แชร์

Ceritakan

ผู้เขียน: Mustika Shaleha
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-07 09:40:19

Segelas susu hangat, Langit letakkan di atas karpet di dekat Bulan yang kini duduk serius menatap laptop. Aah tidak, mode serius Bulan langsung terganggu saat aroma sabun yang maskulin menggelitik indera penciumannya.

“Mas, udah?” Ucapnya.

Langit mengangguk. “Diminum dulu susunya.“

“Nanti.”

“Bulan, minum susu dulu.”

Bulan menggeleng. Dia lalu menggeser posisi laptopnya dan berganti menatap Langit dengan serius. “Mas pasti marah ya?” Ucapnya.

“Kata siapa?”

“Kataku.”

“Dan itu nggak bener.”

Bulan mengerucutkan bibir. “Mas, Mas Langit jangan marah ya. Please. Aku bakal jelasin semuanya. Aku ….”

“Aku nggak marah, Bulan,” potong Langit.

“Beneran?”

Langit mengangguk. “Orang marah nggak mungkin bikinin kamu susu.”

Bulan langsung nyengir. “Iya juga sih. Tapi … Aku tetep aja nggak enak. Kehadiran Kak Beni pasti mengusik Mas Langit, kan?”

Langit mengangguk jujur.

“Maaf,” ucap Bulan.

“Aku benci ucapan dia yang merendahkan kamu. Kesel banget rasanya. Sampai aku harus mandi dulu biar otakku nggak m
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Rembulan dalam Dekapan Langit   Geng Scorpio

    "Saya tegaskan sekali lagi. Ini anak saya. Anak Bulan adalah anak saya. Jadi, jangan pernah kamu mengganggu dia lagi."“Aaargh, bangsat!” Beni mengumpat sambil melempar kaleng minuman kosong yang sejak tadi digenggamnya setelah isinya tandas."Eh, Anjing! Itu kaleng kalau kena jidat pelanggan gue gimana? Mau matiin warung gue, lo?" Seorang lelaki dengan kaus bergambar tengkorak, bertanya dengan nada sebal."Kasih gue sekaleng bir lagi," kata Beni alih-alih menanggapi kekesalan pemilik warung.Dengan masih cemberut si pemilik warung memberikan sekaleng bir dari dalam kulkas kepada Beni. "Ini bir nol alkohol. Mau lo minum satu tanki juga nggak bakalan mabok. Beli ciu sana kalau otak lo lagi budrek!""Masih sore, bangsat! Ntar kalau udah gelap gue mabok," kata Beni lalu membuka kaleng bir itu dan meminumnya."Lo lagi kenapa sih? Nggak jelas amat."Beni tersenyum kecut. "Hidup gue emang nggak pernah jelas, Gas.""Iya juga sih," ucap Bagas si pemilik warung. Dia lanjut menata piring berisi

  • Rembulan dalam Dekapan Langit   Ceritakan

    Segelas susu hangat, Langit letakkan di atas karpet di dekat Bulan yang kini duduk serius menatap laptop. Aah tidak, mode serius Bulan langsung terganggu saat aroma sabun yang maskulin menggelitik indera penciumannya.“Mas, udah?” Ucapnya.Langit mengangguk. “Diminum dulu susunya.““Nanti.”“Bulan, minum susu dulu.”Bulan menggeleng. Dia lalu menggeser posisi laptopnya dan berganti menatap Langit dengan serius. “Mas pasti marah ya?” Ucapnya.“Kata siapa?”“Kataku.”“Dan itu nggak bener.”Bulan mengerucutkan bibir. “Mas, Mas Langit jangan marah ya. Please. Aku bakal jelasin semuanya. Aku ….”“Aku nggak marah, Bulan,” potong Langit.“Beneran?”Langit mengangguk. “Orang marah nggak mungkin bikinin kamu susu.”Bulan langsung nyengir. “Iya juga sih. Tapi … Aku tetep aja nggak enak. Kehadiran Kak Beni pasti mengusik Mas Langit, kan?”Langit mengangguk jujur.“Maaf,” ucap Bulan.“Aku benci ucapan dia yang merendahkan kamu. Kesel banget rasanya. Sampai aku harus mandi dulu biar otakku nggak m

