Share

Bab 4 Kontrakan Baru

Sehari aku menempati kontrakan ini. Aku merasa ada yang aneh. Seperti ada yang selalu memperhatikan gerak-gerikku.

Saat itu aku mengontrak di sekitar daerah Jakarta Selatan. Dan dekat dengan sebuah kali.

"Bun, kayaknya ayah besok-besok jarang pulang mungkin seminggu sekali baru pulang sabtu sore pulangnya tapi minggu sorenya ayah harus balik lagi ke mess. Maaf ya bun biar irit di ongkos juga. Maklum kan ayah belum punya kendaraan sendiri. Bagaimana bun ga apa-apa ya?" Kata suamiku sambil membujuk.

Walaupun dengan berat hati saat itu aku mengijinkannya.

Sebenarnya aku sangat berat. Mana baru pindah sehari. Tinggal hanya berdua dengan bayiku. Belum ada satupun orang yang aku kenal di sini. Malah mau di tinggal suamiku bekerja dan jarang pulang lagi. Walaupun kontrakanku dekat dengan mertua rasanya kan pasti beda. 

🌾🌾🌾

Alhamdullilah baru beberapa hari di sini. Aku sudah memiliki banyak teman. Biasalah emak-emak suka ngerumpi. Atau sekedar tukar-tukaran bumbu dapur hehe.

Di sini juga pertama kalinya bayiku aku terapi. Di terapi patah tulang daerah Ci**n*** di Haji Naim. Aku tahu tempat itu juga biasa dari ibu-ibu yang suka ngerumpi. Jadi apa salahnya dicoba.

Dan saat suamiku pulang ke rumah.

"Yah, aku dapat info katanya bayi kita coba aja di terapi di Hj.Naim. Ayah tahu ga tempatnya? Coba yuk kita ikhtiar bawa anak kita kesitu kali saja nanti bisa disembuhkan." Bujukku.

  

"Ya sudah terserah bunda saja. Oh ya aku keluar dulu ya mau bertemu dengan teman."

"Teman siapa yah? Kamu baru pulang masa ninggalin aku sendirian. Ga kangen apa sama anak kita?" Tanyaku.

"Teman-temanku waktu kecil. Tinggal dekat sini juga. Udah ya aku ditunggu mereka."

Dengan hati kesal. Aku menggerutu di dalam hati. Ayah kenapa sih kok sikapnya dingin gitu sama aku. Perasaan aku ga punya salah apa-apa kan baru sekarang juga ketemu lagi.

Aku tunggu sampai larut malam dia tidak pulang-pulang. Alhasil aku tertidur.

Keesokan paginya sekitar pukul 6 pagi. Aku membangunkannya untuk mengantarkanku ke tempat terapi anakku. Aku harus berangkat pagi sekali karena ada yang bilang di sana sangat antri.

Sesampainya disana. Sudah banyak sekali pasien yang menunggu. 

Saat tiba nomor anakku dipanggil.

Bapak- bapak yang menanganiku bilang.

"Aduh dede bayi arabnya kenapa?Kakinya bisa seperti ini bu. Kasian sekali."

"Iya pak kecelakaan waktu lahir. Bagaimana pak apa bisa diobati. Apa anakku bisa berjalan normal nantinya?"

"Insya allah bisa bu. Dengan terapi rutin. Insya Allah bisa. Cuma ibu harus tega, harus kuat hanya itu kuncinya."

Mendengar bapak itu bicara itu aku terheran-heran. Apa maksud dari perkataannya.

"Maaf bapak harus pegang kuat-kuat anaknya ya pak. Ini mungkin agak sakit. Nanti dede bayinya akan sangat berontak." Katanya kepada suamiku.

Dan benar saja baru dipijat kakinya sebentar saja. Anakku sudah menjerit, menangis dan meronta-ronta.

Tatapannya ke aku. Seperti ingin bilang. Tolong aku bunda sakit. 

Aku lari keluar ruangan. Aku ga kuat melihatnya. Yang ada aku menangis. Hati ibu mana yang tidak teriris mendengar bayinya menangis kesakitan seperti itu.

"Ya Allah nak, begitu berat cobaanmu. Bunda ga kuat melihat kamu kesakitan seperti itu. Maafin bunda."

