Home / Zaman Kuno / Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku / Bab 4 - Ujian Pertama: kertas & Nadi

Share

Bab 4 - Ujian Pertama: kertas & Nadi

Author: Chryztal
last update Last Updated: 2025-08-13 12:22:42

"Jika kau hanya tahu setengah racikan, maka setengah nyawa pasienmu sudah kau kubur!"

Suara kepala balai medis menggema lantang dari atas panggung kayu menghentak suasana aula luas dengan dinding batu giok dan langit-langit tinggi. Lukisan Bunga Teratai Kesembuhan dan Sembilan Naga Pelindung Kekaisaran menghiasi langit-langit seolah turut mengawasi para peserta ujian.

Suasana aula sunyi, namun terasa menegangkan. Ratusan calon tabib berdiri tegak dalam barisan sesuai wilayah masing-masing. Beberapa peserta ada yang berdiri gugup, ada pula yang sampai banjir berkeringat.

Di hadapan mereka terdapat meja kayu berjajar rapih. Di atas meja terdapat kuas, tinta hitam beraroma kayu cendana dan gulungan kertas putih dari kulit pohon Zhengmu.

Lin Qian berdiri di barisan wilayah utara, tangannya masih menggenggam surat seleksi yang sedikit lecek. Walaupun sempat gugup, mata Lin Qian dengan cepat memancarkan keyakinan.

Pengawas Ujian berjalan menyusuri barisan, membagikan gulungan soal sambil menjelaskan tata tertib ujian, "Ujian tahap pertama, yaitu teori dan pengetahuan dasar pengobatan kekaisaran. Waktu satu jam, Tidak ada tambahan waktu. Tidak ada pengulangan. Tidak ada toleransi. Ketahuan menyontek dan bekerja sama, akan langsung dikeluarkan. "

Saat satu gulungan soal sampai di meja Lin Qian, ia menerimanya dengan hormat. Kedua tangannya sedikit gemetar karena rasa semangat yang bergumul.

Ia membuka gulungan itu perlahan. Matanya langsung tertuju pada barisan rapih kaligrafi berwarna merah. Menelusuri soal-soal ujian, membacanya dengan teliti.

"Jelaskan reaksi Yin dari akar Shenlan jika direbus bersama tulang ular emas. Tuliskan tiga kombinasi herbal yang dapat menjadi racun jika dicampurn dengan keliru." Lin Qian membaca soal pada lembaran ujian satu persatu.

Lin Qian menarik napas. Tidak ada yang mengejutkan. Dari total tiga puluh pertanyaan, tidak ada yang ia tidak tahu.

Ia menutup mata sejenak. Di dalam kepalanya , lembar-lembar halaman buku catatan ayah dan gurunya muncul dengan jelas. Ia hafal seluruh isinya, bahkan goresan tinta yang memudar.

"Akar Shenlan bereaksi tenang jika bertemu dengan zat berunsur logam. Tapi tulang ular emas..mengandung energi yin dalam bentuk merayap. Hasilnya? Dingin menusuk limpa, mengganggu sirkulasi Qi bawah." Lin Qian menulis dengan mantap.

Tulisannya tidak seindah seniman kaligrafi istana. Tapi padat dan tajam. Tidak ada keraguan di dalamnya.

Di sisi lain, beberapa peserta tampak gelissh. Salah satunya menggigit ujung kuas, matanya melirik sekitar. Di belakangnya, seorang pemuda berkeringat membasahi pelipisnya.

"haahh... sulit sekali!" peserta di depan Lin Qian mengeluh dan menjatuhkan pelan kuasnya ke atas meja.

Lin Qian tetap fokus. Ia berlanjut ke soal berikutnya, tentang racun Heimu pada darah kering.

Lin Qian mengingat kembali kejadian ketika seorang anak keracunan Heimu. Memuntahkan cairan hitam kehijauan, bibirnya pecah dan hitam, dan tubuh menggigil.

"Bibir menghitam, lidah kering. Darah mengering sebelum keluar. Nafas pasien menjadi pendek, dan suhu tubuh menurun drastis dari bagian leher ke pergelangan tangan." bisik Lin Qian dalam hati sambil menuangkan dalam tulisan.

Ia menulis jawabannya dengan lengkap, bahkan menambahkan protokol penanganan darurat jika korban ditemukan dalam waktu dua jam pertama.

Soal ketiga lebih sulit. Lin Qian menyusun jawabannya dengan terstruktur. Kombinasi, akibat, dan solusi jika terjadi kesalahan.

Waktu berjalan cepat, satu per satu peserta menulis cepat, menebak jawaban atau bahkan mengosongkan sebagian soal.

Lin Qian menatap gulungannya sekali lagi lagi. Ia tahu jawabannya tidak sempurna. Tapi itu adalah hasil dari pengalaman yang ia pelajari.

"Waktu sudah habis! Kumpulkan gulungan jawaban dengan berbaris!" teriak pengawas ujian mengejutkan beberapa peserta.

