Share

Sosial Media

Penulis: Lala uniq
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-08 23:20:46

"Benar-benar keterlaluan si Andi itu, Pak. Bikin malu saja, untung Evita sudah cerai sama dia, amit-amit punya menantu tukang mabok," ujar Mamah. 

"Sudahlah, Mah. Yang penting sudah dibereskan."

 "Maksud Bapak, apa dibereskan, Pak? Kang Andi baik-baik saja, kan. Pak?" 

"Kamu pikir Bapak berbuat apa? Bapak masih punya moral, Vi. Bapak sudah memerintahkan Pak RT untuk urus mantan suamimu, bukan untuk membunuhnya, meskipun sebenarnya hal itu ingin sekali Bapak lakukan!" Bentak Bapak penuh emosi. 

Kejadian hari ini benar-benar membuat citra Kang Andi makin buruk di mata orang tuaku, sepertinya memang sudah tidak pantas lagi jika aku masih mengharapkannya. 

Aku pikir orang tua adalah tempat ternyaman untuk aku kembali tapi nyatanya sikap Mamah makin lama makin membuatku tak nyaman untuk tetap di rumah ini. 

"Punya anak ngga berguna, sekarang malah bikin susah orang tua, dosa apa aku ini," ujar Mamah yang kudengar ngedumel sendiri sambil melotot kearah anakku, seketika Aa berlari kearahku. 

"Nda, Aa atut. (Bunda Aa takut) "

Aa sampai berlari lalu bersembunyi di balik badanku. 

"Mah, apa yang Mamah lakukan, pada Aa?"

"Kamu pikir, memang apa? Hah! Kalau kamu tidak suka tinggal di sini, pergi saja sana, kamu ini tidak tahu diri, Vi. Ada Amir yang mau nerima kamu apa adanya, kamu malah sering menghindarinya, Mamah jadi merasa malu!"

"Jadi karena itu Mamah benci kami?"

"Bukan, bukan karena itu, Mamah benci wajah kamu!"

"Maksud Mamah apa?"

Bukan menjawab pertanyaanku Mamah malah berlalu pergi dengan menahan amarah, aku tidak tahu sejak kecil sikap Mamah memang tidak seperti ibu kandung kebanyakan, Mamah akan bersikap baik saat ada Bapak saja, padahal aku anak satu-satunya. 

Dua bulan semenjak kejadian itu ….

Aku mulai berani tampil di sosial media beberapa foto juga video kuposting di sana, tak disangka banyak sekali kaum Adam yang memuji kecantikanku. 

Terlihat dari kolom komentar yang membanjiri. 

[Cantik]

[Bidadari]

[Beutiful]

Masih banyak lagi komentar yang masuk, sampai-sampai ada juga yang bernada nakal. 

[Open BO? saya berani bayar tinggi]

[Cantik sich, tapi janda ya?]

Melihat komentar itu membuatku jengkel, ternyata notif pun jebol karena banyak sekali laki-laki yang meminta kenal lebih jauh denganku, sampai aku tertarik pada laki-laki dengan penampilan yang cukup menarik dia langsung saja mengirimiku  mesengger dengan ucapan. 

[Menikahlah denganku, aku akan jadi Ayah yang baik untuk anakmu]

Iseng aku scrool beranda facebooknya tidak banyak yang dia posting, tapi entah mengapa aku tertarik begitu saja. Saat itu aku memang sedang dalam keadaan galau, aku yang masih mencintai Kang Andi dan sedang berusaha menjauhi Amir karena tak ingin menyakitinya dan aku malah memilih lari kepada Andre laki-laki yang baru aku kenal dari sosial media. 

[Nona Evita boleh minta nomor w******p nya?]

Kuabaikan pesan mesengger itu. 

"Assalamualaikum…."

"Waalaikumsalam, eh nak, Amir mari masuk."

"Aa kemana, Mah?"

"Kamu nanyain Aa, apa ibunya?"

