Tepat jam dua belas malam nanti Oza berulang tahun yang ke delapan belas tahun. Bunda, ayah dan Arasya sudah menyiapkan kejutan untuk adiknya tercinta. Malam itu ketiganya tak bisa tidur karena akan membuatkan surprise yang gak akan pernah bisa dilupain sama anak itu.
"Hari ini--- maksud bunda nanti malam jam dua belas ntar. Oza ulang tahun, kalian siapkan?" Keduanya mengangguk mantap. Dan mengeluarkan conveti yang buat nanti kejutan.
"Undang teman-temannya, Bun. Biar tambah rame," usul ayah yang disetujui sama Arasya. Bunda memutar bola matanya malas.
Bunda melangkah tanpa peduli dengan kicauan dua orang yang ada dibelakangnya itu. Ayah masih menyuarakan usulnya, sedang bunda malah asik dengan kue yang lagi mereka buat. "Ya udah undang ajh, dua ajh gak usah banyak-banyak. Bahan kue mahal!" Tukas bunda agak menyindir sedikit. Arasya mendelik dengar sindiran pedas bundanya itu.
"Yang bunda maksud siapa?" Balas, Arasya yang ikut menyindir juga. Bunda diam lalu melirik ayah sesaat, kemudian mengangkat kedua bahunya acuh.
"Yang jelas oranglah," sahut, bunda yang meringis liat ayah menatap horor dia dan anak pertamanya.
"Telpon sana teman-teman adikmu. Ayah yang urusi ini nanti, jangan banyak-banyak. Ada yang gak ikhlas nanti!" Ketus ayah yang merenggut kesal. Lalu melangkah ke dalam kamar untuk mengambil alih pekerjaan anaknya itu.
Saat semuanya sudah berkumpul di depan ruang televisi mereka lalu mengambil kuenya dan menyalakan lilin kuenya. Bunda selalu menoleh ke arah jam dinding yang kemudian menyamakan pukulnya pada jam tangan wanita paru baya itu. Nida dan juga Puri baru saja sampai di saat-saat yang tepat. Bunyi suara conveti menganggetkan gadis itu yang lagi tertidur pulas. Rupanya sudah jam dua belas malam saat itu. "Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday Grilozaaa~ happy birthday to you!" Serempak kompak menyanyikan lagu ulang tahun untuknya.
Gadis itu menangis haru lalu meniup lilinnya dan diiringi dengan doa. "Kamu minta apa sayang?" Tanya ayah yang mengelusi kepala anak perempuannya itu.
Oza tampak berpikir keras, itu menjadi hal yang sangat istimewa baginya. Mengingat bahwa ayahnya jarang sekali ada di rumah ketika ia ulang tahun. "Aku cuma minta kita tetap kaya gini ya, aku, bunda, ayah dan kakak. Hehehe." Ucapnya, yang diselingi tawa. Ayah memeluknya erat dan langsung merentangkan tangannya lalu berpelukan bersama dua orang lagi. Ya itu. Bunda dan Arasya.
Bunda tersenyum dan Arasya tertawa terbahak-bahak mendengar guyonan adiknya itu. "Kaya yang mau ke mana ajh," Arasya mengusap air matanya yang mengalir keluar.
Oza memukul lengan kurus cewek itu. Puri ikut terkekeh kecil melihat tingkah laku keluarga temannya itu. Sedangkan Nida hanya diam dan termenung sendiri. Bunda menepuk pundaknya pelan dan tersenyum manis pada anak itu. "Bukan yang mau ke mana ajh, tapi emang gitu adanya. Dasar kodok buntung." Celetuk Oza menyemili kuenya.
Semua orang tertawa lepas. Kemudian orang-orang merayakannya dilantai bawah. Oza tak berpikir akan ada pesta seperti ini malam-malam begini. Dengan menggunakan piyama dia masih memakan kuenya tanpa mau berbagi. "Ge bagi-bagi napa sih!" Pekik Nida yang merebut kue itu. Oza masih tak mau berbagi dengan siapapun.
