ホーム / Rumah Tangga / Ranjang Panas Suamiku / Bab 7. Ajakan Bercinta dari Wanita Lain?

共有

Bab 7. Ajakan Bercinta dari Wanita Lain?

作者: Kak Gojo
last update 最終更新日: 2025-08-15 10:30:31

Nindi meraba-raba dada atletis Daffa, tapi tak menemukan adanya tanda merah di sana.

‘Mana? Mana bekas ciuman itu? Kenapa nggak ada?’

Nindi menggila karena tak menemukan apa pun. Ia bahkan mengenduskan hidungnya, menghirup aroma dari leher dan dada Daffa.

Tidak ada aroma yang aneh. Nindi hanya mencium wangi vanilla dari tubuh Daffa. Itu adalah aroma dari parfum Nindi sendiri, parfum dengan wangi vanilla kesukaan Daffa. 

Daffa awalnya merasa aneh dengan gerak-gerik Nindi. Tapi ia juga tak menyangkal. Hasratnya naik karena sentuhan Nindi benar-benar luar biasa.

“Sayang, sini aku masukin sekarang.”

Daffa mulai menurunkan resleting celananya, tapi Nindi menahannya.

“Kita lakukan di rumah saja, Mas.”

Daffa mengernyit. “Kenapa? Katamu sudah tak tahan.”

Nindi akhirnya turun dari pangkuan Daffa. “Benar katamu, Mas. Nanti ada yang melihat kita. Jadi sebaiknya, kita pulang saja.”

“Hmm, baiklah, Sayang.”

*

Setibanya di rumah, Daffa langsung membawa tubuh Nindi ke ranjang.

“Mas, enghh….”

Nindi tak kuasa menahan desahannya kala Daffa meremas kedua payudaranya.

“Kamu sungguh luar biasa, Sayang. Tubuhmu selalu berhasil membuatku tegang,” bisik Daffa parau. Lidahnya menjulur menjilati telinga Nindi.

Nindi menatap mata suaminya yang terlihat berkabut penuh gairah. Ia berkata dalam hati, menanyakan keraguannya.

‘Apa benar kamu menduakanku, Mas? Tapi jika benar begitu, kenapa kamu masih menginginkanku?’

Nindi menahan sejenak tangan Daffa yang ingin membuka bajunya.

“Kenapa, Sayang?” tanya Daffa.

“Aku ingin memastikan sesuatu, Mas.”

“Memastikan apa, Sayang? Ayolah! Aku sudah tak tahan!”

Sorot mata Nindi berkaca. “Apa kamu mencintaiku, Mas?”

Daffa tersenyum mengiyakan. Ia melabuhkan bibirnya dan mencium Nindi lembut. “Aku tidak akan menyentuhmu, kalau aku tidak mencintaimu, Sayang.”

Nindi tersenyum tipis. Walaupun ia masih ragu, setidaknya perkataan Daffa menenangkan hatinya sesaat.

Nindi akhirnya membiarkan Daffa menyentuh tubuhnya menyeluruh. Ia terlena karena Daffa memperlakukannya lembut, seperti biasanya.

“Terima kasih, Sayang. Kamu memang hebat,” puji Daffa setelah puas bermain.

Nindi tersenyum bahagia saat Daffa mencium pipi dan keningnya berkali-kali. Ia merasa sangat dicintai, bahkan ia sejenak lupa kalau ia saat ini sedang mencurigai suaminya selingkuh.

Nindi langsung menjauhkan dirinya dari Daffa setelah tersadar.

“Mas, kamu mandi gih!” Nindi tidak mau lama-lama disentuh oleh Daffa, ia bisa gila.

Daffa terkekeh pelan. “Kamu ini kebiasaan langsung nyuruh aku mandi setelah berhubungan. Padahal aku kan masih mau main-main sebentar!” katanya seraya meremas buah dada Nindi.

Nindi menjauhkan tangan Daffa. “Mandi dulu, Mas!”

Daffa akhirnya bangkit dari ranjang. Namun, sebelum masuk ke kamar mandi, ia mengambil ponsel dan mengirim pesan kepada seseorang.

Nindi bergerak cepat mengambil ponsel Daffa tatkala suaminya itu sudah menghilang dari pandangan. Ia terlihat ragu membuka ponsel suaminya. Takut sakit hati.