"Mamah ini bisa saja. Amir ada perlu sama Pak Marwan."

"Lha, ada perlu sama Evita juga tidak apa-apa, sebentar ya, Mamah panggil Evita dulu, kamu mau minum apa?"

"Air putih saja, Mah."

"Baik, tunggu sebentar ya."

Kudengar obrolan Mamah dengan Amir andai saja, Mamah bersikap sama kepada Kang Andi.  Sejak pertama aku mengenalkan Kang Andi Mamah sudah menunjukan sikap tidak sukanya, mungkin karena orang tua Kang Andi orang yang kurang mampu. Ah … lagi-lagi aku ingat dirinya. 

"Vi, Evita … "

"Iya, Mah. Ada apa?"

"Di depan ada Amir, kamu temani ngobrol ya?"

"Amir, kan. Ada perlu sama Bapak, Mah. Kenapa Evita yang Mamah panggil."

"Kamu ini!" ujar Mamah ketus sambil berlalu, aku pun kembali masuk ke dalam kamar, sungguh aku tak tega kalau harus menyakiti Amir aku menghindarinya karena tak ingin memberinya harapan palsu, karena jujur saja aku masih sangat sangat dan sangat mencintai Kang Andi. 

____

Esoknya… 

Aku duduk di teras rumah seraya memandangi tanaman, lalu iseng berjalan keluar gerbang. 

"Neng Evita, ke mana saja, baru kelihatan lagi?" Sapa Bi Esih tetangga depan rumah, baru juga aku mau menjawab tiba-tiba saja. 

"Sudah lama dia di sini Bi Esih, dia malu saja keluar rumah gara-gara kelakuan mantan suaminya," ucap Mamah dengan tiba-tiba. 

"Mamah!" Bentakku. 

"Kenapa? Emang itu kenyataannya."

Bi Esih nampak tak enak hati melihat mataku berkaca-kaca, aku pun segera masuk ke dalam rumah sedangkan Mamah terus mengajak Bi Esih berbincang, sepertinya Mamah terus membicarakanku, seperti sebelumnya. 

_____

"Punya anak doyan jajan, ibunya malah malas-malasan!" Sindir Mamah ketika masuk ke dalam rumah. 

"Mamah nyindir Evita? Apakah selama Evita di sini, Evita ada minta uang sama Mamah, perasaan Evita masih bisa mencukupi kebutuhan Aa dari hasil keringat Evita, meskipun tidak seperti dulu, Evita bukan malas-malasan, Mah. Kan Mamah sendiri yang kasih saran, biar Evita cari orang untuk urus usaha Evi, kenapa sekarang Mamah bicara begitu!"

"Duh, kamu ini baper amat sich, Vi!" ucap Mamah sekilas melirikku dan berlalu pergi. 

Apa iya, aku baper? 

Bukankah Mamah yang keterlaluan. 

Aku mulai merasa tidak nyaman, rasanya aku ingin pergi bukan hanya dari rumah ini tapi dari negara ini, mungkin dengan pergi jauh bisa melupakan segalanya. Tiba-tiba saja aku teringat mesengger dari Andre. Kukirimkan nomor WA ku. 

Tak lama Andre pun menghubungiku. 

[Bisa kita bertemu Nona cantik, kutunggu kau di caffe mawar, pukul 19:00]

Aku bingung, apakah aku akan menemuinya, atau aku membiarkannya saja, bagaimana kalau Andre cuma orang iseng, tapi entah mengapa sisi lainku berkata agar aku menemuinya segera mungkin. 

Aku membiarkan pesan itu, tanpa membalasnya, tapi hatiku malah semakin gelisah….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Asa Benita
Yg wanita jg sama aja, gampang bgt kegaet laki2 asing
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   SELESAI.

