Home / Rumah Tangga / Rayuan Sang Pelakor Bayaran / Part 4. Kemarahan Bu Ranti

Share

Part 4. Kemarahan Bu Ranti

last update Last Updated: 2024-10-23 17:21:35

Dengan tergesa Bu Ranti memasuki kantor menantunya. Dia tidak memperdulikan apa yang dikatakan salah seorang karyawan jika Bagas saat ini sedang ada tamu. Wanita itu masuk ke dalam ruangan Bagas tanpa mengetuk pintu.

Tak hanya Bagas yang terkejut, Bu Ranti juga dibuat shock dengan pemandangan yang ada di depannya. Bagaimana tidak, saat ini dia sedang melihat menantunya memangku seorang wanita cantik di atas kursi kerjanya.

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

Bagas segera mendorong tubuh Luna, dia berdiri dan berjalan mendekati mertuanya.

"Semuanya tidak seperti yang Ibu lihat. Tadi dia hampir jatuh dan Saya menolongnya."

Bagas terlihat gugup, sedangkan Luna hanya diam dan bersikap santai seolah tidak ada yang terjadi.

"Mataku tidak buta, jadi jangan membohongiku." Bu Ranti mendekati Luna, dia menarik lengan wanita itu.

"Keluar dari sini. Jangan mengganggu suami orang lagi, dasar jalang!"

"Aku tidak akan pergi, Tante. Karena ku bekerja di sini." Luna melepaskan tangannya dari cengkeraman Bu Ranti dengan kasar, membuat Ibu Amiera itu hampir saja terjatuh.

"Kamu membawa wanita ini kerja di sini?" tanya Bu Ranti pada sang menantu.

"Dia memang bekerja di sini, Bu. Jadi jangan membuat keributan lagi, malu."

Bu Ranti terkekeh.

"Kamu malu dengan apa yang terjadi sekarang. Tapi saat kamu memangku wanita jalang ini tadi kamu tak merasa malu sedikitpun. Bahkan kamu terlihat sangat menyukainya." Bu Ranti mengeraskan suaranya, mungkin dia sengaja agar ada yang mendengar perkataannya.

"Bu, tolong jaga sikap. Anda mertua saya, tapi di sini tempat kerja. Jangan bertindak keterlaluan!" Bagas mendekati mertuanya, berusaha membuat wanita itu keluar dari ruangannya. Tapi dia kembali dikejutkan dengan kedatangan Karin yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Apa yang terjadi, kenapa kamu mengusir Tante Ranti?" tanya Karin pada Bagas.

"Kebetulan kamu datang. Katakan pada Tante, apa wanita ini yang Bagas bawa ke rumah?" Bu Ranti langsung menunjuk ke arah Luna yang masih berdiri santai.

"Iya, Tante. Dia wanita itu," jawab Karin pelan.

Bu Ranti langsung tersenyum getir setelah mendengar jawaban Karin. Wanita itu menatap Luna dan Bagas bergantian. Tanpa banyak bicara dia pun beranjak pergi. Tapi baru beberapa langkah, wanita itu berhenti dan menoleh ke arah menantunya.

"Jika kamu tidak lagi menginginkan anakku, maka ceraikan dia. Setelah itu kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau." Setelah berkata demikian, wanita itu pun pergi dan tak menoleh sedikitpun ke belakang.

Sementara itu, di kediaman Bagas. Amiera kini sedang bermain dengan putrinya. Mereka terlihat sangat asyik. Saling canda dan ceria. Tapi wajah keduanya langsung berubah menjadi tegang saat mendengar suara mertuanya yang sedang berteriak memanggil namanya.

"Kamu tunggu di sini, Ibu akan temui nenek." Amiera memberikan boneka pada Amel lalu segera berdiri dan menuju ke ruang tamu.

Kedatangan Amiera langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang mertua. Tapi Amiera sama sekali tidak terkejut karena dia memang selalu mendapatkan tatapan seperti saat bertemu dengan mertuanya.

"Kamu lagi ngapain, dari tadi aku panggil kenapa baru datang?" bentak Ibu Bagas.

