Share

Bab 3 - Menuju Istana

Author: Chryztal
last update Last Updated: 2025-08-13 12:19:56

"Apakah ini nyata? Kekaisaran serius membuka pintu bagi rakyat biasa?" pertanyaan tak percaya menjalar dari mulut ke mulut.

Di antara kerumunan, mata Lin Qian menangkap setiap kalimat seolah tiap hurufnya mengandung takdir. Matanya membulat dan binar bahagia terpancar terang dari hatinya.

"Ujian ini akan dilaksanakan tiga hari lagi di Ibukota dengan tiga tahap seleksi! Cukup membawa seritifikat medis dan surat kelulusan. Hadiahnya berupa kedudukan, emas, dan kehormatan."

Sinar pagi memantul dari lembaran sutra, seolah takdir itu sendiri sedang berpihak padanya. Dewa telah membuka jalan untuk Lin Qian. Ia tidak bisa melewatkan kesempatan emas ini dan segera membulatkan keputusan gilanya.

"Ini..jalan kita! Dewa takdir mendengar doaku!" seru Lin Qian dengan suara bergetar antara terlalu senang dan yakin.

Lin Yuan menoleh cepat dengan wajah kebingungan, merasakan firasat yang tidak enak terhadap adiknya yang terlihat sangat bersemangat melihat pengumuman ini. Membuat pikirannya melayang kemana-mana.

"Aku akan ikut ujian ini dengan menyamar sebagai laki-laki." bisik Lin Qian pelan tepat di depan telinga kakaknya.

"Apa?! Gila ya kau?!" seru Lin Yuan tidak bisa bisa menahan rasa terkejutnya, suaranya panik.

Firasatnya benar, sesuatu yang tidak ia harapkan benar terjadi. Lin Qian selalu dengan pemikirannya yang luar biasa. Kalau Lin Qian sudah memutuskan sesuatu, tidak ada yang bisa mencegahnya.

Sebelum Lin Yuan melanjutkan ocehannya, Lin Qian memotong ucapannya terlebih dahulu. "Sstt! Kalau aku tidak coba sekarang, kita akan tetap hidup seperti ini selamanya."

Sorot mata Lin Qian sudah lebih dari cukup untuk menandakan bahwa keputusan itu sudah final dan tidak bisa diganggu gugat. Ia tahu jalan ini tidak mudah. Tapi seumur hidupnya, tidak pernah Lin Qian melihat secercah cahaya sejelas ini.

Keesokan paginya, udara desa masih basah oleh embun ketika Lin Yuan membantu mengikat rambut Lin Qian menjadi sanggul pria. Tangannya sedikit gemetar karena perasaannya yang berat ia tahan sendiri. Lin Yuan merias Lin Qian agar semirip mungkin dengan laki-laki.

Lin Qian berdiri di depan cermin tembaga, gadis bernama Lin Qian itu lenyap dibalik pakaian pria. Yang tampak di pantulan hanyalah seorang pemuda kecil dengan sorot mata teguh.

"Jangan melepaskan topi hanfu ini di depan orang lain!" perintah kakaknya menggenggam kedua bahu Lin Qian, merasa khawatir kalau ada melihat seluruh bentuk wajahnya.

Lin Yuan sebenarnya tidak rela membiarkan adiknya pergi menuju tempat berbahaya seperti istana. Tapi demi impian adiknya dan juga kesejahteraan mereka dengan terpaksa Lin Yuan menyetujuinya. Lagipula dia pasti akan tetap pergi diam-diam walaupun tanpa persetujuan dari Lin Yuan.

Lin Qian mengangguk. "Kalau aku gagal, aku akan pulang membawa malu untuk keluarga ini. Tapi kalau aku berhasil..."

"Bawa kita keluar dari tempat ini," sahut Lin Yuan mengeratkan genggamannya.

Setelah menyiapkan semua perbekalan dan ramuan penguat tenaga, Lin Qian memulai perjalanan menuju Ibukota Wangjing dengan penuh keyakinan. Di punggungnya tergantung tas kain berisi beberapa pakaian dan catatan ramuan miliknya.

Perjalanan ke ibukota membutuhkan waktu dua hari, langit masih kelabu saat Lin Qian melangkah menyusuri jalanan berbatu. Setiap langkah membawanya menjauh dari rumah, menuju dunia yang belum pernah ia lihat, namun telah ia mimpikan sejak kecil.

"Jika tubuhmu gemetar saat ujian, ingat pasien yang nyawanya tergantung di tanganmu." perkataan Shifu Xu tiba-tiba melintas di kepalanya saat Lin Qian mulai merasakan gugup.

Langit malam menyibak bintang seperti taburan mutiara di atas permadani gelap. Lin Qian menatap satu bintang jatuh yang menyelinap diam-diam dalam gelap.

"Ayah, Ibu...aku akan berjuang dan membuat kalian bangga." bisiknya, menahan embun di pelupuk.