  • Rembulan dalam Dekapan Langit   Kedatangan Beni

    Dengan laptop di atas meja lipat, Bulan duduk di atas karpet sambil menyandarkan punggungnya di dinding. Ahh tulang belakangnya memang sudah mulai rewel belakangan ini. Mungkin karena beban perutnya semakin berat. Apalagi setelah dia tahu kalau Bu Darti hari ini tidak datang, Bulan memutuskan untuk melakukan sendiri pekerjaan rumah tangga, jadilah punggungnya makin sakit.“Oke, mari kita nyalakan laptop. Istirahat sudah cukup,” gumam Bulan sendirian. Dia menyalakan laptop dua belas incinya, kemudian mengakses laman akademik kampus untuk mengurus cuti kuliah seperti yang Langit sarankan.“Oh, ternyata pakai surat pernyataan sama scan kartu mahasiswa juga. Oke, mari kita buat dulu,” gumam Bulan lagi.Lalu, baru saja dia hendak mulai menulis surat pernyataan, suara ketukan pintu depan terdengar dari ruang tengah tempatnya berada saat ini.“Mas Langit? Masa iya, udah pulang?” Gumam Bulan sembari bangkit dari duduknya kemudian melangkah menuju pintu.Seketika Bulan terperangah saat mendapa

  • Rembulan dalam Dekapan Langit   Anak Kos

    "Kak Sinta mau pergi?" tanya Laili Atika saat melihat seniornya di kos keluar kamar dengan baju rapi. "Iya, ada janji sama teman sebelum ke kampus," jawab Sinta. Dia yang katanya mau pergi, malah ikut duduk bersama Laili di teras kamar Bulan yang mulai berdebu karena ditinggal pemiliknya."Soal Bulan ... kemarin sore, aku udah telpon dia," kata Sinta."Terus, apa kata Bulan, Kak?" tanya Laili."“Perasaan aku kok nggak enak ya, Lai,” kata Sinta. “Bulan nggak menjelaskan apa pun soal laki-laki itu.”“Tapi, selama ini kita nggak pernah lihat Bulan punya pacar kan, Kak? Dia juga nggak pernah keliatan teleponan sama cowok. Apalagi pergi kencan. Itu cowok palingan ngaku-ngaku deh, Kak,” kata Laili.“Ngaku-ngaku gimana, maksud kamu, Lai?”“Ya kan sekarang musim penipuan, Kak. Mungkin orang tadi tahu kalau anak kos sini, namanya Bulan adalah anak orang kaya. Terus dia sok kenal biar kita percaya terus ujungnya nipu,” jelas Laili.“Iya sih. Bisa juga gitu.” Sinta mencoba setuju dengan pendapa

  • Rembulan dalam Dekapan Langit   Aku Kamu

    Informasi mengenai seorang lelaki bernama Handarbeni Utomo yang diberikan oleh Darti, jelas membuat Langit was-was soal Bulan. Selain khawatir, Langit juga jadi bertanya-tanya mengenai hubungan lelaki itu dengan Bulan sebenarnya.Sedikit ragu, Langit mengetuk kamar Bulan sambil memanggil, “Lan, boleh masuk?”“Iya, Mas. Masuk aja,” sahut Bulan dari dalam.Saat masuk, Langit mendapati sang istri sedang memegang ponsel.“Habis teleponan?” tanya Langit.“Iya, Mas. Tadi … Mbak Sinta telepon.”“Sinta?”“Itu temen kos. Nanyain kabar sama nanya kapan saya ke kosan. Soalnya barang-barang saya kan masih di sana. Terus, kuliah juga saya tinggal gitu aja,” kata Bulan. Ada guratan kesedihan yang Langit lihat saat Bulan menjelaskan mengenai kuliahnya.“Memangnya, rencanamu bagaimana soal kuliah?” Tanya Langit. Dia duduk di sebelah Bulan.Bulan terdiam sesaat sebelum kemudian menggeleng. “Nggak tau. Saya nggak berani berencana apa pun setelah semua yang terjadi.”“Boleh kasih saran?”Bulan menganggu

  • Rembulan dalam Dekapan Langit   Siapa Beni?

    Tidak, Bulan tidak bermaksud menolak mentah-mentah permintaan ciuman dari suaminya, tapi ini sudah tidak bisa ditahan. Bulan sudah tidak kuat lagi. Dia harus segera pergi ke kamar mandi sebelum semua kacau karena isi perutnya memberontak ingin keluar.“Kamu baik-baik aja?” tanya Langit. Dia pikir tadi dia ditolak Bulan, tapi setelah dia mendengar suara Bulan muntah, Langit sontak panik dan langsung menyusul Bulan ke kamar mandi.“Beneran keluar semua makanan sama susunya tadi,” kata Bulan. Dia menyeka dagu dan mulutnya sambil keluar dari kamar mandi.Langit yang melihat itu langsung meraih kotak tisu di atas kulkas. Dia lalu mengusap sekitar mulut Bulan.“Lain kali jangan buru-buru lagi makan sama minum susunya,” kata Langit sambil mas

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status