"Maaf, Bu. Tadi saya sedang bermain dengan Amel, jadi tidak mendengar saat Ibu memanggil," jawab Amiera.

"Tidak dengar atau kamu memang malas?"

"Sungguh, Bu. Aku sama sekali tidak mendengarnya," jawab Amiera.

Ibu Bagas menghela nafas kasar. Wanita itu lalu melemparkan dua kantong belanjaan ke lantai.

"Masaklah makanan yang enak. Hari ini Luna pertama kali bekerja, jadi harus dirayakan," ucap Ibu Bagas.

Amiera terpaku, dadanya terasa sesak. Dia ingat benar dulu saat ulang tahun Amel yang pertama, Ibu mertuanya sangat melarang dia dan Bagas untuk merayakan. Pemborosan katanya, tapi sekarang Ibu mertuanya itu malah ingin merayakan hari pertama kerja untuk Luna yang jelas adalah orang luar.

"Kenapa Ibu tiba-tiba murah hati. Apa tidak takut pemborosan." Amiera duduk di kursi, membuka belanjaan yang tadi dibawa oleh mertuanya.

"Diamlah, jangan banyak bicara. Kamu tinggal masak, gak keluar duit ini. kenapa cerewet sekali."

Amiera tidak menjawab. Wanita itu asyik menurunkan belanjaan dan menaruhnya di atas meja. Di sana ada daging sapi, daging ayam, udang, cumi, sayur dan juga beberapa buah yang biasanya tidak diperbolehkan untuk Amiera beli.

"Terimakasih Ibu sudah berbelanja. Saya akan menaruhnya di kulkas." Amiera kembali memasukkan semua belanjaan ke dalam kantong dan membawanya menuju ke arah kulkas.

"Aku menyuruhmu untuk memasak sekarang. Kenapa malah kamu masukkan ke dalam kulkas?" tanya Ibu Bagas kesal.

"Maaf, Bu. Hari ini saya tidak bisa memasak. Ada urusan penting di luar. Kalau memang Ibu mau masak ya silahkan!"

Amiera menutup pintu kulkas , dia lalu beranjak dari dapur. Tapi baru beberapa langkah, lengannya di cekal oleh Ibu mertuanya.

"Urusan apa yang penting. Palingan kamu hanya akan ke rumah Ibumu dan ngerumpi," ucap mertua Amiera.

"Maaf, Bu. Tolong lepaskan tangan saya. Saya buru-buru!"

"Aku tidak akan melepaskannya tanganmu. Kecuali kamu mau masak." Ibu Bagas menyeret Amiera kembali di dapur. Wanita itu ingin memaksa Amiera untuk masak.

"Lepaskan saya, Bu. Saya tidak bisa masak, mungkin lebih baik ibu rayakan saja di restoran. Mas Bagas pasti akan menuruti perkataan Ibu." Amiera berontak, berusaha melepaskan tangan mertuanya.

"Tidak bisa, aku sudah terlanjur belanja. Rugi dong kalau aku harus keluar uang lagi untuk biaya makan."

Amiera menghela nafas panjang.

"Kalau begitu, lebih baik Ibu saja yang masak. Aku tidak akan mau, jadi jangan diharapkan." Amiera beranjak pergi, diiringi panggilan dan tatapan penuh kekesalan dari sang mertua, tapi wanita itu tidak peduli. Dia tidak ingin merendahkan dir lagi.

Tentu saja Amiera tidak terima dengan perlakuan mertuanya. Biasanya dia selalu patuh, apapun yang ingin dilakukan oleh mertuanya selalu dia penuhi. Hanya saja kali ini dia tidak akan melakukannya. Memasak untuk wanita yang jelas-jelas sudah menggoda suaminya. Rasanya akan jadi konyol dan memalukan jika dia melakukannya.

“Dasar wanita tidak tahu diri. Hidup enak, uang tinggal minta tapi gak tahu diuntung.” Amiera masih mendengar mertuanya terus menggerutu. Bahkan dia juga membanting sesuatu dari dapur, tapi kali ini dia tak mau berbalik dan menghibur mertuanya. Dia justru masuk ke dalam kamar dan segera menggendong anaknya. Wanita itu mengganti baju Amel dan juga dirinya.

