Pak Roni mengatakan kalau aku mempermalukan Irma di depan banyak orang di minimarket. Sehingga saat pak Roni menjemputnya untuk pulang ia mendengar banyak hinaan dari pengunjung minimarket."Jadi seperti itu kejadiannya kenapa dia begitu tega menyakiti hati Irma yang tak salah apa-apa?" tanya Pak Roni."Benar Nungki aku hanya menyapanya tapi istrimu memarahiku dan seolah tak mengenalku aku dibuat malu olehnya dan menjadi bahan cemoohan orang banyak!" seru Irma sambil pura-pura menangis.Aku pikir akan melakulan apa ternyata masih tipuan yang biasa digunakan perempuan jalang. Aku sampai kenyang melihat adegan seperti ini karena sering digunakan."Kenapa kamu diam saja Dara? Apa kamu takut mengakui kesalahanmu?" tanya pak Roni."Aku akan berkata apa kalian akan tetap menyangkalnya kan," jawabku sambil menikmati makananku.Mereka masih berkelit dan terus menyerangku. Beruntung ada teman Nungki yakni atasanku langsung yang kebetulan sedang janjian dengan Nungki.
Tentu saja banyak qanita cantik yang ada di sisi suamiku aku sangat tahu pasti. Tapi aku tak takit dengan mereka karena yang menjadi istri sah adalah aku bukan mereka."Dara kamu jangan bersikap kekanakan seperti itu. Nungki memiliki selir itu adalah hal yang wajar," ucap Irma."Apa kamu pikir aku seperti paman yang memiliki simpanan bodoh dan memalukan sepertimu!" seru Nungki.Nungki mengatakan padaku kalau tidak ada gadis lain dihatinya selain aku. Dia sudah bersumpah akan menjaga satu wanita saja di hatinya. Perceraian itu sungguh membuat luka. ia tak ingin mengulangi apa yang terjadi seperti pamannya.Anaknya terluka dan mantan istrinya sempat depresi. Nungki tak mau melakukan itu. Walaupun ujiannya banyak ia akan tetap mencoba setia pada satu wanita yakni aku istrinya."Dara kamu jangan khawatir aku sangat kasihan pada bibi Rania saat perpisahan dengan paman terjadi. Aku sangat mencintaimu dan tak akan ada wanita lain selain dirimu!" seru Nungki."D
Aku menegaskan pada pak Roni kalau aku ini datang dengan baik-baik. Di pinang dan menikah masuk keluarga Hendarso juga baik-baik. Melalui proses dan prosedur yang normal. Bukan seperti wanita yang rakus kekuasan dan ingin hidup enak datang merusak rumah tangga orang."Pertama saya di lamar Nungki dengan adat dan proses yang seharusnya. Kedua saya tak merusak kebahagiaan orang lain, kenapa saya bisa bapak katakan sebagai pembawa sial?" tanyaku sekali lagi."Yang membawa sial itu adalah wanita yang menbuat hidup paman dahulunya enak sekarang menjadi menderita. Mau ngumpulin duit berapa saja nggak bisa karena hidupnya hedon sampai utang menumpuk dimana-mana," ucap Nungki.Nungki menjelaskan sekali lagi kalau wanita yang dulu bersama bisa berhemat lebih tepatnya memanage uang. Kalau utang juga ambilnya yang bisa digunakan jangka panjang misalnya rumah dan mobil.Kalau yang sekarang pamannya lebih menjadi manusia toxic yang suka minta bantuan pada kakak dan mamanya."
