Share

2: Hantu itu tidak ada

بسم الله الرحمن الرحيم 

Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya.

“Tunggu!” serunya.

Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang.

Sebuah mata menatapnya dari kaca spion.

Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan.

Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya.

Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi.

Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan.

Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap.

Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. 

Pria itu keluar dari mobil dengan membawa payung hitam, berjalan dengan tergesa-gesa masuk ke dalam vila.

Brak…

Pria itu mebuka pintu dengan kasar.

Di depannya ada Alistar yang sedang membaca buku di sebuah sofa di dekat perapian.

“Kamu terlihat sehat Bos?” tanyanya.

“Karena bukan saya yang sakit!”

Pria itu adalah Thomi seorang dokter pribadi milik Alistar, keluarga Thomi sudah lima generasi melayani keluarganya.

“Rion?”

“Bukan”

Thomi mengerutkan dahinya.

“Jadi, siapa yang sakit?”

“Dia.” Melirik wanita yang berbaring di kasur.

Thomi melihat Seina dia berjalan mendekat ke arahnya.

Wajahnya terlihat sangat pucat, Thomi memeriksanya lalu menghela nafas.

‘Dia hanya demam bukan korban kecelakaan.

“Dia hanya demam.” ujarnya.

“Baiklah, kamu boleh pergi.”

Thomi memandang Alistar tidak percaya, di tengah malam dia mentelepon dengan alasan sakit parah secara mendadak, dia bahkan harus meninggalkan istrinya yang sedang marah hanya karena mendapat pesan darinya.

‘Hanya itu?'

“Kamu bisa pergi.” sambungnya.

Thomi tersenyum formalitas.

“Baik, saya meninggalkan obat penurun demam di meja, minumlah tiga kali sehari, saya pamit.”

Thomi pergi dengan menahan kesal.

Alistar langsung mengirim pesan ke asistennya.

Tidak lama kemudian Rion masuk, Alistar melepas kacamatanya dan meletakan bukunya di meja.

“Bos kami tidak dapat menemukan informasi tentang wanita itu.” ujar Rion.

“Bisa jadi dia mata-mata perusahaan.” ucap Alistar.

“Mungkin saja Bos, apa lagi map amplop yang terakhir bersamanya tidak ditemukan” jelasnya.

Alistar berpikir sejenak. “Cari terus informasi tentang wanita itu.” 

Berdiri lalu keluar diikuti dengan Rion. “Awasi terus dia dan suruh pelayan untuk mengawasinya, jangan sampai dia kabur.”

“Baik Bos.”

Seina terbangun di tengah malam, melihat sekeliling ruangan yang didominasi warna putih.

Di sampingnya ada seorang wanita yang sedang tidur di sofa.

Merasakan perutnya lapar dia perlahan turun, sebisa mungkin untuk tidak membuat suara agar tidak mengganggu tidur wanita itu.

Membuka pintu dan berjalan keluar, Seina menatap ke segala arah seperti anak kecil yang penuh rasa penasaran. Melihat dinding kayu yang berwarna coklat dengan lukisan yang terpajang rapi.

Seina menuruni tangga samar-samar melihat ruangan yang luas dengan perabotan yang tertata rapi.

Tatapannya tertuju pada sebuah kulkas, langsung saja dia membukanya.

Matanya berbinar melihat isi kulkas di depannya.

Alistar melihat jam tangannya yang menunjukkan jam dua pagi.

Merengakan otot-ototnya yang terasa kaku setelah bekerja di depan layar komputer.

Setelah membereskan pekerjaannya Alistar keluar.

‘Apa ini.

Alistar melihat jejak kaki yang berwarna merah seperti darah.

Karena penasaran dia mengikuti jejak itu sampai dia mendengar suara tangisan seorang wanita.

Mendadak perasaan tidak enak muncul saat mengingat gosip para pelayan yang melihat hantu wanita.

Suara tangisan itu semakin jelas saat Alistar mendekat.

“Akh…tolong.”

Alistar langsung menyalakan lampunya melihat televisi yang menyala.

‘Siapa pelayan  yang berani membiarkan televisi menyala.

