Share

BAB 3

MIMPI YANG TERTUNDA

Mobil kami menbrak tiang pembatas jalan cukup keras. Aku terkulai lemas, kepalaku terasa sangat sakit, dahi dan kakiku dipenuhi oleh cairan kental segar yang bercucuran dan mas Ardi.. aku segera membangunkannya.

"Mas.. mas.. bangun mas.. ", Mas Ardi tak sadarkan diri, aku membangunkan nya dengan panik. Dahi dan lengannya di penuhi oleh darah yang mengalir cukup banyak membuatku semakin panik.

"Mas... mas.... bangun mas... ", aku membangunkannya dengan sedikit keras karena aku benar benar merasa khawatir melihat keadannya saat ini. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Saat aku sedang berusaha membangunkan mas Ardi tiba tiba saja perutku terasa sangat sakit.

"Ya Tuhan.. sakit, sakit sekali". Aku merintih kesakitan, melihat kakiku sudah dipenuhi oleh cairan kental berwarna merah, aku pun tersadar bahwa saat ini aku sedang mengandung anaknya mas Ardi.

"Ya Tuhan.. Anakku.. anakku..!",Tangisku pecah.

"Ya Tuhan, tolong lindungilah anak dan suamiku," gumamku lirih berlinang air mata.

Aku menangis memikirkan nasib orang orang yang aku sayangi, bagaimana keadaan mereka saat ini. Tiba tiba terlintas dalam benakku bahwa saat ini almarhum ayahku sedang menunggu kedatangan kami disana.

Aku benar benar sudah tak kuasa menahan semua ini, aku melihat beberapa warga berdatangan menghampiri mobil kami namun tiba tiba kepalaku terasa sangat sakit dan pandanganku mulai kabur, seketika tubuhku pun ambruk.

~~~

Terdengar sayup sayup suara seorang wanita yang sedang melantunkan Ayat Ayat Suci disana, aku berusaha untuk membuka mata ini namun masih terasa begitu berat. Tubuhku terasa begitu sakit, aku mencoba untuk menggerakan jari jemariku.

Sedikit demi sedikit mata ini terbuka, aku melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk bersimpuh diatas sajadah menggunakan mukena berwarna putih bersih. Ya, itu adalah ibuku.

" Bu.. ibu..", dengan suara yang lemah dan sedikit serak aku memanggil ibuku. Ibu terperanjat begitu mendengar suaraku, beliau langsung menghampiriku.

"Sayang, terimakasih banyak Ya Tuhan", ibu mengucap syukur tanpa henti sambil menangis mengelus rambutku.

"Sayang, alhamdulillah kamu sudah sadar. Ibu sangat khawatir melihat keadaanmu", Ungkap ibu menangis berderai air mata.

"Iya bu, Nanda baik baik saja bu", jawabku lemah.

Seketika aku teringat pada mas Ardi.

"Mas Ardi dimana bu? bagaimana keadaannya?", aku bertanya dengan cemas pada ibu.

"Sayang tidak usah khawatir, suamimu baik baik saja. Dia mengalami luka di dahi dan lengannya, dan sudah boleh pulang seminggu yang lalu sementara kamu sudah terbaring koma tak sadarkan diri disini selama 3 minggu". Jawab ibu membelai rambutku.

"Aaaapa bu, 3 Minggu? Nanda sudah koma selama 3 minggu?", tanyaku dengan mata terbelalak masih tidak percaya dengan ucapan ibu, aku merasa baru kemarin malam aku dan mas Ardi mengalami kecelakaan ini.

"Iya sayang, sudah 3 minggu kamu terbaring tak sadarkan diri disini", Jawab ibu meyakinkanku.

"Lalu bagaimana dengan jasad ayah bu?", tanyaku sambil menangis menahan sesak di dada.

Aku merasa sangat menyesal tidak bisa melihat wajah ayahku untuk yang terakhir kalinya.

"Alhamdulillah, jenazah ayahmu sudah dimakamkan saat itu juga setelah ibu mendapat kabar dari kepolisian bahwa kamu dan suamimu mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan kerumah ibu", Jawab ibu menangis memelukku.

"Sudah tidak usah dipikirkan. Doakan saja ayah kamu, semoga beliau diampuni dosa dosanya dan diterima semua amal ibadahnya oleh Sang Kuasa", ibu berusaha menenangkanku.

"Iya bu, maafkan Nanda ya bu",

Aku menangis sambil memeluk ibu. Tiba tiba saja perutku terasa begitu perih sehingga membuat ku merintih kesakitan.

"Bu, perut Nanda sakit sekali bu.. sakit sekali", gumamku lirih sambil memegangi perut yang terasa amat sakit.

"Sebentar sayang ibu panggilkan dokter dulu", jawab ibu dengan tergesa gesa pergi keluar ruangan untuk memanggil dokter.

Tak berselang lama, seorang Dokter datang menghampiri untuk memeriksakan keadaanku, sang dokter mengatakan suatu hal yang memporak porandakan jiwaku.

"Kondisi pasien sudah membaik, tapi luka diperutnya masih cukup parah itulah mengapa perut pasien masih terasa sakit. Kami akan terus memantau kondisi pasien ya bu", ungkap sang dokter.

"Iya dok, terimakasih banyak dok", jawab ibuku. Sang Dokter pun berlalu meninggalkan kami.

Saat aku masih merasakan sakit yang luar biasa di area perut tiba tiba aku teringat akan nasib seseorang di dalam sana. Ya bayiku, calon bayiku.

" Bu.. Mana anak nanda bu? apakah Nanda sudah melahirkan? bagaimana kondisinya bu?", aku bertanya dengan sangat cemas.

"Sayang.. Ibu tau kamu dan nak Ardi sangat menginginkan anak ini, namun nyatanya Allah lebih menyayangi dia nak", jawab ibu menangis berderai air mata.

"Aaapa bu... maksud ibu? Nanda keguguran?".

Tangisku pecah. Aku benar benar tidak dapat membendung lagi air mata ini.

Hatiku benar benar hancur, tubuhku terasa sangat lemah tak berdaya, dadaku terasa sangat sesak. Anak yang selama ini kami idam idam kan harus kembali kepada Sang Pencipta karena tragedi kecelakaan itu.

"Iya sayang, kamu mengalami benturan yang cukup keras dibagian perut sehingga calon bayimu tidak dapat diselamatkan",

Ibu menjawab sambil menangis lalu memelukku.

"Bu, mengapa Nanda diuji seberat ini bu?",

Tanyaku pada ibu, aku merasa ujian ini sangat berat untuk ku lalui. Ayah dan Calon anakku seketika diambil saat itu juga dalam waktu yang bersamaan.

"Sayang.. Ini tanda betapa Tuhan sangat menyayangimu, Tuhan ingin lebih dekat denganmu, Tuhan ingin menghapus semua dosa dosamu", dengan lirih ibu mengusap air mataku.

"Tapi bu, ini benar benar terasa sangat berat untuk Nanda lalui bu",

"Iya sayang ibu tahu, ujian yang paling berat itu adalah kehilangan orang orang yang paling kita cintai. Tapi ini semua sudah menjadi Ketetapan Sang Pencipta, kita semua ini hanya titipanNya. Harta, tahta, anak, nyawa.. semua ini milik Nya", ibu menjawab sambil mengusap rambutku.

Kata kata ibu benar benar menenangkanku, seketika aku pun merasa sangat bersalah dan menyesal sudah berkeluh kesah kepada Sang Pencipta.

Aku benar benar lupa, sejatinya semua akan kembali kepada Sang Pencipta, ucapan ibu benar benar dapat menenangkan dan menyadarkanku.

"Astagfirullohaladzim, Ya Tuhan maafkan hambamu yang sudah kufur nikmat dan mengingkari Mu". Aku pun menangis di pelukan ibu.

Setelah aku diperbolehkan pulang oleh pihak Rumah sakit, aku, mas Ardi dan ibu bergegas untuk pergi berziarah ke makam almarhum ayah.

"Sayang, yang sabar ya. Tuhan lebih menyayangi ayah dan anak kita". ungkap mas Ardi menguatkanku. Aku tersenyum seraya menyandarkan kepala dibahunya agar sedikit berkurang rasa sedihku saat ini.

Begitu sesak dada ini, sekarang aku hanya dapat memeluk batu nisannya. Aku tidak akan pernah bisa lagi melihat wajah, senyum dan tawa ayah. Benar benar terasa sakit dada ini bagai di hujani anak panah, tapi bagaimanapun ini sudah menjadi ketetapan Nya yang harus aku terima.