Sehari kemudian, gerbang Wangjing akhirnya terlihat. Kota itu berdiri megah bagaikan naga tidur yang membentangkan punggungnya ke langit. Dindingnya menjulang tinggi, dihiasi lambang Kekaisaran berupa naga bersayap dengan mata giok.

Lin Qian menegakkan tubuhnya. Napasnya tercekat oleh rasa kagum. "ini.. Wangjing."

Gerbang dijaga prajurit bersenjata lengkap. Kerumunan peserta ujian berbaris, masing-masing menyerahkan surat pendaftaran yang dicap resmi desa. Lin Qian menyelip di antara mereka, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Nama?" tanya seorang penjaga dengan nada datar.

"Lin Yuan." jawab Lin Qian mantap.

Prajurit meneliti wajahnya sejenak, lalu mengangguk dan mempersilakan lewat.

Lin Qian menghela napas lega. Saat ia menjejakkan kaki ke dalam ibukota, segalanya sangat berbeda. Jalanan lebar dan rapih, kios-kios penuh rempah dan kertas sutra, suara lonceng kuil meramaikan suasana. Aroma tinta dan dupa memenuhi udara.

Lin Qian berjalan mengikuti rombongan hingga tiba di sebuah halaman luas dengan gerbang batu raksasa mewah bertuliskan 'Balai Medis Kekaisaran'. Matanya berbinar senang tidak menyangka ia akan benar-benar menginjakkan kaki di istana. Ia tidak tahu bahwa Dewa takdir sedang membawanya ke jalan yang rumit.

"Peserta ujian harap berbaris sesuai urutan wilayah!" seru seorang petugas.

Lin Qian masuk dalam barisan wilayah utara. Di sekelilingnya penuh pemuda degan tatapan tajam dan langkah pasti. Sebagian mengobrol dan menyendiri.

Ia berdiri di ujung barisan. Tangannya menggenggam surat seleksi, tapi telapak tangannya basah oleh keringat. Meski ia sudah hebat dalam medis, hafal ratusan ramuan, dan berbagai pengalaman, tapi ada satu hal membuatnya resah.

"Bagaimana jika mereka tahu aku bukan laki-laki? Aku tidak akan dihukum penggal kan?" bisiknya dalam hati, merasa gugup.

Namun belum sempat Lin Qian menenangkan diri, suara berat dari sisi gerbang menggema. "Mulai hari ini, semua kelemahan akan terbongkar. Yang tidak siap dan layak, dipersilakan untuk pulang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 88 - Penyakit Keturunan Lin

    Suasana sore di Balai Medis terasa sunyi. Lentera di dinding bergoyang lembut, menebarkan bayangan hangat di antara tumpukan kitab pengobatan yang terbuka di meja. Aroma obat kering dan tinta tua memenuhi udara, menyatu dengan kesunyian yang begitu rapat hingga derit halus pena pun terdengar jelas.Lin Qian menatap satu halaman yang sudah menguning oleh waktu, tulisan tangan kuno dengan tinta merah pudar. Di pojok bawah, samar-samar tertulis nama yang hampir tak terbaca. Ran Dari Shenlan.Alisnya berkerut. “Ran... nama itu muncul di catatan penyakit Putri Lihua juga.”Ia menelusuri lembar demi lembar, jarinya menyapu permukaan kertas yang rapuh. Di sela barisan huruf tua itu, muncul simbol berbentuk kelopak bunga mekar dengan lingkaran di tengah. Lambang kuno Klan Lin, keluarga tabib dari pegunungan Shenlan yang telah lama dianggap punah.Saat itu, langkah Kaisar terdengar mendekat dari arah pintu. Suara itu khas, tenang namun tegas, seperti seseorang yang selalu membawa beban di seti

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 87 - Cermin Masa Lalu

    Angin malam berembus lembut di taman istana, menggoyangkan cabang pohon plum yang sudah bermekaran. Bunga-bunganya berguguran perlahan, jatuh di atas permukaan kolam seperti salju musim semi. Di tepi paviliun batu, lentera gantung bergoyang pelan, cahayanya menerangi dua sosok yang duduk berhadapan.Lin Qian menatap Kaisar dalam diam. Cerita yang baru saja keluar dari bibir Wang Rui terasa seperti jendela yang baru terbuka ke masa lalu. Masa lalu yang suram dan indah dalam waktu yang sama.“Jadi…” Lin Qian akhirnya berbisik. “Ayahmu mencintai wanita yang bukan permaisuri.”Wang Rui tidak menjawab seketika. Ia menatap air di depannya yang berkilau memantulkan cahaya lentera. “Bukan hanya mencintai,” katanya pelan, “beliau hidup dan mati karena cinta itu.”“Dan Ibu Suri-” Lin Qian berhenti, takut melangkah terlalu jauh.“Adalah bagian dari takdir yang tak bisa ditolak.” potong Wang Rui dengan suara rendah. “Ayahku mencin

