Share

02. Malam Pertama

Sebuah Apartemen besar yang dihiasi dengan beberapa fasilitas terlengkap, terlihat cukup mewah dengan kolam renang. Bisa di perkirakan bahwa Apartemen itu kira-kira mencapai dua lantai.

Terlihat sebuah mobil warna hitam pekat yang mendarat di depan apartemen itu, bahkan pengawal yang melihatnya langsung bergegas turun menuju mobil itu.

Tak lama, mata para pengawal melihat Richard dan Kirana menuruni mobil yang mereka bawa tadi.

"Selamat datang tuan dan nyonya besar!!" teriak mereka semua serempak, bahkan hal itu membuat Kirana kaget dengan teriakan mereka.

"Bawa barang-barang yang ada di mobil itu ke kamarku," ucap Richard dan berjalan ke atas.

Kirana agak mematung, dia belum pernah melihat Apartemen sebesar ini, bahkan di kotanya pun tak ada yang tinggal di Apartemen sebesar ini.

"Kamu ngapain? Gak masuk?" tanya Richard saat tahu bahwa Kirana tak mengikutinya dari belakang.

Kirana pun berlari kecil menuju Richard, tapi matanya tak lepas dari beberapa benda unik yang menarik matanya.

"Apartemen kamu besar juga," ucap Kirana yang masih sibuk melihat kesana-kemari.

"Biasa saja," jawab Richard tak peduli.

"Cih ... biasa matamu, dari lampunya aja, udah bisa di lihat kalau itu bukan merek di Indonesia."

"Yah tapi menurutku biasa-biasa aja, gak menarik sama sekali."

"Orang kaya benar-benar suka menghabiskan uang," batin Kirana.

Mereka berdua kini masuk ke dalam apartemen, dan lagi-lagi Kirana di buat takjub dengan isi Apartemen. Dia bahkan tak bisa menyangka ini Apartemen atau Museum, benda-benda langka terpampang jelas di depan matanya.

"Ini asli?" tanya Kirana sambil menujuk kearah salah satu lukisan.

"Menurutmu? Apa aku terlihat seperti orang yang suka kepalsuan?" Richard lagi-lagi memberikan jawaban yang membuat Kirana Jengkel.

Tak lama mereka pun sampai kedepan pintu kamar mereka.

"Kamarku?" tanya Kirana sambil melihat sekeliling, tapi tak melihat pintu kamar lain selain pintu kamar di depan mereka.

"Di depanmu ini apa? Tembok?" Richard menatap Kirana dengan malas, dia benar-benar tak menyangka memiliki istri kontrak yang agak lugu.

"T--unggu ... maksud kamu kita tidur bareng?" tanya Kirana dan di balas anggukan oleh Richard.

Richard langsung membuka pintu kamar itu dan mulai masuk kedalam, tapi langkahnya terhenti saat melihat Kirana yang tak mau masuk.

"Tenang saja, aku gak bakal ngapa-ngapain kamu." Richard melanjutkan jalannya.

"Bagaimana aku bisa percaya, semua laki-laki itu busuk dengan omongannya." Kirana masih berpegang teguh, dia tak ingin dirusak, walau pernikahan ini sebatas kontrak.

"Baiklah, jika itu mau mu, kamu bisa tidur di luar, aku gak keberatan tidur sendirian," ucap Richard dengan entengnya sembari berbaring di atas kasur.

"Masa cewek harus tidur di luar?"

"Yang nyuruh tidur di luar siapa? Kamu sendirikan yang gak mau tidur di dalam."

"Ta--tapikan gak gini juga."

"Terserah, mau masuk apa ngga, aku mau nutup pintu." Richard mengambil remote dan mengarahkannya ke pintu, supaya bisa tertutup otomatis.

"Aku bakal ganggu tidurmu Richard," ancam Kirana.

"Ganggunya gimana? Ini kamar kedap suara."

"Masa sih?"

"Gak percaya? Ok aku tunjukin."

Richard langsung menekan tombol remote, dan tak lama pintu pun tertutup dengan perlahan-lahan. Melihat itu, Kirana langsung mendorong pintu itu, tapi mustahil karena pintu itu tak bergerak mundur sedikit pun.

"Ok-ok kita tidur bareng!" teriak Kirana, dan bersamaan dengan terhentinya pintu saat hampir tertutup.

Richard tersenyum menang. Pintu pun perlahan terbuka sedikit, lalu dengan cepat Kirana masuk kedalam.