Setelah kudengar tangisan anakku berhenti. Aku kembali masuk ke ruangan itu. Aku lihat dia sedang digips.

"Itu yang saya maksud bu. Ibu harus kuat, harus tega kalau ingin anak ibu nanti bisa berjalan. Ibu ga mau kan kalau anaknya ga bisa berjalan."

"Ya Allah pak jangan sampai. Aku ingin anakku sehat. Bisa normal seperti anak normal pada umumnya."

"Ya maka itu ibu harus tega. Adenya harus di bawa rutin terapi. Seminggu 2x ya bu. Sekalian untuk ganti gipsnya juga."

"Oh baik pak. Terima kasih banyak. Saya pamit." Kata bapak terapis itu.

Berlangsung berbulan-bulan anakku di terapi di tempat itu. Walaupun dengan mahar seikhlasnya tapi begitu terasa bagi suami. Belum lagi anakku yang harus meminum sufor bukan asi.

"Bun, terapi anak kita. Kita berhentikan saja ya. Ayah mau berhenti dari tempat kerja. Ayah paling ga suka diatur-atur kerja kayak gitu. Lebih baik ayah buka usaha sendiri toh hasilnya juga sama saja!! Kata suamiku sewot.

"Ya Allah terus anak kita nanti gimana yah. Kasihan dia perempuan. Kalau besar nanti dia tidak bisa jalan, bunda ga sanggup dia nanti di hina-hina orang."

Tanpa menghiraukan kata-kataku. Suamiku berlalu pergi ke rumah kerabatnya.

Ya Allah kenapa dia berubah seperti itu. Aku sampai tidak mengenalinya sama sekali. Astagfirullah.

Sampai tengah malam pun dia belum pulang. Semenjak pindah di kontrakan ini, suamiku jarang berkumpul denganku bahkan untuk mengobrol sekalipun. Bahkan untuk sekedar bermain dengan anakku saja sudah tidak pernah lagi dia lakukan. Dia lebih suka di rumah orang tuanya, kerabatnya atau nongkrong-nongkrong bersama teman-temannya.

Hingga suatu saat susu anakku habis.

"Yah susu anak kita tinggal sedikit. Boleh tidak aku meminta uang buat susu anak kita." Kataku dengan lembut takut dia marah.

"Aku hari ini belum ada kerjaan. Kasih saja dulu air tajin." Kata suamiku ketus.

"Astagfirullah ayah. Masa bayi kita di kasih air tajin."

"Ga usah bawel kasih aja itu dulu! Nanti ada uang baru beli susu."

"Iya tapi air tajin kan terbatas yah. Masa setiap jam aku harus masak nasi. Lagian bayi kita mana suka air tajin."

"Please ga usah bawel bun. Aku pusing. Itu air tajin tinggal dikasih gula juga bakal manis. Gampang kan! Ga usah di bikit ribet. Aku mau pergi dulu!"

"Mau kemana yah?"

"Katamu anak kita kehabisan susu. Ya mau cari uanglah!"

Astagfirullah ayah. Kenapa selama di sini kamu jadi kasar padaku. Batinku.

Dari sejak pagi suamiku pergi sampai sore pun dia belum pulang juga. Sedang bayiku terus saja menangis. Kadang karena kecapean menangis dia tertidur sendiri. 

 

"Aku tidak boleh diam saja. Aku harus usaha cari pinjaman buat beli susu anakku. Ya Allah ayah kamu kemana belum pulang." Batinku.

Aku kesana kemari mencari pinjaman. Tapi semua nihil. Mungkin karena di situ rata-rata ekonomi ke bawah jadi tidak ada yang bisa meminjamkan uang padaku. Aku kalut. Aku marah. Kemana suamiku di saat seperti ini. 

Hingga terlintas dipikiranku untuk mendatangi kerabatnya untuk meminjam uang.

Sesampainya di sana. Betapa hancur hatiku Ya Allah. Aku susah- susah menenangkan bayiku yang kelaparan. Dia malah enak-enakkan makan di sini. Tanpa memikirkan bayi kami. Spontan emosiku langsung naik.

Sambil menggendong bayiku. 

"Ya Allah!! Di rumah aku bingung menenangkan bayi kita yang kelaparan. Disini kamu enak-enakan makan enak. Keterlaluan kamu ga punya hati!"

Langsung aku pergi meninggalkannya sambil menangis.