Setelah mengambil napas, Nindi memberanikan diri mengecek ponsel milik Daffa. Mulai dari galeri, riwayat panggilan, hingga isi pesan.

Namun, semuanya normal-normal saja. Ponsel itu hanya berisi seputar pekerjaan.

“Hmm, apa emang aku yang terlalu sensitif? Tapi kenapa Mas Daffa membohongiku?”

Nindi menggigit kukunya, berpikir keras.

Tak berselang lama, satu pesan masuk ke ponsel Daffa. Pesan itu dari Miranda.

Dengan jari gemetar, Nindi membuka pesan itu.

[Saya sudah memesan kamar, Pak. Hotel Diamond, 345]

Nindi mendadak mual. Kepalanya berdenyut. Jantungnya seperti ada yang meremas, membuatnya kesulitan bernapas.

Nindi tiba-tiba merasa jijik. Memikirkan Daffa yang masih bisa menyentuh wanita lain setelah bercinta dengannya.

Nindi menoleh ketika langkah kaki Daffa terdengar dekat. Suaminya itu sudah mandi. Nindi sempat terbuai ketika mencium aroma tubuh Daffa yang wangi. Ditambah lagi suaminya terlihat seksi dengan lilitan handuk sepinggang, memamerkan dada atletisnya.

Daffa mengusap pipi Nindi lembut. “Sayang, ada apa? Kamu terlihat aneh.”

Nindi sontak menepis tangan Daffa kala tersadar. “Jangan sentuh aku, Mas! Tanganmu basah!”

Lagi-lagi Daffa terkekeh. “Kamu ini! Terlalu bawel! Tanganku kan bersih, masa dilarang nyentuh kamu?” serunya bercanda.

“Kamu masih kotor, Mas!” tegur Nindi, marah.

Daffa langsung diam melihat ekspresi Nindi serius, seakan ingin menerkamnya.

Suasana menjadi kikuk.

Daffa langsung mengambil ponselnya lalu terburu-buru mengenakan pakaian.

“Kamu mau ke mana, Mas?” Nindi bertanya saat melihat Daffa berpakaian rapi.

“Ada klien yang ingin bertemu, Sayang.”

“Selarut ini?”

Daffa melihat jam di pergelangan tangannya. “Ini belum larut, Sayang. Masih jam sembilan.”

Nindi kembali mual. Daffa terlihat khawatir.

“Kamu baik-baik saja? Kenapa akhir-akhir ini kamu sering mual, Sayang? Asam lambungmu kambuh? Mau kubelikan obat?”

Nindi langsung memeluk Daffa erat. Ia tidak bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Nindi marah, kecewa, dan merasa jijik pada suaminya itu. Tapi di sisi lain, ia tidak mau Daffa pergi, ia tidak ikhlas jika Daffa meluangkan waktunya untuk wanita lain.

“Aku butuh kamu di sini, Mas,” bisik Nindi memohon.

Daffa membelai kepala Nindi. Namun perlahan ia melepaskan pelukan itu. “Maaf, tapi aku harus pergi. Kerjaanku tidak bisa ditinggal.”

Nindi hanya bisa menatap kepergian Daffa dengan sorot mata berkaca. Hatinya terluka melihat Daffa lebih memilih wanita lain dibanding dirinya.

*

Nindi memutuskan untuk mengikuti Daffa diam-diam. Setibanya di hotel tujuan, Daffa terlihat sedang menelpon seseorang.

“Awas saja kamu, Mas! Langsung aku viralkan kalian berdua!” sungut Nindi.

Nindi terus mengikuti jejak suaminya. Namun sial, ia kehilangan kontak visual saat berada di lobi. Terlalu banyak orang berlalu-lalang di sana.

Di saat bersamaan, Nindi melihat Miranda sedang berjalan menuju lift. Dengan tergesa, Nindi mengikuti wanita itu.

Mereka memasuki lift yang berbeda. Tapi Nindi sudah tau tujuan Miranda ke lantai berapa.

Dengan hati berdebar kencang, Nindi terus mengikuti langkah Miranda hingga ke sebuah kamar.

Kamar 345.

Kini Nindi sudah berdiri di depan kamar tersebut. Kira-kira sudah 10 menit lamanya sejak Miranda masuk lebih dulu.

