng juga salah! Mending aku pulang."

Mendengar suaminya akan pulang, Purnama merasa khawatir. Kalau suaminya malam ini pulang begitu saja kedua orang tuanya akan tahu mereka bertengkar. Dan Purnama tidak mau hal itu terjadi.

"Kalo Mas mau pulang, aku ikut."

"Mau apa ikut pulang? Bukannya kamu suka di sini?"

"Aku gak mau ayah tahu kondisi kita,"

"Terserah kamu."

Purnama segera merapikan tasnya, Bintang hanya diam berdiri melihat tindakan istrinya.

Setelah tasnya rapi, Purnama mengekori Bintang untuk pamit pada kedua orang tuanya.

"Loh kok udah bawa tas aja?" tanya Ibu yang sedang merapikan piring dan gelas sisa pengajian tadi.

"Mau pulang, Bu."

"Ayah, ini Purnama mau pulang!" panggil Ibu pada ayah yang ada di dalam kamar.

Mendengar suara ibu memanggil, ayah keluar dengan menggunakan sarung dan kaos oblongnya.

"Loh kok pulang?"

"Saya ada kerjaan besok pagi-pagi sekali." Bintang beralasan.

"Owh."

"Kami pamit,"

Bintang mencium punggung tangan kedua mertuanya diikuti Purnama. Ibu memeluk Purnama seraya berbisik, "Selesaikan masalah kamu dengan suamimu secara baik-baik, kalau kamu sudah tidak sanggup lebih baik kamu pulang ke sini." Purnama mengangguk mendengar ucapan ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status