"Yang ultah siapa? Tolong dong singkirkan tangannya!" Balas, Oza tak mau kalah dari Nida. Sedang Puri dan Arasya lagi asik nonton drama Korea terbaru yang lagi tayang di KBS drama.
Bunda sama ayah hanya menggeleng kepalanya maklum melihat tingkah polah anak-anaknya. Saat bunda lagi sibuk mencuci tangan, ayah memeluknya dari belakang. Membuat bunda kaget, "bikin satu lagi yuk, Bun? Biar tiga begitu, kan bisa laki-laki jadi ayah gak sendirian hehe." Bunda ikut cengengesan lalu mencubit pinggang ayah keras.
"Bikin sana sama tepung!"
"Aaaa~ gak mau, maunya yang lo makan!" Rengek Nida yang tak di dengar oleh Oza.
Karena sudah terlalu larut malam. Puri dan Nida disuruh menginap di rumah mereka. Puri tak masalah karena orang tuanya sudah cukup akrab. Namun Nida merasa tak enak karena tak dibiasakan oleh orang tuanya.
Paginya mereka bertiga berangkat bareng menggunakan mobil Nida. Pada saat mau berangkat menuju tempat PKL. Bunda membawakan bekal untuk ketiganya tak terkecuali satupun. "Hati-hati jangan ngebut ya." Pesan bunda sebelum berangkat. Oza mengangguk lalu menaruh bekalnya ke dalam tas.
Puri dan Nida mengucapkan terima kasih kepada bunda dan habis itu mereka bergegas pergi meninggalkan rumah karena takut kesiangan. Selama perjalanan hanya ditemani oleh musik tak ada obrolan apapun.
Vera yang menunggu dari tadi bosan karena selalu ditanya sama HRD. Gadis itu terus menggerutu dalam hati akan tugas yang selalu bertambah. Pada saat ketika teman-temannya datang dengan membawa bekal yang diberikan bunda. Vera memelototkan matanya marah, "ouh, ceritanya balas dendam?!" Omelnya pada ketiga orang di depannya. Puri cekikikan dan Nida menyumbat telinganya dengan kapas.
Oza melangkah mendekati ruangan yang dari kemarin sepi. Gadis itu terperanjat ketika mendengar suara bariton yang dia kenal. "Nyari gue?" Tanya Bahrain.
"Ha? Kagak!" Gadis itu lari dan malah menabrak meja kerja pegawai lain.
"Gak usah teriak," Bahrain tertawa merdu dan Oza tersipu-sipu. Puri yang lagi lewat gak sengaja liat kemudian menyenggol lengan kurus Vera. Vera juga Puri tersenyum jahat.
"Kita godain kuy?" Ajak Puri.
"Let's go," sahut, Vera yang berjalan menghampiri keduanya.
Puri mengulas senyum mengejeknya. Lalu Vera berdeham sok polos, kedua gadis itu bermaksud untuk menggoda Oza yang lagi merona. "Kalian ngapain di sini juga?" Tanya Bahrain.
"A ... Mm ... Nganu kak, kita mau samperin teman kita. Yang lagi berduaan bersama gebetannya tapi udah punya pacar. Ckckck!" Decak Puri yang di angguki sama Vera.
Vera cekikikan sendiri melihat ekspresi wajah Oza yang semakin merah. Bahrain menatap gadis itu bingung, cowok itu memerhatikan gurat wajah Oza dari dekat dan itu semakin membuat dirinya merona sekali. Puri dan Vera ketawa bahagia liat kegugupan yang terjadi pada teman mereka. "Eh, eh, kakaknya jangan ngegas gitu. Nanti dia pipinya merona merah kaya rajungan rebus. Pfft," Vera menahan tawa agar tidak kelepasan.
