“Kamu belum terus terang ke Haniyah Kan?” Elkan dan Raisa menoleh bersamaan ke sumber suara, Raisa.
“Belum Mbak, aku bingung mau cerita darimana.” Haniya memandang kakak beradik itu bergantian. “Cerita apa?” tanyanya penasaran. “Boleh Mbak yang cerita?” Elkan mengangguk mempersilahkan, kemudian Raisa memilih duduk di samping kanan Haniyah dan Ibu duduk di samping kirinya. “Kamu tahu tentang keluarga Prasetya Han?” Haniya menggeleng pelan, dia memang tidak tahu apapun tentang keluarga itu. Selama ini hidupnya hanya berkutat antara kampus dan keluarga Wiryawan. “Harly Ahmad Prasetya, seorang pengusaha yang punya banyak bisnis di masa mudanya. Meninggal dalam kecelakaan saat ketiga putranya masih duduk dibangku SD. Salah satu putranya itu adalah Elkan.” Haniyah menatap Elkan, jadi dia anak seorang pengusaha? Bukan orang biasa? “Papa meninggalkan bisnis untuk ketiga putranya sebelum Beliau meninggal.” Raisa menjeda ucapannya sesaat. “Ada tiga jenis usaha. Satu bisnis perhotelan yang saat ini dihandle Mas Satriya, kedua ada bisnis retail yang dikelola Arifin. Dan yang terakhir, ada bisnis F&B yang nantinya akan dikelola oleh Elkan.” Haniyah memejamkan matanya mencoba mencerna setiap kalimat Raisa. “Untuk saat ini calon suami kamu itu belum bersedia terjun langsung kesana karena masih ingin belajar, karena itu dia terdaftar sebagai karyawan di kantor Arifin, sementara untuk bisnis F&B yang saat ini sudah berjalan, dikelola oleh orang kepercayaan almarhum Papa.” Haniyah melihat Elkan menunduk sambil memutar-mutar ponsel di tangannya. “Elkan memilih bekerja sebagai karyawan biasa di kantor Arifin untuk belajar, tapi sesekali juga dia akan ke restoran atau ke kantor pusat untuk melihat langsung pekerjaan yang akan dia ambil alih nanti.” “Selain aset usaha, Papa juga mewariskan sebidang tanah untuk Elkan, insyaa Allah nanti kalian akan tinggal disana, saat ini masih dalam tahap pembangunan.” Haniyah mendelik. “Untuk mobil, memang dia beli dari hasil kerjanya selama tiga tahun terakhir ditambah dengan tabungannya selama sekolah. Tadinya kami berencana membelikan dia mobil, tapi dia keberatan, sudah kadung nyaman dengan motor. Ternyata setelah mempersiapkan rencana pernikahan kalian, dia malah beli mobil sendiri, Mbak rasa itu biar kamu lebih nyaman jalan dengan dia.” Haniyah melipat kedua bibirnya ke dalam, sedikit salah tingkah dia mendengar ucapan Raisa yang terakhir. Tapi kemudian, dia mulai overthinking. “Jadi, dia bukan karyawan biasa? Dia juga seorang pewaris kerajaan bisnis?” Raisa mengangguk pelan. “Lalu kenapa kalian menjodohkan aku dengan dia? Dia butuh seorang perempuan yang lebih dewasa, lebih modis, lebih menjual untuk mendampingi dia. Aku kan cuma…” “Kita dijodohkan untuk jadi suami istri, bukan untuk jadi rekan bisnis. Aku bukan Aryo yang akan memamerkan pasanganku di hadapan orang banyak dan meminta pujian dari mereka. Aku tidak seperti itu.” Elkan memotong ucapan Haniyah nada suaranya terdengar kesal. “Lagipula, perempuan-perempuan yang kamu maksud itu mungkin akan menerima lamaranku karena harta yang aku warisi, bukan karena aku.” Haniyah menghela nafas sedikit berat. “Ada satu hal lagi yang harus kamu tahu Haniyah.” Raisa kemudian menceritakan sebuah rahasia masa lalu Elkan yang membuat Haniya tidak bisa memalingkan tatapannya dari Elkan. Laki-laki yang terlihat kuat itu, ternyata punya luka masa lalu yang tidak lebih buruk dari Haniya sendiri. * Sementara Haniya dan ibunya mengetahui kenyataan tentang siapa Elkan sebenarnya dari Raisa, Calista justru mendengar kenyataan itu dari Mommy. Saat pulang ke rumah, dia kaget mendapati Mommy yang kelihatan sedang marah di dalam kamar. Saat Calista mendekat dan bertanya, mengalirlah cerita tentang siapa Elkan sebenarnya dari Elvina. Kali ini, yang berwajah kesal bukan hanya Elvina, Calista sendiri juga merasa kesal karena ternyata