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 86 - Musim Dingin Yang Kejam

    Kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Musim dingin dua tahun berikutnya datang dengan kejam. Selir Shen Zhi jatuh sakit, penyakit aneh yang membuat tubuhnya melemah hari demi hari. Para tabib istana sudah berusaha, tapi hasilnya nihil. Suatu malam, saat bulan tampak pucat di langit, Shen Zhi memanggil Mei Lian ke kamarnya. Wajahnya tampak pucat, senyumnya masih hangat. Di samping ranjang, Wang Rui yang masih berusia empat tahun tertidur dengan tenang. “Mei Lian...” bisiknya lirih, “jika suatu hari aku tiada… aku menitipkan anakku padamu.” Mei Lian menahan air mata. “Jangan bicara begitu. Aku akan mencari obatnya. Aku janji.” Shen Zhi menggeleng lemah. “Bukan semua penyakit bisa disembuhkan dengan ramuan, Mei Lian. Kadang dunia ini… hanya menuntut kita menerima.” Ia menatap wajah Wang Rui kecil. “Ajari dia mencintai tanpa menuntut, seperti kau mencintai tanpa meminta kembali.” Tidak lama sejak h

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 85 - Kehidupan Selir Agung

    Waktu berjalan seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir. Lima tahun telah berlalu sejak malam ketika Mei Lian resmi menjadi Selir Agung. Istana kini penuh dengan kemegahan, namun juga kesepian yang halus, seperti bunga plum yang mekar sendirian di musim dingin.Di luar, lonceng-lonceng istana berdentang lembut menandakan datangnya musim semi. Tapi bagi Mei Lian, tak ada yang berubah. Ia masih tinggal di Paviliun Yaohe, tempat yang dulu dijanjikan Kaisar sebagai perlindungan. Sekarang, paviliun itu menjadi ruang sunyi tempat waktu membusuk.Pagi itu, kabar baru datang dari Dewan Agung, Kaisar Wang Jian akan menikah lagi. Berita itu membawa desas-desus ke seluruh istana. Namun tak seperti pernikahan sebelumnya, kali ini nama calon pengantin disebut dengan hormat dan penuh simpati.Putri Shen Zhi, dari Klan Liang. Seorang wanita yang dikenal berhati lembut dan berpendidikan tinggi. Ia bukan berasal dari keluarga ambisius, tapi dari garis keturunan tab

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 84 - Paksaan

    Kabar pernikahan Kaisar Wang Jian menyebar lebih cepat daripada angin musim semi. Dari ibu kota hingga lembah Shenlan, semua orang bersorak menyambut kabar gembira itu. Semua kecuali satu orang.Di sebuah pondok kecil di pinggir hutan, Mei Lian menggenggam surat kabar yang baru tiba pagi itu. Tinta merah di atas kertas putih begitu kontras, seolah ingin membakar matanya. “Kaisar Wang Jian akan menikah dengan Putri Yue dari klan penasihat istana.”Kalimat itu sederhana, tapi setiap hurufnya seperti menembus dadanya. Di luar, bunga liar bergoyang lembut, namun bagi Mei Lian, musim semi itu terasa beku.Ia menatap ke arah timur, tempat matahari terbit dari arah ibu kota, dan berbisik pelan, “Jadi inilah akhirnya.”Beberapa hari kemudian, rombongan istana datang. Di antara mereka, sosok berpakaian ungu tua berjalan di depan, pengawal pribadi Kaisar. Ia membawa perintah langsung dari takhta.“Selir Mei Lian.” suaranya datar, “Yang Mu

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 83 - Bunga Yang Belum Mekar

    Musim semi tiba lebih awal di tahun itu. Salju mencair di sepanjang lembah utara, membawa aroma tanah basah dan bunga liar yang bermekaran di kaki gunung Shenlan. Namun bagi Wang Jian, perang belum berakhir. Batas antara Kerajaan Bai Ling dan Kekaisaran Timur masih menyala dengan bara dendam yang belum padam.Dalam setiap perjalanan menuju medan perang, Mei Lian selalu ada di sisinya. Bukan sebagai tabib istana, melainkan sebagai penyembuh yang menolak gelar apa pun. Ia duduk di dalam tandu kecil, membawa tas bambu berisi ramuan dan jarum perak. Ia tidak banyak bicara, tapi setiap kehadirannya mampu menenangkan prajurit yang gelisah.Wang Jian sering memperhatikannya diam-diam. Tangannya yang halus ketika membalut luka, suaranya yang lembut saat memerintahkan pasukan untuk tenang, dan matanya, mata yang seolah menyimpan seluruh kesedihan dunia namun tetap memilih untuk menyembuhkan.“Kenapa kau tidak pernah takut?” tanya Wang Jian suatu malam, ketika mereka beristirahat di perkemahan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status