"Kamu punya gebetan?" Bahrain bertanya polos pada Oza yang menggeleng kepalanya kakuk. Lalu dia memundurkan langkahnya untuk dan berbalik badan untuk kabur.
"Mau kabur ya lo?" Oza menggeleng kepalanya cepat dan menghela nafasnya lelah. Bahrain menggenggam tangannya dan melangkah masuk ke dalam ruangan itu kemudian gadis itu membeku begitu saja. Karena canggungnya bukan ketulungan, akhirnya dia memilih untuk bersama teman-temannya saja. Namun lengannya ditarik tak boleh keluar dari ruangan itu.
Oza memohon pertolongan pada teman-temannya yang lagi ngakak sendiri liat ekspresi wajahnya. Padahal dia gak pernah bahas-bahas gebetan teman-temannya itu. "Please, please," bisiknya pada Puri dan Vera yang masih tertawa terbahak-bahak. Keduanya menggeleng sambil menjauhi ruangan itu.
3 tahun laluOza menyiap segala keperluannya buat melaksanakan ujian nasional dan mendaftar SBM atau SNM, dia harus memikirkan masa depannya dengan baik bukan ditengah kegundahan hatinya yang selalu menunggu Badra pulang, ia tetap harus menjalani kehidupannya sesuai dengan rencana yang telah dirinya bangun. Esok Arasya melangsungkan lamaran dan ia pasti jauh lebih sibuk saat pulang sekolah, ... tak bisa dipungkiri jika kelak dirinya akan menjadi seorang tante, Oza masuk ke dalam kamar mengambil ponselnya yang tertinggal setelah itu memandang wajah kedua orang tuanya dengan berat. Sebenarnya gadis muda itu sudah pusing mendengar ocehan sang bunda yang selalu membahas masalah ini dan itu, akan tetapi gadis itu tak bisa membuat kedua orang tuanya semakin pusing dengan nambah masalah yang ada. "Bunda bawel banget si! Aku juga lagi nyoba buat sbm!" Sahutnya kesal, akan tetapi bunda tetap mengoceh dan tak memedulikan sikap sang anak.
Waktu terus berjalan hingga kini keduanya sudah saling mengikat satu sama lain Oza tak pernah merasa ssbahagia ini ketika bersama Badra berbanding terbalik dengan Bahrain yang merasa beruntung punya sesosok wanita yang selalu mendampinginya, pasangan itu tampak berjalan santai setelah beberapa hari tak bertemu karena sibuknya pekerjaan masing-masing. Pagi itu semua terlihat damai dan indah Arasya yang selalu menebarkan keromantisan membuatnya iri dan memandang ke arah Bahrain yang tengah mengobrol dengan kakak iparnya, ... perempuan tersebut menautkan bibirnya kesal lalu melangkah ke dalam kamar terlalu bosan. Perempuan menelpon teman-temannya yang sudah berada diluar tanpa ia ketahui, "oy bu! Asik nih yang udah halal." Goda Puri yang menatap maniknya kemudian memain alisnya.Oza memang sengaja magang ditempat Bahrain bekerja agar bisa melihat aktivitasnya setiap hari, akan tetapi setiap kali mereka berdua bertemu dikantor lelaki itu bahkan tak pernah sekalipun melirik s
Semua terasa indah kalau kita bisa mengartikan cinta dengan benar namun ada saatnya semua terasa seperti mimpi buruk ketika ingin memulai sebuah hubungan baru yang konon katanya hanya sebuah ekspetasi belaka, Oza menaruh satu harapan pada Bahrain. Perempuan itu percaya bahwa Bahrain bisa mengobati rasa sakit hatinya yang selalu ia pedam selama ini, ... sejak lama perempuan itu merasakan perubahan pada Bahrain sejak hari penolakan tersebut, rasa bersalah semakin besar dikala pemuda tersebut tak pernah menunjukkan diri lagi dihadapannya. Bukan ini yang Oza inginkan, bukan saling menjauh bak orang asing, jujur saja ia masih perlu sedikit waktu buat membuka hatinya kembali untuk orang lain.Wajah kacau perempuan tampak terlihat jelas dipandangan sang kakak, ... Arasya menghela panjang melihat tingkah adiknya yang terlalu ambis dalam mengejar gelar, "loe tuh kalo udah mulai suka bilang aja kenapa si? Gengsi? Jangan membesarkan gengsi kalo pada akhirnya cuma sakit yang dit
