Share

BAB 2

DIA YANG KEMBALI

"Tok.. tok..tok..", bunyi ketukan pintu. Aku bergegas membukakan pintu rumah.

"Assalamualaikum sayang", ungkapku saat membukakan pintu lalu mencium takzim tangannya.

"Waalaikumsalam sayang", jawabnya lalu mencium keningku.

Dari kejauhan sana Anggi sedang duduk bersama Sheena, terlihat dari sudut ekor mataku ia fokus memperhatikan kami.

"Beruntung sekali Nanda, dapat suami yang baik, tampan, kaya seperti Ardi sedangkan aku? aku dan anakku malah di buang oleh suamiku sendiri. Seharusnya Ardi itu menjadi milikku", keluh Anggi memperhatikan Nanda dan Ardi yang sedang berjalan masuk menuju ke arahnya.

"Mas, itu Anggi ada disana mas. Ayok mas", jawabku.

"Hai Anggi gimana kabarnya? Halo Sheena apa kabar?", Ungkap Mas Ardi menyambut mereka berdua.

"Halo mas alhamdulillah kami baik baik saja mas, oh iya maaf kemarin saya tidak sempat hadir di acara pernikahan kalian", jawab Anggi menundukan kepalanya.

"Halo om", ucap riang Sheena menjulurkan tangannya.

"Iya halo sayang", jawab mas Ardi membalas uluran tangan Sheena.

"Iya gak apa apa Nggi yang penting doanya saja ya", jawab mas Ardi tersenyum kepadanya.

"Iya mas," jawab Anggi.

"Yuk mas, mandi dulu. Air hangatnya sudah aku siapkan, selain itu ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu mas", ujarku menggenggam tangan mas Ardi berjalan keatas.

"Sebentar ya Nggi, kita tinggal dulu ya", aku berpamitan pada Anggi lalu melambaikan tangan pada Sheena,

"Iya gak apa apa Nda", jawab Anggi tersenyum lebar.

~~~~

"Jadi maksud kamu, Anggi sementara waktu tinggal disini dulu selagi dia mencari pekerjaan dan mencari tempat tinggal?" , tanya mas Ardi padaku.

"Iya mas, gak lama ko hanya 2 mingguan saja. Boleh kan mas? kasian loh dia udah ditinggal suaminya, di PHK juga. Dan dia sudah gak punya siapa siapa lagi mas karena dia anak tunggal seperti aku, orangtuanya sudah meninggal semua", bujukku padanya.

"Sebetulnya mas tidak mengizinkan, tidak boleh ada orang ketiga di dalam rumah tangga kita apalagi ini bukan makhramnya mas, takutnya malah jadi fitnah sayang", jawab nya sambil mengusap rambutku.

"Iya mas tapi ini kan sahabatku mas, aku kasihan sama Anggi supaya aku tidak kesepian saat kamu sedang bekerja mas", bujukku sekali lagi pada nya.

"Hmmmmm, ya sudah tapi hanya sebentar ya seminggu atau 2 minggu. Nanti mas coba bantu carikan tempat tinggal dan pekerjaan. Barangkali dikantor ada pekerjaan yang cocok untuk nya", jawab mas Ardi sambil membuka kemeja kerjanya yang berwarna biru navy.

"Iya mas, makasih banyak ya mas". Aku memeluknya dari belakang.

Akhirnya Anggi di izinkan juga tinggal sementara dirumah kami, kebetulan ada 2 kamar tamu yang kosong. Dia dan Sheena bisa tinggal sementara waktu disana.

Aku pun membersihkan kamar tamu tersebut dan membantu Anggi membereskan barang barangnya.

~~~

Tak terasa, sudah 9 bulan kami menjalani rumah tangga, semakin hari mas Ardi semakin baik dan romantis, apalagi saat ini aku sedang mengandung anak darinya. Saat ini usia kehamilanku menginjak 7 bulan.

Semua yang aku inginkan selalu dikabulkan. Namun tidak dengan waktunya, akhir akhir ini dia sangat sibuk selalu pulang larut malam.

Dan sekarang Anggi masih menginap dirumah kami. Dia selalu membantu pekerjaan rumah, jadi aku tidak terlalu capek. Terkadang dia juga yang menyiapkan sarapan dan makan malam untuk kami.

Dia sudah bekerja di kantornya mas Ardi menjadi sekretaris. Mas Ardi bekerja di bidang Properti, dia memiliki jabatan yang cukup tinggi disana.

Saat Anggi akan pamit meninggalkan rumah, tiba tiba mas Ardi melarangnya dengan alasan supaya ada yang menemani, juga membantu aku, terlebih lagi saat ini aku sedang hamil besar.

Namun tak jarang aku melihat Anggi menatap sinis ke arah aku dan mas Ardi ketika kami sedang bersama, dan tak jarang juga aku melihat mereka berdua tampak sangat akrab. Aku cukup terganggu dan merasa cemburu namun aku selalu menepis semua perasaan buruk itu. Mungkin, karena saat ini aku sedang hamil perasaanku menjadi lebih sensitif.

