Share

RHMD 5 Pernikahan

Author: Ziya_Khan21
last update Last Updated: 2025-05-03 00:46:58

Suara mesin detak jantung terdengar stabil, ritmenya jauh lebih tenang daripada hari-hari sebelumnya. Nio duduk di sisi ranjang, memegang tangan keriput yang terasa hangat di genggamannya. Nenek Lina masih tampak lemah, namun matanya yang kini terbuka menyiratkan ketenangan.

"Kau sadar, Nek..." bisik Nio pelan, senyumnya muncul perlahan.

Nenek Lina mengangguk lemah. 

Nio menggenggam tangan nenek itu lebih erat. "Terima kasih... karena tidak menyerah padaku." Suaranya serak, menahan emosi yang tak pernah ia tunjukkan pada siapa pun sebelumnya.

Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar rumah sakit, menghela napas lega. Cahaya senja menyusup dari jendela lorong, dan di ujung sana, Ruby berdiri menunggu dengan tangan dilipat di depan dada.

"Siapa dia?" tanya Ruby pelan, nadanya datar tapi matanya lembut.

Ruby mendekat, lalu bersandar ke dinding di samping Nio. "Kau bilang tidak punya keluarga? Dengar, meski pun Kau bersedia menikah denganku untuk biaya operasi itu... Tapi aku juga bukan orang yang akan membiarkan orang menderita, apalagi kalau itu menyangkut keluarga orang yang penting."

Nio menoleh ke arahnya, wajahnya masih tenang tapi sorot matanya mulai berubah. Ruby melanjutkan, "Jadi kalau Kau berpikir pernikahan ini cuma karena aku mau ‘membayar’ bantuanmu, Kau salah."

Seketika Nio berkata datar, "Kalau begitu... kita tidak jadi menikah."

Ruby menatapnya cepat. "Jangan tarik kesimpulan sendiri." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Kita tetap akan menikah. Karena aku ingin menikah denganmu, bukan cuma karena masalah uang. Aku akan bantu Kau, dan kalau Kau mau... aku bisa kasih semua yang Kau butuh, bukan cuma biaya rumah sakit."

Nio menatap Ruby lama. Ada pertarungan dalam dirinya. Akhirnya ia berkata pelan, "Aku mungkin tidak bisa mencintaimu, tapi aku akan berusaha menjadi suami yang layak untukmu."

Ruby menatap matanya dalam-dalam. "Aku juga tidak butuh cinta sekarang. Aku cuma ingin Kau di sisiku, itu sudah cukup."

Hening menyelimuti mereka sesaat. Nio menunduk pelan. Lalu Ruby membuka suara lagi, kali ini lebih lembut:

"Tapi aku penasaran... Kau tidak pernah tanya, kenapa aku minta Kau menikahi aku?"

Nio menggeleng. "Aku tidak pensaran."

“Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu sekarang kau harus ikut dengaku!” seru Ruby berbalik.

Dengan alis sedikit berkerut, Nio bertanya datar, "Ke mana kita pergi?"

Ruby tersenyum samar, sorot matanya teduh namun menyiratkan sesuatu yang jauh lebih dalam. Tanpa ragu, ia menjawab dengan suara tenang, "Ke neraka."

*** 

Malam itu di ruang tamu rumah keluarga Ruby, suasana terasa berat, penuh ketegangan yang hampir bisa diraba di udara. Ruby duduk tegak di sofa besar berlapis kulit, sementara Nio, dengan pakaian lusuh dan rambut sedikit berantakan, duduk di sisi lain, menundukkan kepala dengan sopan.

Di hadapan mereka, Ayah Ruby, Tuan Ashaki, seorang pria paruh baya bertubuh tegap dengan sorot mata keras, duduk dengan tangan bertumpu pada tongkat kayu. Wajahnya menunjukkan ketidakpuasan yang tidak ia sembunyikan. Di sampingnya, Ibu Ruby, Nyonya Ashaki, memandang dengan raut wajah khawatir.