"Kau ... Richardo Elios, jangan harap bisa lolos dariku," ucap Kirana lalu berjalan menuju sofa.

"Kamu yakin mau tidur di tempat itu?"

"Untuk jaga-jaga, jangan sampai kamu berbuat yang tidak-tidak." Kirana pun mendaratkan pantatnya di sofa panjang.

"Ok, selamat menikmati tidur dengan satu gaya," ejek Richard menahan tawanya.

Kirana tak memperdulikannya, dia pun mulai mengambil bantal di tidur di sofa, Richard hanya bisa menahan tawa melihat tingkah absurd Kirana.

Sedangkan di kediaman Hernandos, terlihat beberapa kaca dan vas bahkan lukisan yang sudah terjatuh berserahkan di tanah.

"Brengsek! Richard brengsek! Dari mana dia tahu itu." Justin memukul meja berkali-kali dengan tatapan dan emosi yang sudah meluap.

"Sudah aku bilangkan, kita harus melenyapkan Richard saat masih kecil, kamu sendiri yang tak mau melakukan hal itu." Sandra menatap Justin dari jauh.

Justin pun membalikkan badannya dan kini berhadapan dengan Sandra. "Anak brengsek itu, bisa-bisanya dia ingin melepaskan diri dariku."

Sandra tersenyum licik, dia berjalan dengan pelan lalu meraba leher Justin   sambil meniupnya pelan, hingga membuat Justin sedikit sensitif.

"Karna itulah, kita harus melakukan sesuatu supaya anak itu tak menganggap remeh kita."

Justin membalas Sandra, dia meraba paha dan area sensitif Sandra, hingga membuat Sandra sedikit mendesah.

"Tenang saja sayang, dia akan bernasib tragis seperti ibunya, Amanda Elios."

Justin dan Sandra pun mulai saling membalas gerakan tangan, mereka sudah bergairah dari tadi, lalu tenggelam dalam dunia panas mereka dengan membalas ciuman satu sama lain dan berakhir di tempat tidur.

Jam menunjukan 00:00 yang berarti sudah tengah malam, tapi Richard tak tidur, dia masih memainkan komputernya dan membuat proyek baru.

Tapi matanya sesekali menatap kearah Kirana yang tengah tertidur pulas.

"Padahal tadi bilangnya ingin mengawasiku, tapi dia sendiri malah tidur," batin Richard.

Dia melanjutkan mengetik beberapa kata untuk proyek itu, dan akhirnya selesai sesuai perkiraannya.

"Dasar, apa semua wanita itu sama? Mereka hanya ingin di turuti." Richard berjalan pelan menuju kearah Kirana.

Tangan Richard mengusap pelan rambut kirana yang menutup area dahinya itu.

"Tenang saja, aku akan tepati janjiku padamu Kirana." Richard mengangkat tubuh Kirana dan membopongnya ke kasur lalu menidurkannya.

Richard berjalan menuju sofa untuk tidur, tapi langkahnya terhenti saat mendengar bunyi dering panggilan dari ponselnya.

"Siapa yang menelpon tengah malam begini?" batin Richard sambil berjalan menuju ponsel yang ada di atas meja kerjanya.

Nomor yang tak di kenal? Richard menatap nomor itu dengan teliti, dan tak lama mengangkat panggilan itu.

"Lama sekali kau mengangkatnya Richardo Elios."

Richard memicingkan matanya, orang yang menelfon dengannya memakai Voice Changer.

"Siapa kau?"

"Santai dulu, kamu seperti orang yang siap mengintogerasiku Richard."

"Brengsek! Aku tanya siapa kau!" teriak Richard dan membuat Kirana sedikit bergerak dan terganggu oleh suaranya.

"Sifatmu itu tak hilang dari dulu, ok baiklah aku maklumi."

"Apa maumu?"

"Tenang saja, aku hanya ingin bilang kalau aku akhir-akhir ini memimpikan mawar merah dengan gaun yang berdarah."

Mata Richard langsung membulat, jantungnya berdegup dengan cepat. Orang yang menelfonnya itu tau kejadian yang sebenarnya.

"Aku tanya sekali lagi, siapa kau?"

"Masih kasar seperti biasanya, tenang saja aku cuman ingin bilang itu saja. Akhir-akhir ini mimpi itu selalu mengganggu pikiranku."

"Kau--"

Telfon pun di putuskan sebelum Richard melanjutkan pembicaraannya, dia meremas ponsel dengan kuat dan dia benar-benar marah hingga matanya memerah.

"Dia ... dia tau siapa di balik pembunuhan ibuku."

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status