Share

Rahasia Mars
Rahasia Mars
Penulis: Faya Hayana06

Episode 01

Aku terus berjalan melewati kelas-kelas. Celingak-celinguk mencari kelasku, kelas X A.

"Permisi, apa saya boleh tanya? Kelas X A ada di mana, ya?" Tanyaku tanpa basa-basi, ke anak laki-laki berambut cokelat.

Orang yang kutanya, hanya melirikku sekilas. Huh, cuek amat sih?! Batinku.

"Eh, Zella?" Sapa seseorang kepadaku.

Suara ini, sepertinya aku kenal deh. Pikirku. "Udah lama ya, kita tidak bertemu. Ternyata kamu sekolah di sini?" Tanyanya lagi. Aku langsung menoleh ke belakang, dan melihat perempuan berambut hitam sebahu.

"Ghina!?!" Tanyaku tidak percaya.

Namaku Anzella Griselda Putri. Umurku enam belas tahun. Mamaku seorang ilmuwan dan Papaku seorang pengusaha, aku mempunyai rahasia kecil, yaitu aku mempunyai kekuatan penyembuhan, mengendalikan tanah dan bisa memanipulasi seseorang dan barang elektronik, aku juga bisa membuka portal.

Dan yang menyapaku tadi adalah sahabat kecilku, namanya Tressa Yaghina. Dia seumuran denganku, kami selalu bersama, bersekolah yang sama. Tapi, saat hendak masuk SMP, dia pindah ke luar negeri, karena orang tuanya harus bekerja di sana. Hingga akhirnya kami bisa bertemu lagi di sekolah ini. Dia sama sepertiku, memiliki rahasia kecil, yaitu memiliki kekuatan. Kekuatannya adalah, bisa mengeluarkan petir berwarna biru.

"Hahaha, kamu masih ingat aku?" Tanyanya, seperti meledekku.

"Masa aku lupa sama teman sendiri." Aku pura-pura merajuk. "Hahaha, kamu tidak ada berubah, ya." Katanya, memelukku. Aku balas memeluknya. "Oh ya, kamu kapan balik ke sini?" Tanyaku, setelah melepaskan pelukan. "Setengah tahun yang lalu." Jawabnya.

"Eh, kamu ada di kelas yang mana?" Tanyaku ke Ghina. "Aku di kelas X A." Jawabnya. "Kamu?" Tanyanya balik.

"Aku juga di kelas X A, berarti kita sekelas dong?" Seruku antusias. "Yeay!" Teriak kami berbarengan dan berpelukan lagi. "Yuk, ke kelas." Ajak Ghina. "Tapi di mana, ya?" Tanyaku bingung. "Di sana, tuh." Tunjuk Ghina. "Masuk, yuk." Ajakku, sambil menyeret Ghina masuk.

                              ***

"Eh, Zell. Kita duduk di sana aja, yuk!" Ajak Ghina menunjuk kursi paling pojok dekat pintu.

"Kenapa harus di situ?" Tanyaku bingung.

"Tidak ada, di sana sepertinya lebih enak aja gitu." Jawabnya nyengir.

"Ayo!" Aku mengangguk mengikutinya.

"Aku di sini, kamu di situ." Aku mengangguk. Tempat duduk kami bersebelahan.

"Eh, Ghin. Kenapa kamu balik ke sini?" Tanyaku bingung.

"Kenapa? Apa kamu tidak ingin aku kembali ke sini?" Tanya Ghina pura-pura tersinggung.

"Eh, bukan gitu. Haduh." Aku mengacak rambutku, merasa serba salah.

"Hahaha, aku ngerti kok. Ayahku yang menyuruh kami kembali ke sini." Jawabnya.

"Tapi kenapa tidak kasih tahu ke kami, sebelumnya?" Tanyaku sedikit kesal.

"Eh, untuk surprise dong." Jawabnya kaku.

"Uuh, kamu ini!" Aku mencubit pipinya gemas.

"Waah, lihat anak itu!" Aku menoleh ke belakang.

"Kenapa?" Tanya temannya yang lain.

"Lihat dulu! Anak itu tampannya kebangetan, bukan?" Tunjuk temannya yang tadi.

"Iya ya, seperti idol Korea atau anime yang paling keren!" Seru temannya yang lain, membenarkan. Aku dan Ghina saling pandang.

Aku menoleh, menatap orang yang ditunjuk oleh teman baruku.

"Eh, lihat tuh! Dia mau ke sini!" Teman-temannya langsung menatap terpesona.

Anak itu berjalan tidak peduli melewati orang-orang yang memperhatikannya. Aku juga memperhatikannya. Wajahnya dingin, rambutnya hitam berantakan, bajunya kusut seperti tidak di setrika. Tapi, kenapa mereka mengatakan, kalau anak laki-laki itu, tampan?

Dia berjalan melewatiku, dan berhenti sebentar. Menatapku sekilas dengan tatapan sinis, aku kembali menatapnya sinis.

Dia kembali berjalan menuju meja paling belakang.

"Eh, Waah!" Seru teman-teman perempuan sekelasku, terpesona.

"Yang ini juga tidak kalah tampan!" Seru mereka. Aku dan Ghina hanya tertawa geli melihat tingkah mereka.

"Anak itu orang luar negeri, ya?" Bisik salah satu temannya.

"Entahlah, yang penting dia sangat tampan!" Balas temannya yang lain. Temannya yang lain mengangguk setuju.

Mereka terus berbincang hingga bel masuk berbunyi.

"Eh, gurunya sudah datang tuh!" Mereka yang keasyikan mengobrol, terdiam. Seperti hujan yang deras, kembali reda.

"Selamat pagi anak-anak. Perkenalkan nama saya Bu Afna, saya yang akan menjadi Wali kelas kalian semua!" Ucap Bu Afna memperkenalkan dirinya.

"Sekarang, mari kalian berkenalan dulu." Pinta Bu Afna.

Eh?! Emangnya kami anak SD?! Pakai perkenalan segala?!

"Hai, kalian Zella dan Ghina, kan?" Tanya seseorang di belakang kami.

Aku menoleh ke belakang. Aku melihat anak perempuan berambut hitam ikal, wajahnya manis.

" Hai, salam kenal!" Dia tersenyum manis ke arahku dan Ghina.

"Iya, salam kenal!" Balasku dan Ghina ikut tersenyum.

"Nama kamu siapa?" Tanya Ghina.

"Oh iya, namaku Nia." Jawabnya, salah tingkah.

Aku dan Ghina manggut-manggut.

"Nia, kamu tau darimana nama kami?" Pertanyaan itu, tidak bisa kutahan.

"Oh, itu. Tentu saja aku tahu, Ayahku sudah lama bekerja di perusahaan Ayah kamu, Zella." Jawabnya santai.

"Terus nama Ghina darimana kamu bisa tahu?" Tanyaku lagi.

"Karena Ayahnya Ghina sekretaris di perusahaan itu." Jawabnya lagi.

"Eh, ngomong-ngomong, aku punya teman lagi.Namanya Lian, nanti aku kenalin ke kalian." Kami mengangguk.

Senangnya bisa mempunyai teman baru yang baik seperti Nia.

Kami terus berkenalan, aku dan Ghina banyak ditemui orang-orang, untuk berkenalan dengan kami. Ada juga yang sudah tahu namaku, karena Mamaku terkenal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status