"Siapa pria lusuh ini yang kau bawa masuk ke rumah kita, Ruby?" tanya Ayahnya dengan suara berat dan tajam, nyaris seperti gertakan.

Ruby mengangkat dagunya, matanya menatap ayahnya tanpa gentar. Dengan suara lantang yang bergema di seluruh ruangan, ia berkata, "Dia calon suamiku. Aku akan menikah dengannya. Namanya Nio."

Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan sebelum Tuan Ashaki membentak, suaranya meledak marah, "Apa alasannya? Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu?"

Alih-alih takut, Ruby justru tersenyum kecil, senyum tipis namun sarat makna. Dengan tenang, ia membuka tas kecilnya dan mengeluarkan selembar kertas resmi, lalu meletakkannya di atas meja, mendorongnya ke arah ayahnya.

"Itu hasil visum," kata Ruby ringan namun tajam. "Aku sudah tidur dengannya. Tubuhku sudah bukan lagi milik pria mana pun yang Ayah rencanakan untuk aku nikahi."

Ayah Ruby menatap kertas itu dengan rahang mengeras, sementara wajahnya memerah karena menahan amarah. Ruby melanjutkan dengan suara dingin, "Tidak mungkin pria seperti Gerry atau siapa pun mau menerimaku dalam keadaan seperti ini. Dan kemungkinan aku hamil juga sangat besar, karena kami melakukannya tanpa perlindungan."

Kata-kata itu jatuh seperti palu godam di tengah ruang tamu yang kini terasa membeku. Tuan Ashaki membanting tangan ke meja, lalu bangkit dengan geram, mengangkat tangannya hendak menampar Ruby.

Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh pipi putrinya, tangan lain yang lebih kuat menangkap pergelangannya. Nio, yang sedari tadi diam, kini berdiri di antara Ruby dan ayahnya. Sorot matanya tegas, namun sikapnya tetap penuh hormat.

Dengan gerakan perlahan, Nio melepaskan cengkeramannya, lalu berlutut di hadapan Tuan Ashaki. Kepala Nio tertunduk dalam-dalam, sikapnya penuh kerendahan hati.

"Saya mohon pengertian dan restu Anda, Tuan," ucap Nio, suaranya serak namun mantap. "Saya mungkin telah menodai kehormatan Ruby, tetapi saya bersumpah akan bertanggung jawab penuh. Saya akan menjaga dan melindunginya, seumur hidup saya."

Ayah Ruby menatap Nio dengan mata menyala-nyala, tetapi kali ini ada keraguan yang menahan kemarahannya. Ibu Ruby hanya bisa menutup mulutnya, menahan isak kecil.

Dalam diam yang panjang itu, Ruby menatap punggung Nio, dan untuk pertama kalinya malam itu, ada kilatan rasa kagum dalam matanya. Nio, yang tak memiliki apa pun, tetap berlutut untuk mempertahankan harga diri dan martabat mereka berdua.

*** 

Musik orkestra mengalun lembut di ballroom hotel bintang lima di pusat kota Macau. Kristal menggantung indah dari langit-langit, memantulkan cahaya keemasan yang memeluk ruangan. Para tamu berdandan mewah, menyambut dua sosok yang melangkah perlahan di tengah karpet putih yang dibentangkan sepanjang altar.

Ruby mengenakan gaun pengantin berwarna putih gading yang jatuh sempurna membingkai tubuhnya. Riasan wajahnya tampak elegan namun tetap lembut, dan senyumnya mengembang lebar penuh ketegangan dan harapan.

Di sampingnya, Nio berjalan dalam setelan jas hitam yang pas di tubuh tegapnya. Dasi kupu-kupu yang dikenakannya membuatnya terlihat seperti pria dari sampul majalah. Tapi wajahnya... datar. Tak ada senyum, tak ada emosi yang terlihat jelas. Ia melangkah tenang, tapi jauh di dalam dirinya, hanya sunyi dan beban.

