Share

Bab 4

Penulis: KARTIKA DEKA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-19 12:03:23

"Tadi kami ngobrol kok Bi, sama Eyang," kataku. 

Apa mungkin Eyang yang lupa. Usia yang sudah menua, bisa saja membuatnya mulai pikun. 

"Loh, jadi kok Eyang masih nanyain Non Rachel? Eyang lelap sekali tidur tadi katanya. Beberapa hari ini memang sulit tidur. Mungkin sekarang sudah lega, karena Non Rachel sudah datang. Non mau ngobrol dulu sama Eyang, apa mandi dulu? Apa mau Bibi siapin air panas untuk mandi. Udah sore banget loh. Air di sini dingin sekali kalau terlalu sore begini. Soalnya langsung dari mata air yang ngalir dari bukti belakang sana." 

"Em, nggak usah Bi. Nanti kalau mau, Rachel masak sendiri." Agak merasa sungkan juga kalau semua dilayani. 

Aku yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil, sekarang harus diperlakukan seperti seorang putri, rasanya kok malah aneh. Bukan tak senang, cuma gimana ya, kayak nggak enak aja gitu.

"Mana makan Eyang, Bi? Biar sekalian Rachel suapi." Aku berpikir untuk menyuapi Eyang makan terlebih dulu, baru mandi. Sekaligus menjawab rasa penasaranku. Masak sih yang tadi itu bukan Eyang? 

"Sebaiknya mandi dulu. Eyang kalau makan, lama banget. Keburu malam nanti. Kasihan itu yang di perut, bisa berantem sama angin di perut," kelakar Bi Lasmi sambil tertawa kecil dan langsung jalan ke dapur membawa baskom berisi air bekas untuk mandi Eyang. 

"Mas, kamu dengarkan kata Bi Lasmi tadi? Kamu tadi lihatkan, memang Eyang yang duduk di kursi goyang?" Aku berbisik pada mas Mondi setelah Bi Lasmi tak tampak lagi di pandangan. 

"Iya. Barangkali Eyang sudah pikun, makanya nggak ingat kalau kita udah ngobrol sama dia," bisik Mas Mondi pula. 

Ternyata apa yang mas Mondi pikirkan, sama seperti yang aku pikirkan. 

"Ya sudah, mandi dulu sana. Gantian. Mas, juga udah gerah banget,"kata Ma's Mondi. 

Aku masuk dulu ke kamar untuk mengambil baju ganti juga handuk, baru ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. 

Aku tak melihat Bi Lasmi ada di dapur, kemana dia? Padahal dia tadi jalan ke arah belakang. 

Aku melihat pintu dapur terbuka, segera aku ke situ. Sebenarnya tak penting juga dimana Bi Lasmi, selama dia masih ada di sekitar rumah. Namun, hatiku tergelitik untuk mengetahui dia sedang apa di belakang. 

Aku yang ingin keluar, jadi mengurungkan niatku. Cepat aku menyembunyikan tubuhku di balik pintu dapur, Karena melihat Bi Lasmi sedang bicara dengan Pak Sugeng. Wajah keduanya tampak tegang, seperti sedang adu mulut, tapi dengan suara berbisik. 

Aku cepat menyembunyikan badanku, ketika melihat Pak Sugeng melihat ke arahku. 

Aku coba mengintip lagi, Pak Sugeng sudah tak ada. Tinggal Bi Lasmi yang kini jalan ke arah rumah lagi. Cepat-cepat aku jalan ke kamar mandi, supaya tak ketahuan Bi Lasmi kalau aku mengintipnya.

"Ada apa ya, sama Pak Sugeng dan Bi Lasmi?" Aku jadi bertanya-tanya sendiri. Soalnya sikap mereka cukup mencurigakan.

Ah, lebih baik aku mandi dulu, nanti Bi Lasmi curiga melihat aku kelamaan di kamar mandi. 