    "Teh Evita!""Iya, ini aku Dit? Apa kabar?" ucapku sambil mengulurkan tangan. "Kabar baik," Ia pun menatap Amir juga Bapak. "Oh, iya. Dit. Kenalkan ini suamiku, Amir dan ini Bapakku."Dita pun menangkupkan kedua tangannya, lalu mempersilahkan kami masuk. "Mari masuk, Teh. Pak … eh Aa apa kabar?""Kabar baik, Umi Dita, Aa kemari karena kangen sama Kinara, Aa yang paksa Bunda untuk datang kemari, di mana Kinara, Umi?""Kinara ada di dalam, mari masuk….""Ada siapa, Um?" tanya Kang Andi dari dalam. Bukan menjawab Dita malah agak salah tingkah, sepertinya dia memang terkejut dengan kehadiranku."Ayo mari masuk," Lagi-lagi Dita menawari kami untuk masuk ke dalam rumahnya. Baru juga kakiku melangkah tiba-tiba saja Kang Andi muncul dari balik pintu. Seketika mata kami beradu, Kang Andi terlihat lebih kaget melihatku, entah mengapa ada perasaan aneh yang kembali menjalar di hatiku. "Kang, apa kabar?" tanyaku berbasa-basi. "Ba-baik," Jawabnya, melihat Bapak ia pun segera mencium tangan Ba

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Bab. 53

    "Ya ampun, kamu mau apalagi, Mir? Apa kamu belum puas?"Amir tak menjawab pertanyaanku, tapi lagi-lagi dia mengulang ritual tadi, tapi kali ini di kamar mandi. Setelah ia kehabisan tenaga, aku pun segera membersihkan diri, kutinggalkan saja dia di kamar mandi, kalau tidak, kapan akan selesai. Saat aku hendak memakai baju, tiba-tiba ponsel Amir terus saja berdering, kulihat sebuah nama di layar ponselnya. 'Si Bawel'Siapa yang dia tulis Si Bawel, penasaran kuangkat dan kujawab saja. Belum juga aku berucap, dari sebrang terdengar suara perempuan. "Halloo, Mir. gimana jadi ngga? Jangan bilang batal cuma gara-gara istri kamu, ya. Kamu pernah bilang kamu bakal selalu utamain aku. Awas kalau kamu ingkar janji, hallo, halooo, Mir, kok kamu diam saja!""Ma-af, Amirnya sedang mandi.""Isshhh!" Seketika perempuan tadi mematikan ponselnya seperti marah. Kusimpan kembali ponsel Amir dan tak mau terlalu memikirkannya.Setelah Amir selesai mandi. "Sayang tadi ada yang telpon kamu, aku bilang

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Bab. 52

    "Apa maksud kamu, Amir?""Maaf, maaf kan, aku sayang, aku hanya sedang pusing." Ia mencoba meraih kedua tanganku dan kembali mencumbuiku. Namun, aku merasa hambar setelah mendengar ucapannya tadi. Segera kulepaskan kedua tangannya, lalu beranjak ke kasur untuk tidur. Laki-laki seperti apa yang aku nikahi, mengapa masih pengantin baru saja, sudah berucap yang membuatku sakit hati. Esoknya … pagi-pagi aku meminta izin kepada Amir, aku memutuskan untuk tinggal di rumah Bapak saja, sebenarnya untuk membeli rumah pun, aku mampu. Aku hanya ingin tahu saja, sejauh mana tanggung jawab Amir. "Mir, kita sudah pernah bicara, kan. Kalau aku tidak betah tinggal di sini, kita tinggal di rumah Bapak saja, kasian beliau cuma sendirian, seandainya Bapak menikah barulah nanti kita cari rumah baru.""Terserah kamu, saja, Vi. Tapi orangtuaku bilang, mereka akan membangun rumah untuk kita, di lahan sebelah sana." Amir menunjuk sebuah lahan kosong samping rumah orangtuanya."Ya, itu sich terserah, kan.