Nindi mengarahkan tangannya perlahan memegang kenop pintu. Ingin rasanya membuka pintu itu sekarang, tapi bayangan buruk lebih dulu menyerangnya.

Nindi memegang dadanya sendiri. Ia tak sanggup jika harus melihat Daffa bercinta dengan wanita lain.

‘Aku nggak boleh begini! Aku harus buktikan sendiri!’ batinnya.

Nindi akhirnya memutar kenop pintu berulang kali, mencoba membukanya. Tapi sayang, pintu kamar itu sudah pasti terkunci dari dalam.

Nindi bahkan menggedor-gedor keras. Tapi tak ada sahutan dari dalam.

Nindi pasrah. Ia menangis tersedu-sedu. Ia sungguh tak sanggup membayangkan betapa serunya permainan Daffa bersama Miranda hingga tak ada yang membukakannya pintu.

Tetiba pintu kamar terbuka, Miranda melihat Nindi dengan tatapan aneh.

“Ibu Nindi? Sedang apa Ibu di sini?”

Kak Gojo

Selamat datang di novel keduaku. Semoga suka. Jgn lupa follow aku di inst4gram: xbabyyjoe .

| 6
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Ranjang Panas Suamiku   Bab 78. Putus Saja Ya?

    Tak lama setelah Daffa pergi, Mila masuk ke kamar majikannya. Ia langsung mendapati Nindi sudah tersedu-sedu. Nindi terduduk lemah di lantai, bersandar pada dinding, dengan bahunya bergetar hebat.Mila menyadari bahwa Nindi pasti telah mendengar keributan di luar. Ia meletakkan semangkuk bubur di meja nakas, lalu bergegas menghampiri Nindi dan mengusap bahunya.Nindi mendongak, menatap Mila dengan tatapan sinis dan penuh luka. “Harusnya kamu bergabung saja dengan para pengkhianat itu. Jangan berpura-pura baik di depanku.”Mila menggigit bibirnya, air mata penyesalan menggenang. “Ibu… saya sungguh bisa jelaskan.…”“Jangan menjelaskan apapun!” potong Nindi tajam. “Kamu sama saja seperti mereka! Tega merusak kepercayaanku!"Mila makin merasa bersalah. Ia tahu Nindi benar. Seharusnya ia tidak pernah menutupi perselingkuhan Daffa, walau di bawah ancaman.“Sejak kapan? Sejak kapan kamu

  • Ranjang Panas Suamiku   Bab 77. Dikelilingi Pengkhianat

    Tak lama setelah kembali dari pemakaman, saat Nindi duduk merenung dalam keheningan ruang tamu yang berat, ponsel Daffa berdering. Ia melihat nama penelepon di layar—Wilona—dan seketika panik.Daffa langsung bergegas menuju dapur, meninggalkan Nindi sendirian.Daffa menjawab panggilan itu dengan suara berbisik dan tegang. “Maaf, Sayang. Aku gak sempat balas chat-mu. Istriku baru saja keguguran, dan ini baru selesai pemakaman.”Di seberang sana, suara Wilona terdengar cemas dan lembut. “Iya, aku mengerti, Daffa. Aku cuma mau mastiin, kamu nggak kenapa-napa, kan? Jangan sedih, ya. Ingat, kamu masih punya anak di kandungan aku,” katanya, mencoba menghibur sekaligus mengingatkan akan ikatan mereka.“Iya, Sayangku. Kamu jangan khawatir,” jawab Daffa, nadanya meredup karena ia masih berada di rumah.“Btw, Daffa, aku kangen. Kamu nggak ke sini nanti malam?” tanya Wilona, penuh harap.

  • Ranjang Panas Suamiku   Bab 76. Konflik Masa Lalu

    Daffa tiba di ruangan tujuan dengan napas tersengal. Ia mendorong pintu dan langsung melihat istrinya. Nindi sudah tak berdaya, seperti orang yang kehilangan seluruh semangat hidup. Istrinya hanya terduduk lemah di ranjang perawatan, bersandar pada bantal dengan pandangan kosong menatap dinding putih.Daffa menelan ludah, rasa takut dan bersalah mencengkeramnya. Ia pun melangkahkan kaki amat pelan, setiap langkah terasa berat, menuju ranjang perawatan.“Sayang….” Daffa memanggil lembut. “Kamu baik-baik saja?”Mila, yang tadinya duduk menangis di kursi sudut ruangan, langsung bangkit begitu melihat Daffa. Matanya merah dan bengkak.Daffa sekilas melirik Mila yang berdiri tegang, lalu kembali fokus pada Nindi.“Sayang, maaf aku baru sempat ke sini,” katanya, tangannya meraih tangan Nindi yang dingin. Nindi tidak merespon, tangannya lemas di genggaman Daffa. “Aku… aku kira kamu baik-baik saja, ma

  • Ranjang Panas Suamiku   Bab 75. Gila Kamu, Daf!