Pandangan Ruby sesekali mencuri tatapan ke arah Nio, mencoba mencari secercah keyakinan di wajah pria yang kini akan menjadi suaminya. Tapi ia hanya menemukan sorot mata yang tak terbaca.

Tiba di altar, pendeta memulai upacara dengan suara tenangnya. Musik berhenti, dan dunia seakan mengecil hanya pada mereka berdua.

“Nio Alenka... apakah kau bersedia menerima wanita ini sebagai istrimu, dalam suka dan duka, sehat dan sakit, kaya maupun miskin, sampai maut memisahkan?”

“Saya bersedia.” jawabnya datar.

“Zhen Ruby Ashaki, apakah kau bersedia menerima pria ini sebagai suamimu, dalam suka dan duka, sehat dan sakit, kaya maupun miskin, sampai maut memisahkan?”

 “Saya bersedia,” jawabnya tanpa keraguan.

Pendeta mengangguk. “Dengan ini, saya nyatakan kalian sah sebagai suami istri.”

Tepuk tangan memenuhi ruangan. Kilatan kamera datang dari berbagai arah. Musik kembali dimainkan dengan irama meriah.

Ruby menggenggam tangan Nio erat, dan kali ini, menatapnya penuh harap. Tapi Nio hanya membalas dengan anggukan kecil, senyum tipis yang nyaris tidak terlihat.

Dalam dunia yang kini menyaksikan mereka sebagai pasangan bahagia, hanya mereka berdua yang tahu.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 5 Pernikahan

    Suara mesin detak jantung terdengar stabil, ritmenya jauh lebih tenang daripada hari-hari sebelumnya. Nio duduk di sisi ranjang, memegang tangan keriput yang terasa hangat di genggamannya. Nenek Lina masih tampak lemah, namun matanya yang kini terbuka menyiratkan ketenangan."Kau sadar, Nek..." bisik Nio pelan, senyumnya muncul perlahan.Nenek Lina mengangguk lemah. Nio menggenggam tangan nenek itu lebih erat. "Terima kasih... karena tidak menyerah padaku." Suaranya serak, menahan emosi yang tak pernah ia tunjukkan pada siapa pun sebelumnya.Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar rumah sakit, menghela napas lega. Cahaya senja menyusup dari jendela lorong, dan di ujung sana, Ruby berdiri menunggu dengan tangan dilipat di depan dada."Siapa dia?" tanya Ruby pelan, nadanya datar tapi matanya lembut.Ruby mendekat, lalu bersandar ke dinding di samping Nio. "Kau bilang tidak punya keluarga? Dengar, meski pun Kau bersedia menikah denganku untuk biaya operasi itu... Tapi aku juga buk

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 4 Dilema

    Garpu di tangan Nio berhenti di udara. Ia menoleh cepat, menatap Ruby seperti baru saja mendengar hal paling tidak masuk akal di dunia ini.“Apa?” Nio tersedak, buru-buru meneguk air.Ruby menatapnya serius. “Menikahlah denganku.”“Jangan bercanda.” Suara Nio terdengar berat, sedikit gugup, sedikit takut.“Aku tidak bercanda,” jawab Ruby datar, tak menurunkan tatapannya sedikit pun.Nio meletakkan garpunya, memandang Ruby lebih dalam. “Kau serius?”“Serius.”Hening sesaat.Ruby menarik napas. “Aku tanya satu hal. Apa Kau punya keluarga?”Nio menggeleng. “Tidak.”“Tinggal dengan siapa?”“Sendiri.”“Kau punya kekasih?”“Tidak.”“Punya istri?”“Tidak.”“Wanita yang Kau sukai?”Nio terdiam sejenak. Lalu, lagi-lagi, pelan, “Tidak.”Ruby tersenyum tipis. “Kalau begitu, bukankah bagus kalau kita menikah saja?”Nio terdiam. Tatapannya berpindah ke jendela, lalu ke piring, lalu kembali ke wajah Ruby yang menatapnya dengan campuran keberanian dan ketakutan. Tapi bukan takut ditolak lebih sepert

