Kenshi tak tahu berapa lama dia menghabiskan waktu duduk di balkon kamar. Bayangan Reinart menyentuh bahu Rinai membuat dadanya terasa panas. Seolah-olah api sedang berkobar di sana. Dia tak mengerti mengapa harus seperti itu. Bukankah Rinai bukan siapa-siapa baginya? Lalu mengapa ada ngilu yang menikam dada kala bayangan itu melintas di benaknya. Semakin dia ingin mengenyahkan, semakin lekat di ingatan.Banyak tanya berbondong-bondong bertamu ke kepalanya. Ada hubungan apa keduanya? Apa mereka memutuskan untuk rujuk? Tapi, bukankah Reinart telah menikah. Dan wanita yang dinikahinya bukan wanita sembarangan. Keluarganya memiliki kekuasaan yang cukup besar. Apa pria itu rela melepas sang istri atau malah menjadikan Rinai sebagai istri kedua?Segala prasangka silih berganti bermain di benak Kenshi. Dia tak rela jika Rinai jatuh kembali ke pelukan pria itu. Dia tak mengerti jalan pikiran sang wanita. Mengapa mengambil resiko kembali pada pria yang pernah mengkhianati? Begitu besarkah cin
Kenshi hampir tak ingat waktu memperhatikan bangunan di hadapan. Rumah bercat putih yang dikelilingi pagar besi tersebut masih terlihat gelap. Hanya lampu teras yang mungkin sengaja dinyalakan saat sang pemilik pergi, agar rumah tak terlalu menakutkan. Dua buah pohon jambu klutuk yang mulai berbunga dan berdaun rimbun, membuat orang-orang mengira rumah itu tempat makhluk astral bermukim.Memang, Rinai yang memilih tinggal di sana berkali-kali diingatkan bahwa rumah itu memiliki kisah mistis. Namun, wanita itu mengabaikannya karena hanya rumah tersebut yang disewakan dengan harga sangat murah. Sebuah kisah kelam dan berdarah membuat orang-orang mengira ruh-ruh yang penasaran masih bergentayangan di sana.Kenshi juga mendengar hal tersebut saat membayar seseorang menyelidiki keberadaan Rinai. Harusnya dia melakukan ini sejak tiga bulan yang lalu. Harusnya kala Rinai pergi dari rumahnya dia segera bertindak, tapi bimbang membuat keraguan menyelimuti hatinya. Dia benci pada sikapnya sendi
Kenshi benar-benar kehilangan suaranya kala melihat reaksi Rinai yang begitu dingin. Wanita itu bahkan meletakkan buket bunga mawar yang dia beli di atas meja begitu saja. Tadinya pria itu berharap sang wanita akan tersenyum sambil menatap bunga itu takjub, lalu menciumi bunga itu dengan penuh perasaan, kemudian menghambur ke pelukannya. Kenshi tersenyum geli dengan ekspetasi liarnya. Mana mungkin seorang Rinai akan melakukan hal seperti itu. Saat masih serumah saja wanita itu selalu menjaga jarak. Jika bukan dirinya yang menyentuh, Rinai tak akan memulai, kecuali berkenaan dengan tugasnya.Rinai pun bersikap sama. Walau terlihat acuh tak acuh, sebenarnya jantungnya tengah berdegup kencang. Kedatangan Kenshi tanpa rencana berhasil menggetarkan hatinya. Apalagi setelah hampir beberapa bulan tak bertemu, membuat sang pria terlihat lebih ganteng. Rinai memukul kepalanya pelan, bagaimana di saat seperti ini dia memperhatikan wajah Kenshi. 'Sungguh tak berkelas kamu, Rin!' Suara di kepal
Desau angin terdengar berisik mengusik dahan-dahan pohon jambu di depan rumah Rinai. Wanita itu merapatkan resleting jaket berbahan kaos yang melekat di tubuhnya karena udara dingin yang masuk melalui kisi-kisi jendela mulai menusuk kulit. Sejak semalam Rinai tak mendapat lena dalam tidurnya. Sepanjang malam pikirannya berkelana, mengggali kenangan masa silam. Kala dia masih bersama Reinart. Rumah tangga yang disangka akan abadi hingga menua, runtuh hanya dalam hitungan tahun saja, tapi luka cukup dalam tertoreh. Kemudian sosok Kenshi hadir. Rinai tak pernah mengira jika pria itu diam-diam mampu menembus benteng yang dia bangun tinggi. Rasa tak percaya pada cinta membuatnya mematikan rasa. Namun, sang pria menjungkir-balikan keyakinannya hingga tanpa sadar dia membuka hati dan membiarkan pria tersebut melenggang masuk.Dan sekarang Rinai kembali goyah. Setelah dia memutuskan menjauh, mengapa kini Kenshi datang lagi? Apa pria itu tak tahu betapa sulitnya dia bangkit dari patah hati. Ri