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Sifat Asli

    "Vi, maaf ya, buat kami tidak nyaman." ujar Mamah. "Tidak apa-apa, Mah.""Sebentar ya, Vi. Mamah mau nemuin yang punya hajat dulu, setelahnya kita pulang, eh ngga pulang juga, sich. Ya kita belanja dulu lah, ke Mall, atau perawatan dulu gitu ke salon." "Yasudah, Evita tunggu di sini, ya. Mah."Mamah pun berlalu pergi, Lagi-lagi aku terjebak di sekumpulan ibu-ibu. "Siapa itu? Cantik ya?" ujar seorang ibu yang menggunakan kebaya marun. "Itu, menantunya Bu Camat." Jawab ibu-ibu yang berada di sampingnya. "Oh, yang katanya janda itu?""Husss, jangan kenceng-kenceng nanti orangnya denger."Tak tahan aku pun menegur mereka, kali ini aku tidak boleh diam seenak hati mereka membicarakanku. "Kenapa, Bu? Ibu mekbucarakan saya? Iya saya memang menantunya Bu Camat dan saya memang janda, memangnya ada masalah apa ya?""Maaf, Neng … maaf, jangan diambil hati.""Saya tidak mengambil hati, saya cuma bertanya pada ibu-ibu semua, emang ada masalah apa dengan status saya? Toh pasangan saya saja me

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Pov. Evita 3

    Aku bersiap hendak berangkat arisan dengan Mamah Amir. "Yang, kamu sudah rapi?""Iya, aku titip Aa, ya," ucapku kepada Amir. Lalu aku pun pamit kepada Aa yang sedang main game di dalam kamar. "Aa, Bunda berangkat dulu ya, sama Enin. Baik-baik ya, sayang.""Iya, Bunda. Aa sudah janjian sama Papah mau ke rumah kakek, tapi Aa mau ajak Bibi ya, Bun.""Iya, sayang. Ajak saja," Ku kecup kening Aa lalu memeluknya. Aku pun segera turun ke bawah menemui Mamah. "Vi, kamu sudah siap? MasyaAllah menantu Mamah cantik banget, gadis-gadis juga kalah sama kamu, Vi.""Ah, Mamah. Bisa saja."Saat hendak berjalan keluar tiba-tiba saja Papah Amir memanggil. "Eh, kalian sudah mau pergi, apa tidak butuh supir?""Ngga perlu, lah, Pah. Biar Evita saja yang nyetir, iya, kan. Mah? " Mamah terserah kamu saja, Vi. Tapi lagi pula tidak begitu jauh, kok dari sini.""Memang Arisan di mana Mah?" tanya Papah Amir. "Itu, arisan di rumah Bu Broto.""Bu Broto yang rumahnya di Blok F?""Iya.""Oh, kirain Papah di

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Pov. Evita 2

    Pov Evita. Tak lama Amir mendorong perempuan tadi. "Kang Amir! Kok aku didorong."Amir seperti memberi kode pada perempuan itu, akan kehadiranku. Tapi perempuan itu tetap tidak mengerti kode dari Amir, dia terus saja nyerocos, berbicara tanpa jeda. "Kang, kenapa kamu ganti nomor? Aku mau menghubungi kamu benar-benar susah, kamu bilang mau balik lagi ke Jakarta, tahunya kamu malah betah tinggal di kampung! Aku kesepian, Kang."Kulihat tukang bubur pun nampak melirik kearahku, kubiarkan saja, adegan itu berlangsung, ingin tahu saja apa yang bisa Amir jelaskan padaku, entah mengapa tidak ada rasa cemburu dalam hatiku. Amir pun menghampiriku tanpa perduli pada perempuan yang masih nyerocos itu. "Vi, kenalin ini temanku Alesha, dia teman kerjaku di jakarta dulu."Aku melirik santai saja, kulihat Amir nampak gelagapan sendiri, mungkin tak enak hati dengan kejadian tadi. "Alesha! Kenalkan ini istriku, Evita," ujar Amir kepada perempuan itu, kulihat perempuan yang Amir panggil Alesha it