Pada kenyataannya aku senang mas Ardi sudah bisa menerima Anggi dirumah ini, karena Anggi sudah aku anggap seperti kaka aku sendiri.

~~~~~~

"Mas, sudah beberapa minggu ini kamu selalu telat pulang kantor mas. Aku kan jadi kesepian, Anggi juga sama pulangnya selalu telat, untung saja ada Sheena yang selalu temani aku", keluhku sambil memijat mijat punggung mas Ardi.

"Iya sayang maaf ya, pekerjaan kantor benar benar menumpuk jadinya harus lembur, Anggi juga kan sekretaris mas, pastinya dia juga ikut lembur dikantor", jawab mas Ardi sembari membalikan badannya lalu membelai lembut rambutku.

"Iya mas tapi kan aku ini lagi hamil besar loh mas, aku butuh kamu", rengekku manja.

"Iya sayang iya, maafkan mas ya.. besok besok mas usahakan pulangnya tidak terlalu malam lagi ya", bujuknya padaku.

"Janji ya mas", rengek manjaku sambil memeluknya.

"Iya sayang, mas janji", ujarnya sambil memelukku dengan mesra.

Saat kami sedang asyik berbincang didalam kamar tiba tiba ponselku berdering.

"kring.. kring...",

"Eh ada yang telepon mas, sebentar ya", aku beranjak dari tempat tidur berjalan untuk meraih benda pipih itu.

"Malam malam begini siapa yang telepon sayang?", tanya mas Ardi penasaran sambil berjalan mengikutiku.

"Ibu mas, ada apa ya malam malam begini ibu telepon. Aku jadi khawatir", jawabku lalu mengangkat telepon dari ibu.

"Assalamualaikum bu, ada apa bu malam malam begini telepon Nanda? apa ada hal yang penting bu? Ibu dan bapak bagaimana kabarnya?".

Belum selesai aku bertanya, tiba tiba ibu memotong pembicaraanku sambil menangis ibu berkata.

"Sayang.. cepat pulang kesini.. ayo cepat pulang.. ayahmu.. ayahmu..", isak tangis ibu membuat aku menjadi cemas.

"Iya bu kenapa, ada apa? ayah kenapa bu?" tanyaku cemas.

"Ayahmu meninggal nak... terkena serangan jantung", Tangis ibu pecah di seberang sana.

"Aaaapaa bu? ayah meninggal terkena serangan jantung? gak mungkin bu.. gak mungkin!!!", tangisku pun pecah.

Aku merasa seperti tak menapaki bumi, sekujur tubuhku tiba tiba terasa lemas tak berdaya. Dadaku terasa sangat sesak, Bayangan saat aku masih kecil saat di gendong di pundak ayah, bayangan saat ayah membelikan mainan kesukaanku diiringi gelak tawa kami saat sedang bermain bersama, bayangan ketika aku bersujud dikaki ayah meminta doa dan restu ketika aku menikah dengan mas Ardi terlintas di benakku.

Wajah, senyum, tawa ayah semua terlintas di benakku dan itu semua membuat aku semakin sesak! lemas tak berdaya. Lututku tak mampu lagi untuk menopang tubuh ini, kakiku lumpuh mati rasa! hingga pada akhirnya aku tak sanggup lagi melanjutkan percakapan dengan ibu. Terlebih lagi sudah 2 bulan ini aku belum sempat mengunjungi ibu dan ayah.

Mas Ardi mengambil alih ponselku karena melihat aku menangis histeris, dia bertanya untuk memastikan lagi pada ibu.

"Halo bu ini Ardi, ada apa dengan ayah bu?", tanyanya pada ibu untuk memastikannya lagi.

"Iya nak, ayah mertuamu sudah Kembali pada Yang Maha Kuasa. Cepat kesini untuk mengurus jenazahnya nak", jawab ibu lirih.

"Inalillahi wainnailaihi rojiun", jawab mas Ardi berlinang air mata.

"Iya bu, sekarang juga Ardi dan Nanda kesana ya bu. Assalamualaikum", jawabnya sambil mematikan ponselnya.

Saat kami sedang bersiap siap, aku tak sengaja melihat ke arah luar kamar ada siluet bayangan seseorang yang sedang berdiri disana seperti sedang menguping pembicaraan kami.

Siapa dia? dirumah ini hanya ada aku, mas Ardi, Sheena dan Anggi. Mungkinkah itu Anggi, kalau pun benar sedang apa disana? namun aku pun tak terlalu memikirkannya, karena saat ini yang ada di fikiranku hanya ayahku saja.

Kami pun segera bergegas untuk pergi, mas Ardi mengendarai mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi, karena jalanan sedang sepi dan saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam dan terlebih lagi malam ini langit begitu muram karena sedang diguyur hujan yang cukup deras.

Saat mas Ardi membelokkan mobil dan mencoba mengurangi kecepatannya tiba tiba saja rem mobil blong tidak dapat berfungsi. Kami menjadi sangat panik, mas Ardi mulai tidak dapat mengendalikan mobilnya dan tiba tiba.

"BRAKK!!!",

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status