Share

Putra Hartawan dari Rahim Perawan
Putra Hartawan dari Rahim Perawan
Penulis: Cahaya Asa

Kehamilan Misterius

"Katakan, siapa ayahnya?" Abi Hanif menatap nyalang Aina, putri tunggalnya. Wajah lelaki yang biasanya teduh dan menenangkan itu berubah akibat kobaran emosi yang menguasai.

Aina menggeleng dengan derai air mata terus membanjiri pipinya.

"Aina Zahra! Abi tidak pernah mengajarkanmu untuk berbuat maksiat, kenapa kamu begitu tega melempar kotoran di muka Abi, hah?" Dada Abi Hanif naik turun tak beraturan. Napasnya tersengal-sengal.

"Ampun, Abi. Aina benar-benar tidak tahu. Aina bahkan tidak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun," rintih Aina. Gadis itu berlutut di hadapan Abinya dengan kedua tangan tertangkup di depan dada.

"Kamu pikir Abi bodoh? Kamu bukan Siti Maryam perawan suci yang hamil tanpa laki-laki, Aina! Jangan membodohi Abi!" Suara lelaki paruh baya itu semakin meninggi.

"Sekarang apa yang harus Abi katakan pada keluarga Pak Karim? Padahal pernikahanmu dengan Danis sudah ditentukan!" Abi Hanif melengos saat tatapan matanya bertemu dengan mata Aina yang basah. "Danis berasal dari keluarga terpandang, Aina! Asal usulnya jelas. Bapaknya pemilik pondok terbesar di kota ini, apa kamu tidak berpikir dulu sebelum melakukannya?"

Aina terus menggeleng. Lidahnya kelu. Tak tahu lagi harus bicara apa karena dirinya juga bingung kenapa tiba-tiba bisa hamil. Sudah beberapa hari ini dia mengeluhkan pusing dan mual-mual. Badannya juga terasa meriang dan tubuhnya lemas. Dia mengira magnya kambuh, tapi ternyata setelah dibawa ke dokter oleh kedua orang tuanya, dia dinyatakan hamil.

Ummi Widuri hanya menatap nanar putri semata wayangnya yang terus menangis sambil memohon pada Abinya. Wanita berhijab itu kehilangan kata-kata. Rasanya masih seperti mimpi mendengar pernyataan dokter tadi.

"Demi Allah, Bi Aina tidak pernah disentuh laki-laki manapun," ucap Aina. Gadis itu menatap Umminya berharap wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu bisa memahami keadaannya.

"Jangan bersumpah atas nama Allah kalau faktanya kamu berbohong! Apa kurang ilmu yang kamu dapatkan selama ini sampai kamu lupa dosa zina, Aina? Abi benar-benar kecewa sama kamu!" Abi Hanif pergi meninggalkan ruang keluarga dengan amarah masih membuncah.

Aina sendiri tak tahu kenapa dia tiba-tiba hamil. Pasalnya selama ini Aina tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki. Jangankan sampai berbuat zina, sekadar berpegangan tangan saja tidak pernah. Aina juga tidak berpacaran karena menurut pemahaman agamanya, berpacaran adalah perbuatan dosa.

"Ummi, Ummi percaya sama Aina, kan? Aina benar-benar tidak melakukannya, Mi. Aina tidak pernah disentuh laki-laki," ucap Aina dengan mata memohon.

Gadis itu tak memiliki cara lain untuk meyakinkan kedua orang tuanya selain memohon pengampunan. Siapapun tidak akan percaya dengan ucapan Aina. Mana ada perempuan hamil tanpa disentuh laki-laki. Namun apa yang dikatakan Aina benar adanya. Gadis itu sendiri juga bingung kenapa tiba-tiba dia bisa hamil.

"Entahlah, Ai. Ummi nggak tahu harus bicara apa. Rasanya ucapan Abi benar. Tidak mungkin ada perempuan hamil tanpa disentuh," ucap Umi Widuri lemah. Wanita itu menatap mata putrinya dengan tatapan prihatin.

Di saat seperti ini, yang dibutuhkan Aina adalah dukungan dari orang-orang tercintanya. Namun jika kedua orang tuanya saja tidak mau percaya, lalu pada siapa dia meminta pertolongan?

"Tapi, Ummi ... Aina tidak berbohong. Aina benar-benar tidak pernah melakukannya."

Ummi Widuri berdiri, lalu meninggalkan Aina sendiri tanpa berbicara apa-apa lagi.

Aina tergugu. Tubuhnya semakin merosot ke lantai dengan perasaan hancur. Otaknya terus berpikir, mencoba mangais ingatannya barangkali dia pernah melakukan kesalahan tanpa sengaja hingga membuatnya hamil begini. Namun semakin keras dia berpikir, semakin sakit kepalanya lantaran tak ada satu pun petunjuk yang bisa menuntunnya pada kasus kehamilannya.