Tatapan mata sang anak membuat hati wanita itu kembali teriris. Tatapan itu seoalh bertanya mengapa neneknya begitu tidak menyayanginya. Mengapa dia tidak diperlakukan baik oleh Ibu dari Ayahnya. Tapi Amel belum mengerti, Amieralah yang harus menanggung semuanya sendirian.

“Ayo kita pergi, Nak.” Amel menyambar tas selempang yang ada di meja lalu beranjak keluar dari rumah. Ada kekhawatiran di wajah wanita cantik berkulit sawo matang itu. Meski dia tidak tahu apa yabg saat ini membuatnya khawatir, tapi dia punya firasat jika ibunya sedang tidak baik-baik saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 34. Bimbang

    Bagas mondar mandir di depan ruang ICU. Karin yang duduk di bangku pun menatap pria itu tidak suka.“Apa kamu sangat menyayangi anak dalam kandungan pelacur itu?” tanya Karin dengan nada sinis.Bagas menatap Karin tidak suka. “Kamu seorang wanita, seandainya ini terjadi padamu, bagaimana rasanya?”“Oh, jadi sekarang kamu membandingkan dia dengan aku. Apa dia pantas? Dia hanya wanita yang aku bayar untuk membuat Amiera pisah denganmu,” ucap Karin dengan mata berkaca-kaca.Bagas terpaku saat melihat mata Karin berkaca-kaca. “Aku tak bermaksud begitu, Rin. Aku hanya ingin semuanya berjalan dengan baik.” “Jadi kamu tidak ingin meninggalkan wanita itu?” tanya Karin dengan tatapan nanar.Bagas kembali terdiam. Kebimbangan kembali menghampirinya.Melihat Bagas hanya diam, Karin mengusap air mata yang mulai mengalir di pipinya. “Baik, jika memang kamu tidak akan meninggalkan wanita itu, maka aku yang akan pergi.” Karin membalikkan badan dan beranjak pergi.Melihat Karin menjauh, hati Bagas

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 33. Pertengkaran Karin Dan Luna

    “Terima kasih sudah membelaku,” ucap Amiera saat mereka sudah berada dalam mobil. “Tidak usah berterima kasih, kamu adalah calon istriku, sudah sewajarnya aku bela.” Satria tersenyum manis, dia mencondongkan tubuhnya ke arah Amiera dan membuat wanita itu terkejut dan salah tingkah.“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Amiera dengan jantung yang berdegup kencang.q“Memakaikan sabuk pengaman,” ucap Satria sambil tersenyum.Amiera terdiam, dia mengira jika pria itu akan menciumnya, pipinya pun memerah.Satria menyalakan mobil dan segera mengantar Amiera pulang. Sedangkan Amiera, dia hanya diam sepanjang perjalanan. “Ra, bisakah kita menikah secepatnya?” tanya Satria saat Amiera akan turun dari mobilnya.“Apakah harus terburu-buru?” tanya Amiera sambil menundukkan kepala.“Aku takut kamu akan berubah pikiran dan meninggalkan aku.”Satria menatap wajah Amiera lekat, terlihat banyak harapan di wajah pria itu.“Tenanglah, aku bukanlah orang yang gampang berubah pikiran.” Amiera melepaska

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 32. Kesialan Bagas

    Bagas berjalan keluar dari rumah Karin, pria itu mengusap wajahnya kasar. Dia bingung harus melakukan apa. Saat ini dia tidak ingin kehilangan Karin, tapi dia juga tidak mau menggugurkan anak yang dikandung Luna. Dengan enggan dia masuk ke dalam mobil dan menyalakannya. Dia tak ingin pulang, belum sanggup untuk menghadapi Luna dan juga Ibunya. Ada sedikit rasa bersalah dalam diri pria itu pada Luna. Meski tak ada perasaan apapun pada wanita itu, tapi dia pernah tidur dengannya dua kali. Mungkin perasaan tidak ada, tapi bayi dalam kandungan itu adalah darah dagingnya.Titt …Hampir saja Bagas menabrak pejalan kaki yang sedang menyeberang. Membuat pria itu terkejut dan ngerem mendadak.“Apa kamu buta, gak lihat kalau lampu merah?” bentak wanita yang hampir saja dia tabrak.“Kamu yang jalan sembarangan.” Bagas turun dari mobil dan menyeret wanita itu ke tepi jalan dengan kasar.“Dasar pria bajingan.” Wanita itu mendorong Bagas dengan sekuat tenaga, membuat Bagas emosi. “Katakan siapa