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Bisik Tetangga

    Wanita mana yang mau gagal dalam berumah tangga, karena statusku yang kini menikah sudah tiga kali tak ayal selalu menjadi gosip hangat para ibu-ibu. "Eh si Amir itu nikah sama anak Pak Kades yang janda itu ya?""Iya, kabarnya udah janda dua kali, mana punya anak lagi.""Ih, sayang amat ya, masa anak bujang nikah sama janda beranak.""Tapi meski janda si Evita cantik loh, dan katanya kaya juga karena dapet warisan atau apalah gitu, dari lakinya.""Ah bukannya lakinya miskin?""Iya, laki pertamanya miskin, kan suami keduanya kaya, orang luar negri kabarnya."Begitulah percakapan ibu-ibu yang kudengar ketika aku melintas dekat rumah Mamah Amir. Karena merasa tak nyaman aku pun tak mau lagi tinggal di rumah Mamah Amir, bukan karena keluarganya tetapi lebih karena lingkungannya. "Yang, kita tinggal di rumah Bapakku saja, ya, karena kasian Bapak kesepian.""Aku sich terserah kamu saja, di mana nyamannya. Sebenarnya aku juga sudah siapin rumah buat kita.""Rumah?""Iya.""Tapi aku juga pu

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Pengakuan Mesya.

    "Bangun, Mah … bangun….""Sudah, sudah, sebaiknya kita bawa ke rumah sakit," ucap Abah yang di iya, kan. Oleh semuanya. Sesampainya di rumah sakit, Bu Marlina langsung di bawa ke UGD. Kulihat Mesya terus saja menangis. "Pah, maafkan Mesya …." "Sudahlah jangan bahas itu lagi, yang penting sekarang kesehatan Mamahmu."Lalu paman Aryo, pun mendekatiku. "Maafkan paman, sudah membuat wajahmu babak belur, sebaiknya sekalian kamu berobat."Aku bahkan tak ingat rasa sakitku. Namun, Dita menghampiriku. "Wajahmu memar, Kang. Sebaiknya ayo kamu sekalian saja diobati."Tanpa menunggu jawabanku Dita menarik tanganku lalu mencari Dokter umum. "Aku tidak apa-apa, kok.""Tidak apa-apa gimana, orang wajah Akang memar. " Terimakasih yah, kamu sudah percaya pada Akang."Dita hanya mengulas senyum. Aku lega akhirnya masalah ini selesai meskipun kami masih menunggu keadaan Bu Marlina, semoga saja beliau baik-baik saja. _______Malamnya Abah dan Emak memilih menginap di rumah kami, sedangkan Mesya

  • Rumah Tangga Hancur Karena Komunitas Grup   Pengakuan Mesya.

    Cuaca Bandung yang dingin tak menyurutkan amarah Papah Mesya yang terlihat begitu panas, aku tahu orangtua mana yang tak sakit hati bila mendengar anak tersayang dilecehkan, tapi sungguh hal itu tak pernah kulakukan. Sungguh ironis sebenarnya aku lebih kasihan pada orangtua Mesya, apakah mereka tidak akan malu jika tahu kelakuan anaknya. "Baiklah akan kulaporkan masalah ini pada polisi, aku akan meminta seorang pengacara untuk menjebloskanmu ke penjara.""Baik, silahkan saja, Paman.""Kamu menantang?""Tidak, aku tidak takut, karena aku tidak salah.""Awas saja kau, tak akan kulepaskan!" Ancam nya. Nampak Papah Mesya sedang menghubungi seseorang. "Apakah tidak ada jalan lain?" tanya Abah. "Biar saja, Bah. Aku yakin karena aku tidak bersalah, kita lihat saja hasilnya nanti," ujarku sambil menatap Mesya, Lagi-lagi dia merasa tak nyaman."Pah! Papah!""Ada apa sayang, sebentar Papah hubungi pengacara dahulu.""Tidak usah, Pah. Tolong jangan laporkan masalah ini ke polisi, Mesya malu,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status