Di dalam kamar Abi Hanif berjalan mondar-mandir dengan ekspresi yang tak bisa digambarkan. Tentu saja lelaki paruh baya itu tak bisa menerima begitu saja. Sebagai ketua yayasan pendidikan terkenal, tentu ia akan malu jika orang lain tahu putrinya hamil di luar nikah. Wibawanya pasti akan hancur di mata masyarakat. Terlebih Aina putrinya selama ini sudah dia didik dengan begitu disiplin terutama terkait masalah agama.

Keseharian Aina selalu menggunakan hijab dan cadar. Gadis itu terkenal sebagai gadis yang baik di masyarakat karena sikap ramah dan suka menolong. Aina juga membantu anak-anak kurang mampu untuk belajar selama ini bahkan di usianya yang masih muda sudah mendirikan taman bacaan yang dia gratiskan bagi siapapun yang mau datang untuk meminjam buku maupun sekadar membaca.

Kini, reputasinya akan hancur oleh kesalahan yang tidak pernah dia lakukan.

"Ummi, bagaimana kalau kita kirim Aina ke Villa saja? Di sana dia bisa melanjutkan hidupnya sendiri tanpa diketahui masyarakat," usul Abi Hanif tiba-tiba.

"Tapi, Bi ... di sana sangat sepi. Bagaimana putri kita bisa hidup di tempat terpencil seperti itu? Abi tega membuang putri kita satu-satunya?" Ummi Widuri menatap suaminya dengan tatapan tak percaya.

Sepuluh tahun pernikahan mereka tanpa dikaruniai anak. Aina adalah anugerah terindah yang mereka tunggu-tunggu dalam pernikahannya. Kini, saat putri semata wayang yang dia besarkan dengan penuh kasih sayang sudah besar dan siap mengabdi di tengah-tengah masyarakat, suaminya akan membuangnya?

Wanita itu menjatuhkan tubuhnya di lantai lalu memohon pada suaminya.

"Ummi mohon, Bi jangan buang putri kita. Ummi nggak bisa melihat putri kita hidup sengsara jauh dari kita."

Abi Hanif mengepalkan kedua tangannya dengan menahan nyeri di dada. Jauh dalam lubuk hatinya dia juga tak rela membiarkan putrinya hidup sendiri jauh darinya. Namun dia juga tak bisa menaikkan pandangan masyarakat jika mereka tahu putri seorang pemilik yayasan pendidikan hamil di luar nikah.

"Tidak, Ummi! Keputusan Abi sudah bulat. Abi tak mau seluruh masyarakat mengecam kita."

"Jadi Abi lebih mementingkan pandangan masyarakat daripada nasib putri kita sendiri?" Ummi Widuri bangkit lalu menatap suaminya dengan berani.

"Ummi, rendahkan suaramu! Tidak pantas seorang wanita menaikkan suaranya di hadapan suami!" ucap Abi Hanif membuat sang istri bungkam.

"Sekarang siapkan semua barang Aina, hari ini juga dia harus berangkat ke Villa!" perintah Abi Hanif tak terbantahkan.

Meskipun dalam hati berat, Ummi Widuri tak bisa membantah perintah suaminya. Dia dididik untuk selalu patuh pada perintah suami. Dengan langkah gontai dan bercucuran air mata, wanita itu keluar kamar dan berjalan menuju kamar Aina.

"Ummi, apa yang Ummi lakukan? Kenapa barang-barang Aina dimasukkan ke dalam koper?" tanya Aina bingung.

Gadis itu tak berani membayangkan apa yang akan dilakukan kedua orang tuanya sebagai hukuman atas apa yang menimpa dirinya.

Ummi Widuri bergeming. Hanya tangannya yang terlihat cekatan memasukkan barang-barang Aina ke koper besar dengan sesekali menyusut air matanya. Hati wanita itu serasa disayat-sayat selapis demi selapis. Putri yang dia sayang dan besarkan dengan curahan kasih sayang dan taruhan nyawa itu harus pergi dengan cara seperti ini.

Aina memegang tangan uminya dan berharap wanita yang dia cintai itu mau menjawab pertanyaannya. "Ummi, katakan padaku? Kenapa barang-barang Aina dipack semua? Apa Abi dan Ummi mau membuang Aina?"

Gerakan tangan Ummi Widuri terhenti. Dadanya berdenyut nyeri mendengar pertanyaan terakhir yang meluncur dari mulut putrinya.

"Ja-jadi benar Abi dan Ummi akan membuang Aina?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status