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 31. Pernikahan

    Seminggu sudah berlalu, hari ini adalah hari di mana Bagas dan Luna menikah. Kediaman Bu Hera tampak ramai, karena mereka melaksanakan akad nikah di rumah.“Akhirnya kamu akan resmi menjadi bagian keluarga ini,” ucap Bu Hera sambil mengusap rambut Luna lembut. “Semua ini berkat kerja keras Ibu,” ucap Luna sambil bergelut manja di lengan Bu Hera.“Apapun keinginanmu, Ibu pasti akan berusaha untuk kabulkan.” Bu Hera tersenyum senang, dia pun membawa Luna untuk turun untuk melakukan ijab qabul.“Apa ijab qabul sudah bisa dimulai?” tanya penghulu pada Bagas.Bagas tidak menjawab, pria itu justru melamun. Entah apa yang saat ini dia pikirkan. “Pak, apakah sudah siap ijab?” penghulu kembali mengulangi pertanyaannya. “Sebentar, Pak.” Bagas berdiri dan meninggalkan ruangan itu, dia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang. “Siapa yang kamu telepon?” tiba-tiba Bu Hera muncul di belakang Bagas.“Bu,kenapa kamu ada di sini?” Bagas terkejut dan langsung mematikan ponselnya.“

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 30. Bukan Penjual Mie Ayam

    Bagas membuka matanya pelan, pria itu memegangi kepalanya. Matanya berbinar saat melihat ada Ameira di sana. ‘Ra, kamu disini?” Bagas langsung ingin memeluk Amiera, tapi wanita itu langsung menghindar. “Kalau kamu sudah sembuh, lebih baik kamu segera pulang. Ibu dan dua kekasihmu pasti kebingungan mencari,” ucap Amiera.Bagas terdiam “Kepalaku masih pusing,” ucapnya sambil memegang kepalanya. Bagas pun melihat ke arah lain, di sana dia melihat ada Satria. Wajah yang tadinya berbinar pun berubah kesal.“Kenapa kamu ada disini?” tanya Bagas sedikit ketus.“Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa ada di rumah orang tuaku?” Satria berdiri dan mendekat ke tempat tidur. “Orang tuamu?” Bagas terkejut, dia melihat ke arah Amiera, seolah ingin meminta wanita itu memberikan jawaban yang benar.Satria hanya mendengus kasar, kesal karena Bagas melihat ke arah wanita yang dia cintai. “Tidak usah bertanya pada Amiera, tanya saja pada ayah dan Ibuku, mereka siap memberi jawaban yang ben

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 29. Insiden Tak Terduga

    Semakin hari, hubungan Amiera dan Satria semakin dekat. Keduanya sering pergi bersama, baik itu bersama Amel atau hanya berdua saja.Kedekatan mereka tentu saja membuat Bagas kesal. Pria itu semakin menyesal karena telah menyia-nyiakan Amiera. Menyesal karena baru menyadari betapa dia mencintai ibu dari anaknya setelah dia benar-benar kehilangan. Seperti halnya hari ini. Bagas pulang bekerja dan ingin menemui Amel. Tapi saat sampai di rumah Amiera, pria itu justru melihat Amiera sedang duduk di teras rumah bersama dengan Satria dan Amel. Mereka bercanda tawa layaknya keluarga kecil yang bahagia.Tangan Bagas mengepal, menahan nyeri dalam hatinya. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Dia mengemudi dengan kecepatan tinggi.Brak …Tanpa sengaja Bagas menabrak gerobak mie ayam yang tiba-tiba menyeberang. Kepala pria itu berdarah karena membentur setir. “Ahh..Bagas memegang kepalanya, pria itu turun dari mobil dengan menahan kesakitan. “Apa Bapak baik-baik saja?” tanya Bagas pada Bap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status