Bahrain menghampiri perempuan yang tengah menunggunya di dekat kursi taman, agak terkejut pasalnya perempuan itu bersama mantan kekasihnya, ... lelaki tersebut menunggu di dekat kedai es krim tanpa terasa es yang ia pegang mulai mencair, Bahrain menghela lelah kemudian mengubah arah langkahnya dan membuang benda cair tersebut. Setelah ia liat keduanya sudah tak dalam satu lokasi yang sama lelaki melanjutkan jalannya dan menyapa perempuan yang tengah tersenyum kosong padanya. Bahrain tak berniat bertanya apapun pada Oza dan memberikan es krim yang sudah gadis itu pesan sejak tadi. Agak canggung ketika sang perempuan memandang maniknya dengan bingung lalu melengos begitu ada kesempatan untuk pergi dari hadapan pemuda tersebut, ... Bahrain menahan lengannya dengan cepat sedetik kemudian lelaki itu lepaskan karena tak ingin membuat gadisnya luka.Oza melangkahkan kakinya ke arah jalan menuju rumah, pemuda bingung bagaimana cara menyampaikan perasaannya
Siang ini gadis itu memiliki janji makan siang bareng dengan keluarganya akan tetapi sepertinya sang ayah memintanya agar membawa seseorang yang spesial meskipun sang ayah tau dirinya masih lajang dan tak ada yang mengisinya saat ini, namun sudah terlihat jelas isyarat yang diberikan oleh ayahnya agar ia mengajak Bahrain makan bersama keluarga mereka. Bunda tersenyum jahil pada sang putri lalu menatap wajah Oza dengan tatapan menggoda lantas perempuan yang kini tengah memandangi kedua orang tuanya itu tak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan bunda dan ayahnya, ... Oza mendengkus geli kemudian meraih ponselnya dan segera menghubungi pemuda tersebut. Karena dia tidak ingin melakukan apapun lagi, setelah menelpon Bahrain perempuan itu langsung bergegas duduk dihalaman rumah seraya menunggui sang pemuda.Celetukan menggoda terus saja lolos dari bibir kedua pasangan yang sedang berada dalam ruang tamu, "liat anak ayah tuh, ... Udah besar." Goda sang bunda tentu saja Oza
Puri benar-benar tidak mengerti jalan pikiran perempuan di depannya itu, mengapa ia harus semarah itu hanya karena masalah kecil? Seharusnya ia memahami maksudnya hanyalah untuk membuat keduanya saling berbaikan satu sama lain. Namun terlihat dari cara marah Oza, perempuan itu tak bisa menerima sikap Puri yang bermaksud baik padanya, Oza mendengkus panjang akhirnya mengalah pada egonya lalu menatap wajah Puri dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Oza jelas masih sakit hati dengan sikap Puri namun perempuan itu tak bisa sepenuhnya menyalahkan orang lain bukan? Jika Puri sudah berniat melakukan hal ini, itu artinya Puri tulus ingin membantunya. Sejujurnya perempuan itu telah memaafkan pemuda tersebut akan tetapi sepertinya terlalu sulit memaafkan Nida, ... Karena itu teramat sakit untuk melakukannya.Puri menatap wajah sang teman lalu menghela panjang, "gimana? Loe maafin Za?" Tanya perempuan tersebut penasaran."Sebenarnya gue udah maafin Badra yang kaya loe ta