Share

Bab 4

"Tadi kami ngobrol kok Bi, sama Eyang," kataku. 

Apa mungkin Eyang yang lupa. Usia yang sudah menua, bisa saja membuatnya mulai pikun. 

"Loh, jadi kok Eyang masih nanyain Non Rachel? Eyang lelap sekali tidur tadi katanya. Beberapa hari ini memang sulit tidur. Mungkin sekarang sudah lega, karena Non Rachel sudah datang. Non mau ngobrol dulu sama Eyang, apa mandi dulu? Apa mau Bibi siapin air panas untuk mandi. Udah sore banget loh. Air di sini dingin sekali kalau terlalu sore begini. Soalnya langsung dari mata air yang ngalir dari bukti belakang sana." 

"Em, nggak usah Bi. Nanti kalau mau, Rachel masak sendiri." Agak merasa sungkan juga kalau semua dilayani. 

Aku yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil, sekarang harus diperlakukan seperti seorang putri, rasanya kok malah aneh. Bukan tak senang, cuma gimana ya, kayak nggak enak aja gitu.

"Mana makan Eyang, Bi? Biar sekalian Rachel suapi." Aku berpikir untuk menyuapi Eyang makan terlebih dulu, baru mandi. Sekaligus menjawab rasa penasaranku. Masak sih yang tadi itu bukan Eyang? 

"Sebaiknya mandi dulu. Eyang kalau makan, lama banget. Keburu malam nanti. Kasihan itu yang di perut, bisa berantem sama angin di perut," kelakar Bi Lasmi sambil tertawa kecil dan langsung jalan ke dapur membawa baskom berisi air bekas untuk mandi Eyang. 

"Mas, kamu dengarkan kata Bi Lasmi tadi? Kamu tadi lihatkan, memang Eyang yang duduk di kursi goyang?" Aku berbisik pada mas Mondi setelah Bi Lasmi tak tampak lagi di pandangan. 

"Iya. Barangkali Eyang sudah pikun, makanya nggak ingat kalau kita udah ngobrol sama dia," bisik Mas Mondi pula. 

Ternyata apa yang mas Mondi pikirkan, sama seperti yang aku pikirkan. 

"Ya sudah, mandi dulu sana. Gantian. Mas, juga udah gerah banget,"kata Ma's Mondi. 

Aku masuk dulu ke kamar untuk mengambil baju ganti juga handuk, baru ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. 

Aku tak melihat Bi Lasmi ada di dapur, kemana dia? Padahal dia tadi jalan ke arah belakang. 

Aku melihat pintu dapur terbuka, segera aku ke situ. Sebenarnya tak penting juga dimana Bi Lasmi, selama dia masih ada di sekitar rumah. Namun, hatiku tergelitik untuk mengetahui dia sedang apa di belakang. 

Aku yang ingin keluar, jadi mengurungkan niatku. Cepat aku menyembunyikan tubuhku di balik pintu dapur, Karena melihat Bi Lasmi sedang bicara dengan Pak Sugeng. Wajah keduanya tampak tegang, seperti sedang adu mulut, tapi dengan suara berbisik. 

Aku cepat menyembunyikan badanku, ketika melihat Pak Sugeng melihat ke arahku. 

Aku coba mengintip lagi, Pak Sugeng sudah tak ada. Tinggal Bi Lasmi yang kini jalan ke arah rumah lagi. Cepat-cepat aku jalan ke kamar mandi, supaya tak ketahuan Bi Lasmi kalau aku mengintipnya.

"Ada apa ya, sama Pak Sugeng dan Bi Lasmi?" Aku jadi bertanya-tanya sendiri. Soalnya sikap mereka cukup mencurigakan.

Ah, lebih baik aku mandi dulu, nanti Bi Lasmi curiga melihat aku kelamaan di kamar mandi. 

Kamar mandi Eyang sudah ada showernya, jadi lumayan asik mandi kali ini. Tinggal berdiri di bawah guyuran air. Jadi kayak mandi hujan.

Aku benar-benar menikmati setiap guyuran air dari shower itu. Sengaja aku menyetel krannya sedang saja, agar air yang keluar tak terlalu deras. Biar aku tak merasa megap. 

Tiba-tiba aku merasakan ada yang menyentuh punggungku. Sontak aku berbalik, tak ada siapapun di dalam sini selain aku. Walau kamar mandi ini cukup luas, tapi tak ada tirai penghalang di dalamnya. Jadi tak akan tempat untuk seseorang bersembunyi.

Aku kembali meneruskan aktifitas mandiku. Sabun cair mulai kubalurkan dan kugosok perlahan di sekujur tubuhku. Juga shampo urang-aring dengan wangi yang khas ke rambutku yang sudah basah. Lalu kubasuh, hingga tak ada lagi yang menempel di rambut dan tubuhku. 

"Hah!" Aku langsung berbalik dan mundur selangkah, saat ada tangan yang memeluk pinggangku. Seperti tangan anak kecil. 

Aku cepat-cepat menyudahi mandiku. Aku lap asal saja tubuhku dengan handuk dan langsung memakai baju tidur setelan yang diberi oleh mertuaku saat kami akan datang ke rumah Eyang. 

Tergesa aku keluar dari kamar mandi, hingga hampir menabrak tubuh mas Mondi yang tau-tau sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. 

"Ya ampun, Mas. Bikin kaget aja," kataku. 

Terus terang saja, jantungku saat ini berdetak lebih kencang dari biasanya. Bukan hanya karena aku sedang hamil, tapi karena takut juga. 

"Kamu lama banget, makanya tadi mau ngetuk pintu kamar mandi. Kamu kenapa? mukanya tegang banget," tanya mas Mondi. 

"Um, nggak papa. Ya udah gih, sana mandi. Aku mau nyuapin Eyang dulu." 

Kayaknya tak perlu kasih tau Mas Mondi. Nanti dia jadi cemas, atau malah dikira aku yang sedang halu. 

Aku yakin, tadi itu nggak halu. Jelas banget kok, tadi aku lihat tangan itu melingkar memeluk pinggangku. Pertanyaannya, siapa yang menggangguku di kamar mandi ?

Ah sudahlah. Mudah-mudahan memang hanya halu saja, karena aku masih capek. Belum ada istirahat juga dari tadi. 

"Bi Lasmi!" Aku memanggil Bi Lasmi seraya jalan ke ruang tamu.

"Iya Non! Bibi di kamar Eyang," sahut Bi Lasmi. 

Aku segera ke kamar Eyang. Kulihat Bi Lasmi sedang menyisir rambut Eyang yang sudah duduk di kursi goyang. 

"Siapa yang angkat Eyang, Bi?" tanyaku. 

"Mas Mondi, Non," jawab Bi Lasmi yang sudah selesai menyisir rambut Eyang. 

"Sekarang, Ibu makan sama Non Rachel ya," kata Bi Lasmi pada Eyang. Nampaknya Bi Lasmi sangat perhatian sekali sama Eyang. 

Aku melihat kepala Eyang bergerak mengangguk. Tak kulihat ekspresinya, karena aku di belakang Eyang. 

"Saya tinggal, ya Non. Itu makanannya." Bi Lasmi menunjuk bubur nasi beserta sup ayam kampung di sebuah nampan yang ada di meja rias. Sebenarnya sejak masuk tadi sudah kulihat bubur itu. 

Saat aku baru mengangkat nampan itu, tiba-tiba sebuah tangan memukul tanganku. Hingga nampan di tanganku terjatuh. 

PRAANGG

Mangkuk bubur dan sup itu sontak pecah berkeping-keping. 

~~~~~~~~~~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status