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 3 Menikahlah denganku

    Suasana kafe di pusat kota Macau seharusnya terasa hangat. Aroma kopi, suara alat penggiling biji yang berputar, dan obrolan pelan di tiap sudut ruangan membuat suasana ideal untuk dua orang yang sedang menjalin sesuatu.Tapi tidak untuk Ruby.Ia duduk di kursi kayu keras, kedua tangannya saling menggenggam di atas meja. Matanya mengarah ke luar jendela, menyaksikan orang-orang berlalu-lalang semua tampak bebas, semua kecuali dirinya.Gerry duduk di seberangnya, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung dan jam tangan mahal yang tak pernah lepas dari pergelangan tangannya. Di depannya, secangkir espresso yang nyaris tak disentuh.“Aku tahu Kau tidak suka ini,” ujar Gerry akhirnya, suaranya datar tapi tidak bermusuhan. “Dan jujur saja, aku juga tidak menginginkannya.”Ruby menoleh cepat. “Lalu kenapa Kau tetap di sini?”Gerry mengangkat bahu. “Karena aku tidak punya pilihan. Ini tentang keluarga. Tentang bisnis. Kau tahu sendiri bagaimana orang tua kita.”Ruby menghela napas, mem

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 2 Kehidupan Baru

    Kini Ruby mengikuti pria asing itu menuruni jalanan gelap menuju bangunan tua yang belum selesai dibangun. Di pojok bangunan, ada ruangan kecil beratap seng, disulap menjadi tempat tinggal sementara. Penerangannya hanya satu lampu bohlam kuning yang tergantung di tengah ruangan, menggantung miring. Nio membuka pintu kayu lapuk itu tanpa berkata apa-apa. Ruby ragu beberapa detik sebelum akhirnya masuk. Udara dingin langsung menyambutnya. Di dalam, hanya ada satu kasur tipis di atas lantai semen, satu meja kecil, dan termos tua di pojok ruangan. "Maaf, cuma ini yang kupunya," gumam Nio singkat sambil berjalan ke termos. Dia menuangkan air panas ke dua cangkir kaleng penyok, lalu mengambil kantung teh dari dalam kotak sepatu bekas. Ruby duduk di pojok kasur, memeluk lututnya. “Kasurnya tipis ya,” ucapnya pelan, mencoba mencairkan suasana. Nio hanya mengangguk, lalu menyodorkan satu cangkir teh ke arah Ruby. "Hangatkan badanmu." Ruby menerimanya dengan tangan gemetar, bukan karena ta

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 1 Siapa Aku?

    Di kota Macau, pada malam yang basah dan bergelombang oleh cahaya neon, seorang pria ditemukan terkapar di bawah teriknya lampu jalan dan hujan yang mengguyur dengan garang. Tubuhnya dipenuhi luka, darah mengalir dari pelipis, pergelangan tangan terkilir, dan tulang rusuk yang kemungkinan retak. Pria itu adalah Ethan Ellias Zaferino, nama yang bergema bagai lonceng kematian di dunia kriminal Asia. dia adalah pewaris keluarga mafia paling ditakuti, seseorang yang ditakdirkan untuk memegang kekuasaan lebih besar dari yang pernah dibayangkan. Namun malam itu, semua tentang dirinya, semua kejayaan dan kebengisan, terhapus begitu saja. Kecelakaan misterius atau mungkin pengkhianatan yang sudah lama disusun menghancurkan segalanya. Ketika matanya terbuka kembali dua minggu kemudian, dunia yang dikenalnya telah lenyap. Dia terbangun di sebuah kamar kecil dengan aroma kayu lapuk dan suara angin yang menggoyangkan jendela. Tidak ada nama yang terlintas di kepalanya. Tidak ada wajah yang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status