Kamar mandi Eyang sudah ada showernya, jadi lumayan asik mandi kali ini. Tinggal berdiri di bawah guyuran air. Jadi kayak mandi hujan.

Aku benar-benar menikmati setiap guyuran air dari shower itu. Sengaja aku menyetel krannya sedang saja, agar air yang keluar tak terlalu deras. Biar aku tak merasa megap. 

Tiba-tiba aku merasakan ada yang menyentuh punggungku. Sontak aku berbalik, tak ada siapapun di dalam sini selain aku. Walau kamar mandi ini cukup luas, tapi tak ada tirai penghalang di dalamnya. Jadi tak akan tempat untuk seseorang bersembunyi.

Aku kembali meneruskan aktifitas mandiku. Sabun cair mulai kubalurkan dan kugosok perlahan di sekujur tubuhku. Juga shampo urang-aring dengan wangi yang khas ke rambutku yang sudah basah. Lalu kubasuh, hingga tak ada lagi yang menempel di rambut dan tubuhku. 

"Hah!" Aku langsung berbalik dan mundur selangkah, saat ada tangan yang memeluk pinggangku. Seperti tangan anak kecil. 

Aku cepat-cepat menyudahi mandiku. Aku lap asal saja tubuhku dengan handuk dan langsung memakai baju tidur setelan yang diberi oleh mertuaku saat kami akan datang ke rumah Eyang. 

Tergesa aku keluar dari kamar mandi, hingga hampir menabrak tubuh mas Mondi yang tau-tau sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. 

"Ya ampun, Mas. Bikin kaget aja," kataku. 

Terus terang saja, jantungku saat ini berdetak lebih kencang dari biasanya. Bukan hanya karena aku sedang hamil, tapi karena takut juga. 

"Kamu lama banget, makanya tadi mau ngetuk pintu kamar mandi. Kamu kenapa? mukanya tegang banget," tanya mas Mondi. 

"Um, nggak papa. Ya udah gih, sana mandi. Aku mau nyuapin Eyang dulu." 

Kayaknya tak perlu kasih tau Mas Mondi. Nanti dia jadi cemas, atau malah dikira aku yang sedang halu. 

Aku yakin, tadi itu nggak halu. Jelas banget kok, tadi aku lihat tangan itu melingkar memeluk pinggangku. Pertanyaannya, siapa yang menggangguku di kamar mandi ?

Ah sudahlah. Mudah-mudahan memang hanya halu saja, karena aku masih capek. Belum ada istirahat juga dari tadi. 

"Bi Lasmi!" Aku memanggil Bi Lasmi seraya jalan ke ruang tamu.

"Iya Non! Bibi di kamar Eyang," sahut Bi Lasmi. 

Aku segera ke kamar Eyang. Kulihat Bi Lasmi sedang menyisir rambut Eyang yang sudah duduk di kursi goyang. 

"Siapa yang angkat Eyang, Bi?" tanyaku. 

"Mas Mondi, Non," jawab Bi Lasmi yang sudah selesai menyisir rambut Eyang. 

"Sekarang, Ibu makan sama Non Rachel ya," kata Bi Lasmi pada Eyang. Nampaknya Bi Lasmi sangat perhatian sekali sama Eyang. 

Aku melihat kepala Eyang bergerak mengangguk. Tak kulihat ekspresinya, karena aku di belakang Eyang. 

"Saya tinggal, ya Non. Itu makanannya." Bi Lasmi menunjuk bubur nasi beserta sup ayam kampung di sebuah nampan yang ada di meja rias. Sebenarnya sejak masuk tadi sudah kulihat bubur itu. 

Saat aku baru mengangkat nampan itu, tiba-tiba sebuah tangan memukul tanganku. Hingga nampan di tanganku terjatuh. 