~~~~

"Assalamualaikum Nanda..", Ungkap ummi, abi, mas Arya dan beberapa kerabat menyambut kedatanganku.

Aku terkejut saat memasuki rumah, rumah telah dipenuhi oleh hiasan bunga mawar yang berwarna warni.

Ya. Bunga mawar, terlebih lagi aku memang sangat menyukai bunga mawar apa lagi bunga mawar merah. Bunga mawar sangat indah melambangakan kasih sayang dan sebuah pengorbanan.

Selama ini mas Ardi tidak pernah absen untuk memberikan bunga mawar kepadaku setiap bulannya. Katanya itu adalah lambang dan bukti cinta dia padaku. Itulah alasannya mengapa aku sangat menyukai bunga mawar.

"Waalaikumsalam, Masya Allah terimakasih banyak sudah menyambut kepulanganku dengan sangat meriah", Jawabku dengan riang bahagia

"Iya sayang, selalu sabar dan tetap semangat ya", jawab umi memelukku. Umi adalah mertuaku yang sangat baik, lembut juga penyayang.

"Yang sabar ya Nanda, yakini bahwa inilah yang terbaik untuk kamu dan Ardi", Abi menyemangatiku. Betapa beruntungnya aku memiliki mertua yang sangat peduli dan sayang padaku.

"Iya abi, umi. Makasih banyak ya", Aku memeluk umi dengan erat lalu mencium takzim tangan abi.

"Nanda, yang sabar ya", ungkap Mas Arya kakak iparku. Aku pun tersenyum lalu mengangguk kepadanya.

Hari ini aku sangat bahagia, dibalik segala musibah dan ujian yang menimpaku ada banyak orang yang menyayangiku, namun ada satu hal yang aku lewatkan.

"Dimana dia? ya.. dimana dia?", aku bertanya tanya dalam benakku.

Dia yang seharusnya paling antusias menyambut kepulanganku, namun saat ini dia tidak terlihat dan menghilang.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status