"Kenapa nasibmu malang seperti ini nak. Ade yang kuat bunda akan cari uang agar ade minum susu ya nak. Ade sabar ya."

Terlintas di pikiranku saat itu.

"Ibu..ya aku harus menelepon ibu (sebutan untuk nenekku)."

Sebenarnya aku tidak mau merepotkan keluargaku. Ya tapi ini urgent. Dan aku tidak mau anakku kenapa-napa lagi.

Habis magrib dengan menggendong bayiku aku mencari wartel terdekat.

"Halo, assalamualaikum bu, ini eca."(nama samaran).

"Walaikum salam nduk. Kamu sehat cu. Cicit ibu bagaimana sehat kan?"

Tanpa membalas sapaan ibu. Aku hanya bisa menangis. Tidak beberapa lama bayiku terbangun dan dia pun menangis.

"Loh..loh..itu kenapa cicit ibu menangis. Ada apa nduk. Ayo cerita sama ibu. Ada apa?"

"Dede kehabisan susu bu. Ari (nama samaran) belum dapat uang. Aku ga tahu lagi mau meminjam uang ke siapa bu. Tolong aku bu." Kataku sambil menangis.

"Sudah..sudah jangan menangis nduk. Kata mamamu kamu pindah kontrakan. Pindah ke mana? Sudah pindah kok tidak kabarin kita. Mamamu cari dirimu ke mana- mana nduk."

"Ya maafin aku bu. Aku sibuk ngurusin terapi kaki anakku jadi aku lupa."

"Ya sudah nanti ibu minta tolong ommu untuk mengantarkan uangnya ke kamu. Alamatmu di mana nduk."

 

Setelah memberitahu alamatku. Aku berpamitan.

Aku sangat resah dikontrakan.

"Ya Allah om. Tolong eca. Cepat datang."

🌾🌾🌾

Tidak beberapa lama. Terdengar ada yang mengetuk pintu.

🌾🌾🌾

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam. Ya Allah om." Kataku sambil mencium tangan omku.

"Mana cucu om sebentar om menumpang cuci kaki tangan dulu. Di mana kamar mandinya. Oh ya ini susu buat anakmu. Langsung kamu buatkan kasian."

"Iya om alhamdullilah."

Setelah itu omku langsung mendekati anakku.

"Ya ampun cucu arab om sudah besar sekarang ya. Loh mana suamimu kok tidak keliatan."

Entah darimana asalnya suamiku pulang. Tumben jam segini sudah pulang. Biasanya masih asik diluaran sana. Apa karena ada keluargaku yang datang.

Sok bersikap seakan-akan tidak ada apa-apa suamiku menemani omku mengobrol. Dan saat om ku berpamitan pulang. Omku menghampiriku dan berbisik "Pegang uang ini. Ini dari ibu sama om. Jangan sampai ketahuan suamimu. Pegang baik-baik untuk keperluanmu dan anakmu."

"Alhamdullilah, baik om. Terima kasih banyak om. Maaf jadi merepotkan ibu dan om." Kataku sambil menangis.

"Ya sudah om pamitan pulang dulu ya. Jaga diri baik-baik dan jaga baik-baik juga cucu om. Assalamualaikum."

"Walaikum salam."

Ga henti-hentinya aku puji syukur saat itu. Terima kasih ya Allah atas pertolonganmu hari ini.

"Bun kamu mengadu ke keluargamu ya sehingga om mu datang ke sini." Kata suamiku sedikit marah.

"Terserah mau kamu bilang apa. Aku hanya tidak tega melihat anak kita nangis kelenger kelaparan!"

"Kalau misal aku mengadu ke keluargaku. Sudah habis kau tadi dengan om ku. Tapi om ku masih beramah tamah denganmu kan." Jawabku agak kesal.

"Alah terserah!!"  Sambil berlalu pergi keluar dengan menutup pintu dengan keras.

"Astagfirullah." Kataku sambil mengelus dada.

🌾🌾🌾

Keesokannya.

🌾🌾🌾

"Hari ini aku pergi bun sama teman. Aku kemarin melamar kerja dan alhamdullilah diterima. Karena tempatnya jauh aku jadi mungkin jarang pulang. Aku tinggal di mes tempat kerja. Dan mungkin akan pulang seminggu sekali."