Para peserta yang sudah mengumpulkan diarahkan menuju taman belakang balai medis. Taman itu tenang, tertata rapih dan bersih. Suara gemericik air dari kolam ikan memberikan ketenangan yang semu.

Lin Qian duduk di bawah pohon tua, dagunya bertumpu pada lutut. Ia menutup mata, mengingat kembali ucapan Shifu Xu setiap kali ia merasa ragu. "Ilmun hanya berguna jika kau berani mempertaruhkan namamu untuk menyelamatkan nyawa."

Tidak lama kemudian, langkah kaki berat terdengar dari arah paviliun. Seorang pengurus ujian membawa gulungan besar berlambang naga perak. Semua peserta berdiri. Mata mereka serentak menoleh.

Pengurus ujian itu membuka gulungan dan mulai membacakan dengan suara tenang dan kencang, "Berikut adalah nama-nama peserta yang lulus pada ujian tahap pertama."

Semua mata menatap ke arahnya dan menahan napas. Ada yang berdoa agar diloloskan. Ada yang pasrah.

"Huang Ziyan, wilayah tengah. Dengan nilai tertinggi, 99 poin." nama pertama disebutkan oleh pengurus ujian.

sosok pemuda tampan melangkah tenang ke depan. Pakaian hanfu birunya rapi, dan sorot matanya tenang seperti danau musim gugur.

"Lin Yuan, wilayah utara. Dengan nilai tertinggi kedua 98 poin." nama yang ditunggu-ditunggu Lin Qian akhirnya disebut.

Lin Qian menahan senyum, tapi binar matanya yang kelewat bahagia tidak bisa disembunyikan. Ia berhasil. Ia lolos dari jembatan pertama yang sulit menuju istana.

Namun ada satu hal yang mengganggu dirinya, jiwa kompetitifnya. Ia langsung menatap pemuda tampan itu sinis, perbedaan nilai mereka sangat tipis.

"Nilai sempurna bukan target utamaku, tapi kalau dia bisa harusnya aku bisa lebih." pikirnya.

Belum sempat ia berpikir lebih jauh, pengurus ujian melanjutkan pengumuman, "Peserta yang berhasil lolos diwajibkan untuk mengikuti ujian kedua, yaitu pemeriksaan nadi dan Diagnosa langsung. Waktu persiapan dimulai satu jam dari sekarang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 7 - Di Bawah Tatapan Naga

    "Apa kau tahu itu bisa dianggap penghinaan terhadap metode resmi kekaisaran?"Suara Kaisar Wang Rui menggema dalam ruangan megah berhiaskan ukiran naga dari emas. Seolah bergema dari kedalaman langit. Kata-katanya mengalir dingin seperti salju gunung Xuanlong.Lin Qian tetap berlutut. Tubuhnya tegak, sorot matanya bagaikan api kecil yang tak padam. "Saya tahu, Yang Mulia.""Tapi saya juga tahu, jika seorang pasien berada di ambang maut dan harapan terletak pada ramuan yang tak tercantum dalam kitab, apakan seorang tabib harus menutup mata demi mematuhi metode yang tidak mempan?" ucap Lin Qian mantap, suaranya tenang namun penuh bara api.Wang Rui turun dari singgasana naga dengan gerakan tenang. Jubah hitamnya menyapu lantai giok dengan keheningan yang anggun namun mencekam.Ia mengintari Lin Qian seperti angin yang menakar kekuatan seekor burung kecil yang menentang badai. "Berani sekali lidahmu di hadapan kaisar. Apa kau tidak takut kepala yang tidak seberapa ini terpisah dari tubuh

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 6 - Rubah & Pria dari Hutan

    "Kau bukan orang biasa, tapi belum cukup untuk jadi pemenang."Suara berat yang terdengar sedikit menyebalkan itu terdengar dari balik pilar kayu tempat Lin Qian bersandar setelah keluar dari aula ujian.Ujian terakhir akan dilaksanakan besok pagi. Para peserta yang berhasil lolos diberi waktu istirahat untuk memulihkan tenaga dan berkeliling menjelajahi Balai Medis Istana.Langit sore mulai menggelap, udara Wangjing terasa mengigit tulang. Aroma tanah basah dan rumput lembab berpadu dengan harum dupa yang dari kuil di kejauhan, membuat nuansa menenangkan.Lin Qian membuka mata perlahan. Di dekatnya berdiri seorang pemuda berpakaian hanfu biru dilengkapi bros keluarga Huang yang berkilau di dadanya. Rambutnya diikat dengan jepit giok putih."Huang Ziyan." gumam Lin Qian, tak ada sedikitpun keraguan dalam nadanya. Pemuda itu melangkah santai, menyandarkan bahunya di pilar kayu yang Lin Qian sandari. "Jadi kau yang menyamar dengan nama Lin Yuan."Siapa pun tidak bisa menipu Huang Ziyan