    Nindi menarik napas berat. “Aku sudah tau selama ini kamu menutupi perselingkuhan Mas Daffa. Membelanya mati-matian, bahkan jadi mata-mata, melaporkan semua kegiatanku kepadanya agar dia aman selama bermain dengan selingkuhannya.”Napas Kiara seketika tercekat. Wajahnya langsung memucat, pengkhianatannya terbongkar di saat yang paling buruk.“Nindi, soal itu… a-aku bisa menjelaskannya. Ada alasan kenapa aku melakukan itu…”“Nggak ada yang perlu dijelasin lagi!” Nindi memotong, suaranya meninggi dengan getaran emosi yang tertahan. “Aku nggak mau mendengar penjelasan dari orang munafik sepertimu!”Mendengar kata 'munafik', mata Kiara mendadak memanas. Ia merasa marah dan kecewa dituduh seperti itu. “Munafik? Nindi, aku ini sahabatmu!”Nindi tak mau kalah. Dadanya makin bergemuruh, mengingat semua dukungan palsu Kiara. “Maka jadilah sahabat yang baik, Kiara! Stop

  • Ranjang Panas Suamiku   Bab 74. Sudah Gak Tahan!

    Sore itu, Daffa menyempatkan diri menemui Wilona.Kali ini mereka bertemu di sebuah kamar hotel mewah, jauh dari risiko ketahuan.Ibu Wilona, Nanik, sudah menjalani perawatan intensif di rumahnya dengan dokter pribadi, jadi Daffa tidak perlu lagi mengunjungi rumah sakit hanya demi bertemu Wilona.Wilona tersenyum lepas saat membuka pintu, senyum yang langsung menerangi wajahnya. Daffa berdiri di ambang pintu, membawa seikat bunga mawar merah favorit Wilona.Wilona mengambil bunga itu dengan gembira, mencium aromanya sekilas, lalu mempersilakan Daffa masuk.Begitu pintu tertutup, Daffa langsung menarik Wilona ke dalam pelukan dan melabuhkan ciuman yang mendesak di bibir wanita itu.Wilona spontan mengalungkan tangannya ke leher Daffa, membalas ciuman itu dengan intensitas yang sama.Ciuman Daffa makin turun, bergerak dari bibir, beralih liar ke leher, lalu menuju lekukan dada Wilona. Saat Daffa hendak meremas buah dada Wilona di balik

  • Ranjang Panas Suamiku   Bab 73. Masih Pedulikah Kamu?

    Makin hari, Daffa makin jarang pulang. Ia selalu tiba larut malam, beralasan bahwa ia lembur di kantor. Nindi juga tidak begitu memedulikan suaminya, tidak lagi bertanya atau melarang. Hatinya sudah mati rasa terhadap keberadaan Daffa.Nindi hanya tersiksa karena ia harus terus menunda proses perceraian ini, entah sampai kapan, hingga Rexa menghubunginya lagi.Tanpa ia sadari, ia sudah larut dalam pusaran kesedihan yang mendalam. Nafsu makannya hilang, dan ia hanya menghabiskan waktu dengan menangis sepanjang hari. Di luar sana, ia tahu, Daffa sedang bersenang-senang dengan selingkuhannya, menikmati kebebasan dari kewajiban pernikahan.Pukul satu malam, Daffa tiba. Ia membuka pintu kamar perlahan dan melihat Nindi meringkuk di sisi ranjang, tubuhnya gemetar tanpa selimut.Jujur, Daffa merasa iba melihat pemandangan itu. Ia mengambil selimut tebal dan dengan hati-hati menutupi tubuh sang istri yang kedinginan.“Sayang.…” Daffa mem

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status