"Ya sudah terserah saja gimana baiknya." Karena hari itu aku masih kesal karena kejadian kemarin aku cuekkin saja dia pergi.

 

"Ya sudah ayah pergi dulu. Assalamualaikum."

" Walaikum salam." Jawabku tanpa menoleh kepadanya.

Beberapa hari kemudian.

Saat sedang tertidur. "Ya Allah air apa ini. Ya Allah baanjiiir." Kataku panik.

Spontan saja. Aku langsung menaikkan anakku diatas bale yang tinggi. Untungnya saat itu bayiku sedang tidur. Begitu juga barang-barangku seperti tv dan kasur di atas bale itu. Maklum saat itu kami belum memiliki banyak barang. Aku pikir hanya saat itu saja banjirnya. Ternyata tidak. Capek sekali aku memindahkan naik turun barang-barangku sedangkan saat itu tidak ada suami yang membantu apalagi mempunyai anak yang masih bayi. 

Saat aku repot menaikkan barang-barangku ke bale. Anakku terbangun. Saat itu kakak (panggilan anakku sekarang) sudah berumur 7bulan. Dia sudah bisa duduk.

Dengan panik "Aduh, bagaimana ini. Anakku sudah keburu bangun."

"Aduh anak solehanya bunda. Assalamualaikum, sudah bangun kamu ya nak. Dede bermain di atas sini dulu ya. Bunda mau memindahkan barang-barang ini dulu ya nak. Jangan bergerak ke mana-mana ya nanti jatuh."

Dengan gesit aku langsung menyebar mainan anakku diatas bale itu. Sambil repot memindahkan barang-barang. Pandanganku tidak lepas dari anakku.Tapi kok ada yang aneh biasanya anakku tidak bisa diam. Sempat tadi aku khawatir dia akan jatuh kalau di taruh di bale setinggi itu sendirian. Tapi ternyata perkiraanku salah. Dia sepertinya asyik bermain sambil kadang-kadang celoteh dan tertawa sendiri seperti ada yang mengajak main.

Sedang asyik memindahkan barang-barang hpku berdering. Saat itu masih pake hp nokia. Kenapa aku bisa membelinya. Ya betul uang pemberian omku. Aku berikan hp untuk mempermudah komunikasiku kepada keluargaku dan suamiku.

"Assalamualaikum bun."

"Walaikumsalam yah. Bun sekarang siap-siap yah insya allah hari jumat kita pindah kontrakan dekat tempat ayah. Aku ga kuat jauh-jauh dari kamu dan anak kita. Insya allah jumat sore aku sampai rumah. Kamu siap-siap."

Karena aku masih kesal dengan suamiku karena masalah yang sebelumnya. Aku jawab sekenanya saja.

"Ya sudah ya bun sampai jumpa hari jumat. Aku sayang kalian. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam." Jawabku.

Huft sayang apanya pas ketemu ngomongnya ngegas mulu. Gerutuku dalam hati.

🌾🌾🌾

Kamis malam.

🌾🌾🌾

Disaat aku setengah mengantuk ( kata orang mah tidur ayam) dan anakku sudah tertidur di ayunannya. Saat itu tv masih menyala. Cuma lampu ku matikan. Seperti ada yang bolak balik dari ruang depan ke pintu belakang dekat dapur. Merasa terganggu aku terbangun aku tengak tengok kok tidak ada siapa-siapa. Aku berjalan ke arah dapur. 

"Yah, itu ayah yah katanya masih besok sore pulang. Jangan bolak balik gitu bunda iseng liatnya?" Teriakku sambil berjalan ke arah dapur.

Aneh.. tapi kok ga ada jawaban ya. Aku lihat pintu dapur belakang jg terkunci/keslot di dalam berarti tidak ada yang keluar walaupun ada yang keluar harusnya terkunci/keslot dari luar bukan dari dalam. Astagfirullah kok langsung merinding ya.

Akhirnya aku kembali ke tempat tidurku sambil tanganku mengayun ayunan putriku.

Set..set..set..tiba-tiba aku merasa melihat ada sosok yang bolak balik.

Setengah mengantuk sambil berteriak aku bilang.

"Jangan iseng deh yah. Gak lucu udah malam." Kataku jengkel.

Disaat aku menengok ke arah pintu.

Astagfirullah kagetnya aku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status