Cinta bisa membuat orang-orang yang mengalaminya melakukan hal-hal di luar kebiasaannya. Yang awalnya datar menjadi lebih perhatian. Yang tadinya tak peduli penampilan menjadi pesolek. Begitupun Kenshi. Meski Rinai mengatakan untuk menjauh, dia tak mengindahkan perkataan wanita tersebut. Dia tak ingin lagi melakukan kesalahan yang sama. Cukup dia bersikap pengecut. Menebar benih cinta lalu saat bertunas dibiarkan begitu saja. Tadi malam dia bisa melihat Rinai tak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Meski bibir wanita itu menolak, tapi sorot matanya jelas menyiratkan hal berbeda. Ada kerinduan di sana. Rindu yang juga dimiliki Kenshi untuk Rinai. Ada cinta yang belum pupus di sana. Pria itu yakin tak semudah itu rasa beranjak dari hati sang wanita."Jangan senyum-senyum! Cepat habiskan lalu pulang." Suara ketus Rinai menyadarkan Kenshi jika di hadapannya ada wanita yang baru saja pingsan karena belum makan sejak semalam. Oleh karena itu dia berinsiatif memasakkan nasi goreng sederhana d
Setelan jas dan celana bahan berwarna hitam sangat pas membalut tubuh tegap Kenshi. Memakai kemeja putih slimfit sebagai dalaman membuat penampilan pria itu terlihat gagah dan menawan. Hari ini pertemuan pertamanya dengan Reinart Darwangsa sebagi relasi bisnis. Pria itu mengadakan sebuah acara yang dilaksanakan di salah satu hotel berbintang. Kenshi yang awalnya enggan untuk datang, berhasil dibujuk oleh Kusuma. Wanita itu mengatakan itu bukan hanya acara biasa, tetapi bisa dijadikan tempat untuk melobi beberapa pengusaha besar yang lain karena hampir semua pengusaha terkenal dan sukses diundang."Ken, sudah siap?" Kusuma muncul di ambang pintu kamar putranya. Wanita itu terlihat sangat menawan mengenakan gaun terusan sepanjang mata kaki dengan model sabrina di bagian bahu. Penampilannya semakin anggun dengan rambut disasak serta disanggul. Sebuah tusuk konde dari emas juga tertancap di rambutnya."Sudah, Ma. Apa aku harus beneran pergi?" tanya Kenshi lagi. Bukan tak menyukai acara te
Rinai hanya diam mendengar dua orang pria yang sedang menatapnya, dengan sorot meminta jawaban atas pertanyaan yang baru saja meluncur dari keduanya. Dia masih saja terlihat tenang seraya menepuk-nepuk punggung Anindya dengan lembut. Baginya, tak ada hal yang harus dijelaskan. Dia memang menjanjikan pernikahan pada keduanya dengan memakai syarat. Dan tak satu pun dari keduanya yang bisa memperlihatkan kesungguhan dan ketulusan padanya. Selalu saja ada kepentingan di balik itu.Kadang Rinai tertawa mengingat itu semua. Siapalah dia yang hanya wanita biasa, tak jelas siapa ayahnya, juga tak berharta serta kuasa. Namun, mengapa kedua pria itu seperti enggan melepasnya. Kadang Rinai berpikir mereka seperti itu, karena melihat kerapuhannya hingga gampang dipermainkan perasaannya."Rin, bukankah kamu sudah menyetujui rencana pernikahan kita?" Reinart terlihat meradang saat mendengar perkataan Kenshi yang menyatakan telah melamar sang wanita.Rinai menganjur napas perlahan. Dia menatap Rein
"Jelaskan, Ken!" Suara Kusuma meninggi meminta penjelasan putranya, perihal perkataannya pada Rinai. Meski jarak mereka cukup jauh, tapi Kusuma masih mampu mendengar dengan baik.Kenshi menganjur napas dalam dan panjang. Dia tahu inilah saatnya, maju atau tidak akan pernah mendapatkan kepercayaan wanitanya kembali. Pria itu mengepalkan kedua telapak tangannya, seolah-olah mencari kekuatan dari sana. Perlahan bibir Kenshi bergerak hendak mengeluarkan beban hatinya."Apa yang Mama dengar benar, aku mencintai Rinai." Sangat tegas dan vokal suara Kenshi berujar, membuat suasana hening seketika."Sejak kapan?" Kusuma menatap kedua insan itu bergantian. Dia tak percaya melewatkan hal yang penting."Sejak Rinai merawatku. Benih cinta perlahan tumbuh, Ma. Aku yakin dia adalah pasangan yang terbaik untukku." Kenshi meraih jemari sang wanita untuk disatukan dengan jemarinya.Melihat itu Kusuma menatap Rinai dengan sorot menajam. "Kamu merayu putra saya? Enggak cukup gaji serta bonus yang saya b