Bab 7

Wajah Karl tampak suram. Namun, beberapa temannya tidak menyadari perubahan ekspresi itu, masih saja mengoceh.

"Secara teori sih nggak masuk akal ya? Soalnya ukuran Kak Karl 'kan besar. Masa si Septha sampai harus cari tambahan di luar?"

"Haha! Kamu nggak ngerti. Ini jelas-jelas karena di rumah nggak kenyang, jadi keluar cari camilan! Hahaha!"

Suara tawa tajam menggema di lorong.

Karl melangkah lurus ke arah Septha. Suaranya datar tanpa emosi. "Septha, dia siapa?"

Septha menatap dengan tenang. "Nggak ada hubungannya sama kamu."

Amarah Karl langsung terpancing. Tangannya mencengkeram dagu Septha dengan keras, tubuhnya memancarkan aura mengancam.

"Septha." Karl menyeringai dingin. "Tanpa pria, kamu nggak bisa hidup ya?"

Ini jelas adalah sebuah penghinaan, tetapi Septha sudah kebal.

Justru teman lamanya yang terburu-buru untuk menjelaskan, "Bukan, sebenarnya aku dan Septha cuma ...."

Septha malah menyela dengan tegas, "Benar." Dia menatap Karl sambil tersenyum. "Soalnya kamu sebagai suami nggak bisa memuaskanku. Kalau nggak cari pria lain, aku bisa mati kebelet."

Keheningan menyelimuti lorong itu. Semua orang membeku. Para teman Karl menatap Septha tak percaya. Mereka tahu betul, walaupun Karl tak pernah menyentuh Septha, selama ini Septha sangat setia padanya.

Makanya, mereka bercanda dan menghina seperti tadi. Tidak ada yang menyangka Septha akan mengkhianati Karl.

Wajah Karl memucat. "Septha, apa yang kamu bilang tadi?"

Septha tertawa mengejek. "Apa ada yang salah dengan omonganku? Kamu nggak bisa kasih aku kepuasan, wajar dong aku jajan di luar ... aahh!"

Brak! Belum selesai berbicara, Karl tiba-tiba mengangkat tubuhnya ke pundak dan membawanya keluar.

Dengan kasar, Septha dilempar ke dalam mobil. Sopir yang menyadari ada yang aneh langsung turun, lalu pintu mobil dikunci, menyisakan Karl dan Septha di dalam.

Karl menindih Septha, membuatnya tak bisa bergerak. Septha panik untuk pertama kalinya. "Karl! Kamu mau ngapain?"

Karl menarik dasinya sambil menyeringai dingin. "Kamu tadi bilang aku nggak bisa memuaskanmu, 'kan? Oke, sekarang aku kabulkan keinginanmu!"

Bibirnya melumat bibir Septha dengan kasar. Ini bukan kali pertama mereka berciuman. Dulu sebelum menikah, mereka pernah berciuman. Namun setelah menikah ... tidak pernah lagi.

Sekarang saat kembali mencium bibir Septha yang manis dan lembut, ada perasaan aneh yang menyergap Karl. Dia hampir lupa rasa bibir Septha. Rasa manis dan lembut ini membuatnya kehilangan kendali.

Tangannya membalik tubuh Septha, memaksanya melengkung dalam posisi yang membuatnya hampir gila.

"Aahhh ...." Saat merasakan hawa panas yang mendekat, Septha berteriak untuk menolak.

Tiba-tiba, dering ponsel memecah ketegangan. Karl seketika terdiam melihat nama yang muncul di layar. Kemudian, dia langsung mengangkat.

"Apa?" Ekspresi Karl berubah drastis. "Gisella masuk UGD?"