Nungki mengangkat bahunya sedikit lalu menurunkannya lagi. Dia merangkulku masuk ruang rapat seolah tak mau memikirkan tentang nasib pamannya."Nggaj usah pedulikan mereka. Orang seperti mereka pasti tahu letak kesalahan mereka dimana," jawab Nungki."Oke aku tak akan memikirkan mereka lagi," ucapku. Ini pertama kalinya ikut Nungki rapat tapi mataku rasanya lelah tak bisa menahan kantuk aku tidur di bahu suamiku sampai rapat selesai dan dia membangunkanku."Ayo pulang sudah larut malam sepertinya kamu lelah," ucap Nungki."Apa aku ketiduran. Maafkan aku ya apa aku memalukanmu karena tertidur?" tanyaku."Tidak jangan berpikir macam-macam ayo kita pulang, atau mau menginap di sini?" tanya Nungki.Aku menggelengkan kepala lalu mengatakan ingin pulang. Kami sepakat pulang dan tidur di rumah sampai pagi.Seperti biasa aku turun ke dapur memasak di temani para pelayan membuat sarapan untuk suamiku."Ternyata kamu di sini kenapa tak membangunkanku?" tan
Aku menghela nafasku lalu membiarkan bu Endang sibuk mengintrogasiku sore ini. Belia menahanku untuk tidak masuk rumah terlebih dahulu."Kalau anak pembantu tak akan bisa membiat pesta newah di gedung bu. Sampai aku bulan madu ke eropa," jawabku."Alah paling semua itu juga ngutang! Aha aku tahu kamu bekerja untuk ngelunasi hutang setelah nikah yang menumpuk itu kan?" tanya bu Endang. "Makanya menikah sesuai bugdet yang ada saja nggak usah sok-sokan!" imbuh bu Endang.Percuma kan ngomong sama bu Endang yang tak tahu apa-apa di kehidupan kami tapi sudah sok tahu dan menebak apa yang terjadi di kehidupanku."Sepertinya saya selalu salah di mata bu Endang ya, padahal saya ini nggak bayar utang loh. Mana ada orang kaya bayar utang sehabis merayakan resepsi, aku bekerja biar nggak dibilang cuma numpang hidup sama orang-orang termasuk bu Endang," jawabku."Oalah jangan ngeles segala begitu dong Dara. Aku tahu kamu itu hanya menutupi fakta yang ada. Ngaku saja
Bapak belum menjawab pertanyaan ibu tapi sudah terdengar keributan di luar rumah. kami langsung ke luar melihat siapa yang membuat keributan san siapa sih yang menyalakan klakson kencang sekali."Tuh bu lihat bu Endang sudah dapat balasan," jawab bapakku sambil menunjuk luar pagar."Hem apa itu menantu kita?" tanya ibuku sambil melangkah maju ke depan.Bu Endang marah dan memaki siapa pemilik mobil. Dia tak terima karena di klakson dengan kencang seperti itu."Mentang-mentang bawa mobil jangan seenaknya begitu jadi orang, memangnya yang bisa beli mobil kamu doang?" tanya bu Endang dengan lantang."Ibu menghalangi jalan saya. Untuk apa mengobril di jalanan mana ngomongnya nggak benar," ucap Nungki santai.Bu Endang terus mengoceh dia bilang kalau melihatku jalan kaki pulang ke rumah pasti habis bertengkar dan sekarang menjemputku seolah tak terjadi apa-apa. Ia juga mengungkit kalau aku masih di biarkan bekerja karena bayar hutang habis nikahan banyak."Men
Kami tak ingin menghiraukan apa yang dikatakan bu Endang. Tapi berani banget di depan besan dan calon mantu menghina orang apa nggak takut anaknya nggak jadi di nikahi."Iya bu Endang selamat ya anaknya sudah ada yang melamar semoga lancar sampai hari H," ucap ibuku."Iya lah bu terima kasih nanti resepsi di gedung lebih mewah dari anak bu Siti," balas bu Endang.Nungki hanya tertawa mendengar ucapan bu Endang. Mau lebih mewah mau enggak siapa yang peduli dengan hajat mereka."Kami pamit pulang dulu ya bu. Sudah malam besok harus kerja," ucapku."Loh katanya istri bos kok masih kerja!" seru bu Endang.Aku menoleh ke arah Nungki dan tersenyum padanya. Nungki juga mengatakan kalau aku tak perlu membalas omongan bu Endang. Lebih segera pergi percuma juga kalau harus membaung energi untuk melawan orang yang tak bermoral seperti bu Endang ini."Ayo masuk ke dalam mobil. Mau kaya mau miskin semua orang perlu uang," jawab Nungki sambil membuka pintu m
Ratna mengatakan kalau Nungki tak mau rugi mendapatkan istri yang tak bisa diandalkan. Atau Ratna berpikir tidak ada keuntungan bila menikahiku karena orang tuaku hanya penjual ikan sedangkan Nungki adalah seorang pengusaha besar. Makanya aku harus bekerja agar Nungki tidak malu kalau mengajakku kumpul dengan orang besar lainnya."Kalau sayang beneran akan dijadikan ratu di rumah. Mungkin juga dia malu mempunyai istri yang keluarganya tidak bisa dimanfaatkan!" seru Ratna dari pesan singkatnya.Aku bingung membalasnya lalu membacakan pesan Ratna agar Nungki mendengarnya. Nungki tidak marah malah tertawa lepas. Dia mengatakan kalau tak akan memaksa istrinya di rumah saja atau disuruh bekerja."Pemikiran kolot banget dia pikir aku tak kenala siapa calon suaminya itu," balas Nungki."Jadi menurutmu aku harus balas pesan dia apa?" tanyaku pada suamiku.Nungki menyuruhku membalas dengan kalimat yang menohok menurutku sih. Tapi ini bisa menjadikan R