PRAANGG

Mangkuk bubur dan sup itu sontak pecah berkeping-keping. 

~~~~~~~~~~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RUMAH EYANG   Tamat

    Mataku mendelik besar, kala Pak Manto mengarahkan senjata tajam itu ke wajahku. Perih, ujung belati itu menggores wajahku. Apalagi Pak Manto terus menggeser belati itu. Aku meringis, air mata tak mau berhenti keluar dari sudut mataku. Dadaku bergerak turun naik dengan cepat. Seringai di wajahnya membuatku ngeri. Bibirnya tersenyum miring, mengejek ketidak berdayaanku.Dadaku terus bergemuruh dengan cepat, mataku tak mau berkedip kala senjata tajam itu didekatkan ke pipiku. Hanya berjarak satu inci lagi, maka benda itu akan menyayat kulitku. Pak Manto terus menggeser benda itu, sangat perlahan. Dia seolah-olah sengaja membuatku ketakutan. Memancing rasa cemas yang berlebihan. Dia mengangkat benda itu ke atas. Aku hanya bisa pasrah. Kupejamkan mata sangat kuat. Ya Allah, aku pasrah. Terdengar suara benda jatuh dan suara gaduh. “Astaghfirullah hal adzim.” Mataku langsung kubuka saat mendengar suara seseorang yang beristighfar dan suara derap kaki yang saling berkejaran.Terima kasih y

  • RUMAH EYANG   Karena dendam

    “Kamu pasti bohong!” teriakku. Tanganku kuhentak-hentakkan, berharap ikatan akan terlepas.“Kamu tau, bertahun-tahun aku sudah bersabar menghadapi keserakahan Sandra. Aku terima saja, saat dia menguasai seluruh harta warisan dari bapakku. Hanya karena aku anak dari istri kedua, dia tak menganggap aku sama sekali.”Sumpah, aku sangat terkejut. Ternyata benar, Pak Manto adalah anak dari Buyut juga. Sangat banyak rahasia di rumah Eyang yang tidak aku ketahui. Semuanya membuatku bingung juga takut. Kenapa aku baru tau sekarang? Ayah, kenapa Ayah tidak menceritakan semua padaku sebelumnya? Apa Ayah tidak berpikir, kalau aku yang pada akhirnya akan menjadi korban?“Saat dia hanya menjadikan aku dan istriku pesuruhnya pun, aku tak menolak.” Pak Manto bicara sambil mengelilingi meja tempat tubuh ini dibaringkan. Di tangannya ada sebuah pisau daging. Entah untuk apa pisau itu. Apa mereka akan menghabisi aku sekarang? Ya Allah, tolong aku. Tolong anakku. “Sejak kecil, dia tak pernah mau meng

  • RUMAH EYANG   Bab 38

    “Aduuhh.” Aku meringis sambil memegangi kepalaku yang terasa sangat sakit dan pusing sekali.Ya Allah kenapa jadi sakit semua. Kepala sakit, perut sakit. Mas, cepatlah datang. Aku rasanya sudah tak kuat lagi. Ajakku di dalam perut juga terus bergerak dengan sangat aktif. Rasanya sakit sekali. Apa mungkin aku mau melahirkan, tapi belum masuk harinya. Tubuhku sampai berkeringat dingin merasakan sakitnya. Tidur salah, jalan juga salah. Rasanya seluruh tulang yang ada di tubuhku rontok semua. Luar biasa sakit. Ya Allah, tolong. Aku dengar suara gaduh. Suara langkah kaki yang tergesa. Mas Mondi yang datang, bersama dengan Bi Lasmi. Mereka langsung masuk ke kamarku. “Coba baring, Non,” kata Bi Lasmi. Aku segera berbaring, dibantu oleh Mas Mondi. Bi Lasmi langsung memeriksa perutku. “Ini udah mau lahiran. Kayaknya kita nggak sempat ke rumah sakit, anaknya udah mau keluar,” kata Bi Lasmi. Suaranya terdengar panik. Membuat aku juga jadi panik. “Mas, ambilkan air hangat, pake baskom. Air