“Kamu akan mati, Akh--.”

Alistar langsung mematikan televisi.

‘Hantu wanita? Saya rasa mereka terlalu banyak menonton televisi.

Alistar tertawa merasa sombong saat menemukan kebenaran dibalik hantu perempuan yang beredar di kalangan pelayan.

‘Akan saya pastikan memotong gaji pelayan karena membiarkan Televisi menyala dan kulkas berantakan.

Alistar melihat seorang wanita yang seperti bersembunyi dibalik sofa.

“Hai kamu,” panggilnya.

Wanita itu berbalik melihat Alistar.

Jantung Alistar berdetak tidak beraturan, nafasnya terasa ingin berhenti.

Wanita itu mendekat. “Jangan mendekat!,” seru Alistar.

“Akh…” triaknya.

Wanita itu langsung berlari ke arah Alistar.

Brak…

Wanita itu memandang Alistar yang pingsan dengan wajah yang kebingungan.

Lalu terdengar suara jeritan yang juga berasal dari tangga, dia adalah salah satu pelayan.

Rion memijat pelipis wajahnya karena kesal, memandang wanita di depannya yang tidak lain adalah Seina di sampingnya ada seekor kucing persia yang penuh dengan noda saus.

Seina memandang Rion dengan matanya yang polos membuatnya tidak tega untuk memarahi Seina.

“Jadi, siapa namamu, Nona?” tanya Rion.

“Namaku, Seina,” balasnya.

Rion melihat Seina yang masih makan burger dengan belepotan saus tomat, bahkan bajunya juga berwarna merah.

“Seina apa yang kamu lakukan?”

“Makan.” ucapnya.

Rion semakin tersenyum lebar menandakan dia kesal. Dengan menahan kekesalannya dia berkata. “Kenapa Seina bisa disini?”

'Makan?' pikir Seina

Rion mencoba mengendalikan amarahnya, lagi pula siapa yang tidak marah setelah terbangun dari tidurnya yang baru satu jam setelah mendengar teriakkan Luci.

Ditambah dengan melihat adegan Bos yang sudah tergeletak dilantai dengan benjolan di dahinya. Sementara Seina yang menyentuh wajah Alistar dengan jari telunjuknya, dengan rumah yang berantakan.

“Kenapa kamu menakuti Bos?” Seina menggelengkan kepalanya.

“Kamu pasti sudah gila, kamu hampir saja membunuh Bos!” seru salah satu pelayan di sana.

Seina ketakutan dan meringkuk. “Tenanglah Luci...” bentak Rion.

Melihat situasinya kacau seorang wanita tua itu mendekat ke arah Seina. “Apa kamu masih lapar?”

“Bibi Margaret...” seru Luci.

Dia Luci kepala pelayan setelah bibi Margaret yang sudah lama melayani Alistar, berada di dekat Alistar membuatnya merasa istimewa dibandingkan wanita lain.

Bibi Margaret memberi isarat untuk diam, Rion melihat Seina mengangguk lalu Margaret memberikan sebuah roti pada Seina yang langsung dia makan.

“Apa pria tadi menakutimu?”  tanyanya.

Seina merasa tenang saat Bersama dengan bibi Margaret yang sama sekali tidak terlihat berbahaya

“Dia berteriak, itu menakutkan” balasnya.

“Astaga kamu pasti sangat ketakutan”  ucap Margaret.

Margaret merentangkan lengannya untuk memeluk Seina, Seina membalas pelukan itu sambil memakan roti.

Margaret adalah wanita paru baya yang sama sekali tidak bisa memiliki anak, melihat Seina yang seperti anak kecil membuat hatinya melunak.

Luci yang melihatnya kesal.

Sementara Rion hanya bisa menunggu Bos-nya bangun.

Thomi yang sedang tidur bersama istrinya merasa terganggu dengan suara dering telepon yang terus terusan berdering.

“Angkat teleponnya!” bentak istrinya.

Thomi yang memang suami takut istri langsung mengangkat .

“…”

Thomi langsung menutup telepon , melihat jam yang menunjukkan angka tiga.

‘JANGAN LAGI’

Mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

الحمد لله

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status