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 5 - Riuh Dalam Ujian

    "Tunjukkan kepekaanmu. Nadi tak akan berbohong."Suara pengawas ujian bergema di aula praktik Balai Medis Kekaisaran. Ruangan praktik lebih sempit, karena saat beralih ke ujian praktik jumlah peserta berkurang setengah. Namun sunyi di ruangan praktik lebih mencekam. Cahaya sore menembus celah jendela kayu, jatuh tepat di atas ranjang-ranjang pasien yang berjejer. Di atas ranjang-ranjang kayu, para pasien dari kalangan rakyat biasa berbaring diam. Para peserta melangkah dengan langkah hati-hati. Atmosfer udara di ruangan ini membawa aroma pahit dari ramuan herbal dan dupa penenang.Pengawas ujian membacakan tata tertib ujian kedua, "Waktu pemeriksaan lima belas menit. Hanya titik nadi yang boleh disentuh. Diagnosa dan penanganan awal ditulis dalam gulungan yang sudah disediakan." Lin Qian menunduk, di hadapannya ada seorang pasien tua dengan wajah sepucat kertas dan kuku yang kebiruan. Seolah darah dalam tubuhnya mengalir lambat, nyaris membeku.Ia duduk perlahan. Tiga jarinya menye

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 4 - Ujian Pertama: kertas & Nadi

    "Jika kau hanya tahu setengah racikan, maka setengah nyawa pasienmu sudah kau kubur!" Suara kepala balai medis menggema lantang dari atas panggung kayu menghentak suasana aula luas dengan dinding batu giok dan langit-langit tinggi. Lukisan Bunga Teratai Kesembuhan dan Sembilan Naga Pelindung Kekaisaran menghiasi langit-langit seolah turut mengawasi para peserta ujian.Suasana aula sunyi, namun terasa menegangkan. Ratusan calon tabib berdiri tegak dalam barisan sesuai wilayah masing-masing. Beberapa peserta ada yang berdiri gugup, ada pula yang sampai banjir berkeringat. Di hadapan mereka terdapat meja kayu berjajar rapih. Di atas meja terdapat kuas, tinta hitam beraroma kayu cendana dan gulungan kertas putih dari kulit pohon Zhengmu.Lin Qian berdiri di barisan wilayah utara, tangannya masih menggenggam surat seleksi yang sedikit lecek. Walaupun sempat gugup, mata Lin Qian dengan cepat memancarkan keyakinan. Pengawas Ujian berjalan menyusuri barisan, membagikan gulungan soal sambil

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 3 - Menuju Istana

    "Apakah ini nyata? Kekaisaran serius membuka pintu bagi rakyat biasa?" pertanyaan tak percaya menjalar dari mulut ke mulut. Di antara kerumunan, mata Lin Qian menangkap setiap kalimat seolah tiap hurufnya mengandung takdir. Matanya membulat dan binar bahagia terpancar terang dari hatinya. "Ujian ini akan dilaksanakan tiga hari lagi di Ibukota dengan tiga tahap seleksi! Cukup membawa seritifikat medis dan surat kelulusan. Hadiahnya berupa kedudukan, emas, dan kehormatan." Sinar pagi memantul dari lembaran sutra, seolah takdir itu sendiri sedang berpihak padanya. Dewa telah membuka jalan untuk Lin Qian. Ia tidak bisa melewatkan kesempatan emas ini dan segera membulatkan keputusan gilanya. "Ini..jalan kita! Dewa takdir mendengar doaku!" seru Lin Qian dengan suara bergetar antara terlalu senang dan yakin. Lin Yuan menoleh cepat dengan wajah kebingungan, merasakan firasat yang tidak enak terhadap adiknya yang terlihat sangat bersemangat melihat pengumuman ini. Membuat pikirannya melay

  • Raja Yang Agung Itu Berlutut Di Hadapanku   Bab 2 - Rumah Keluarga Lin

    "Qian'er, kau yakin ingin meneruskan ini?" tanya Lin Yuan tiba-tiba. Beberapa hari yang lalu Lin Qian pulang lebih malam dari biasanya, dengan kondisi yang sangat lusuh dan kotor. Ekspresi wajah Lin Qian saat kembali tidak menunjukan dirinya baik-baik saja. "Mengobati orang demi beberapa butir beras, sementara tubuhmu sendiri semakin kurus." Lin Yuan merasa khawatir dengan keadaan sang adik yang jarang makan tepat waktu. Lin Yuan memandang adiknya lekat. Adiknya yang cantik sudah tumbuh dewasa seperti Bunga Hanmei di musim dingin, namun selalu mekar pada waktunya. Di balik wajah yang kelelahan dan rambut yang dikepang berantakan, tersembunyi tekad sekeras batu giok. Lin Qian selalu pulang dengan mata berbinar, seolah setiap tanaman liar yang ia bawa punya rahasia yang ingin dibisikan padanya. Gadis itu sangat mencintai tumbuhan herbal dari pada perhiasan perak dan emas. Lin Qian menatap langit-langit lalu bergumam, "Kita hanya punya satu warisan yang tersisa dari ayah dan ibu,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status