  • RUMAH EYANG   Bab 37

    "Kamu nggak lagi bercanda kan?" tanya Mas Mondy seolah-olah tak percaya apa yang kukatakan. "Nggak Mas. Ayo." Aku menarik tangan Mas Mondi untuk masuk ke dalam kamar Eyang."Mas geser lemarinya. Ada ruang bawah tanah, Mas," kataku. Aku masih merasa takut dan tegang kalau teringat kejadian yang tadi. Mas Mondi mengintip sedikit dari celah yang ada di belakang lemari, lalu menggeser lemari itu. "Biar Mas aja," cegah Mas Mondi ketika aku ingin membantunya. Sekuat tenaga Mas Mondi menggeser lemari itu, akhirnya bisa juga. Setelah dirasa bisa dilewati satu badan manusia dewasa, Mas Mondi tak lagi menggesernya."Tuh, kan ada pintunya Mas," kataku. Mas Mondi meletakkan telapak tangannya di pintu itu. Membuka kunci yang hanya mengait begitu saja, lalu mendorong pintu itu pelan.Aku memegangi tangan Mas mondy. Aku masih teringat akan kejadian tadi. "Jangan masuk Mas, bahaya," kataku melarangnya untuk masuk."Kamu tunggu di sini aja," katanya. Mas Mondi jalan perlahan menuruni anak tangg

  • RUMAH EYANG   Ruangan bawah tanah

    "Yoga!" Reflek aku menjerit dan berlari ke arah Yoga. Yoga tampak kesakitan memegang punggungnya yang sepertinya sakit sekali. Tak ada siapapun selain Nunik yang terbaring lemah. Siapa yang menyerang Yoga tadi?Aku berjalan mendekati Nunik, untuk melepas ikatan di tubuhnya. Kami harus segera keluar dari ruangan ini. Aku bisa merasakan kalau aura di ruangan ini sangat menyeramkan. Bulu kudukku terus meremang sejak kamu mulai memasuki ruangan ini. "Chel, jangan!" Yoga meneriakiku agar jangan mendekati Nunik. Kami tak mungkin keluar dari ruangan ini tanpa membawa Nunik keluar. Aku abaikan larangan Yoga. Aku menarik dalam nafasku, jantungku berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Aku tau, ini bahaya. Kalau kami tak melakukan apapun, juga akan berbahaya untuk Nunik. Perlahan aku jalan, seraya memegangi perutku. Kita kuat Nak. Jangan takut. Bunda nggak akan biarkan apapun terjadi sama kamu.Aku semakin dekat dengan Nunik. Tak ada apapun yang terjadi, membuatku semakin berani. Ti

  • RUMAH EYANG   Mencari Nunik

    ''Bukannya Nunik sudah pulang?" tanyaku."Iya, tadi sudah pulang. Selesai sholat tadi, dia izin mau ke rumah Eyang lagi. Katanya kasihan kau sendirian di rumah," jelas Yoga. "Loh, katanya ada hajatan di rumah saudara kalian?" tanyaku heran. "Memang ada hajatan, tapi kami nggak pergi. Hanya titip amplop saja. Kamu khawatir sama kau, makanya Nunik ke sini. Zain sudah pesan untuk jaga kau."Jelas aku jadi khawatir mendengarnya. Berarti tadi benar Nunik yang datang. Kenapa Bi Lasmi bilang dia tak melihat Nunik? Apa memang dia tak nampak Nunik lewat? Apa tadi suara Nunik?"Bu, Rachel pulang ya," kataku. "Iyah." Dia mengangguk cepat, dengan senyuman yang lebar. "Kita ke rumah Ga." Aku langsung mengajak Yoga ke rumah. "Hati-hati." Aku langsung berbalik mendengar Bu Parsiah bilang hati-hati. Tetapi, dia terlihat sedang bermain dengan bebek. Aku melihat Pak Sugeng yang terus memperhatikan kami. Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Aku cepat menyusul Yoga yang jalan lebih dulu, sambil memeg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status