telah melepaskan tambang berlian yang ada di depan mata. “Mommy tahu dari mana kalau dia putra ketiga keluarga Prasetya?” “Dari orang suruhan Mommy. Mommy curiga dia bukan orang biasa saat kemarin bertemu dengan salah seorang influencer yang mengaku kakak ipar Elkan, namanya Mega. Suaminya seorang pengusaha retail besar Calista, jadi Mommy minta orang suruhan Mommy untuk melacak siapa Elkan.” “Dan ternyata dia adalah salah seorang pewaris kerajaan bisnis milik keluarga Prasetya?” Elvina mengangguki pertanyaan Calista. Calista berdecak sebal, kalau dia tahu siapa Elkan sejak awal sudah bisa dipastikan dia tidak akan menolak Elkan. Aryo memang kaya, dia pengusaha dan calon CEO di perusahaan tekstil milik ayahnya, tapi dibandingkan dengan kerajaan bisnis milik keluarga Prasetya tentu itu tidak ada apa-apanya. Apalagi melihat Haniyah mendapat banyak perhatian dari Elkan, kini makin membuatnya iri pada Haniyah yang menurutnya tidak pantas mendapat perlakuan istimewa. “Nasi sudah jadi bubur, sekarang saatnya menjadikan bubur itu jadi lebih istimewa dengan banyak topping menggiurkan di atasnya.” Entah apa maksud kalimat Calista itu, tapi dari sorot matanya terlihat sekali kalau dia sedang berpikir licik. * Seminggu sebelum pernikahan, Pertemuan Elkan dan Haniyah mulai dibatasi. Tadinya Haniyah pikir keluarganya sedang memberikannya waktu untuk mempersiapkan diri menjadi pengantin. Sayangnya ternyata hal itu tidak benar. “Jangan malas-malasan kamu Haniyah, lihat tuh gudang belakang kotor, bersihin sana!” Elvina berteriak di depan pintu kamar Haniyah. “Tapi Tante…” kalimat Haniya terpotong. “Gak ada tapi-tapi, kerjain sana! Sebentar lagi kamu gak tinggal disini kan? Jangan mau seenaknya saja kamu tinggal disini.” Mau tak mau Haniya akhirnya melangkahkan kakinya ke gudang belakang. Saat baru membuka pintu, Haniyah didorong dari belakang hingga terjerembab masuk ke gudang. Dan pintu gudang itu kemudian dikunci dari luar. Haniyah yang menyadari dirinya terkunci segera menggedor pintu gudang. “Tante! Tolong buka Tan! Tante!” Haniya berteriak sambil memukul-mukul daun pintu yang tertutup rapat. “Bersihkan semua, setelah itu baru aku buka!” Haniyah mengendurkan pukulannya saat mendengar suara Elvina dari depan. “Kalau gudang itu belum bersih, kamu tidak akan pernah keluar dari gudang itu!” Haniyah menghela nafas berat. Tidak ada cara lain, dia hanya bisa mengikuti perintah Elvina saat itu. Dengan langkah gontai kakinya melangkah dan tangannya mulai memilah-milah barang yang layak pakai dan tidak di gudang itu, hanya dengan penerangan seadanya. Sambil terus merapikan isi gudang, Haniyah berharap semoga Elvina tidak melakukan hal buruk pada ibunya di luar sana. Beberapa waktu berlalu, rasanya Haniyah sudah mulai lelah. Dilihatnya sekeliling gudang itu dan semua sudah terlihat lebih rapi dari sebelumnya. Haniyah melangkah ke pintu depan dan mulai memukul-mukul daun pintu sekali lagi. “Tante! Tolong dibuka pintunya, aku sudah selesai Tan!” Hening, tak ada jawaban apa pun dari luar sana. “Tan! Tante!” Haniyah menggedor pintu lebih kencang dengan sisa tenaga yang dia punya sambil berteriak memanggil Elvina, berharap pintunya segera terbuka. “Tante!” hingga berkali-kali berteriak dan menggedor pintu akhirnya pintu itu terbuka. Bukan Elvina yang membuka pintu, tapi Mbok Minah, itu pun dia datang dengan wajah kusut dan penuh kekhawatiran. “Non Haniya, Ibu Non…” Haniyah segera berlari ke kamar saat mendengar kalimat terbata dari Mbok Minah. ‘Ibu… Ibu kenapa?’ Semakin mendekat ke kamar, langkahnya semakin cepat, namun saat sampai di depan pintu, pintu kamar ibu tidak bisa dibuka. “Bu!” Haniyah berteriak dan berusaha membuka pintu itu dengan paksa, hingga akhirnya. ‘Brak!’ “Ibu!” ***Tidak lama setelah akad nikah diucapkan, Haniyah keluar bersama dengan ibunya. Elkan mematung memandang Haniyah dengan balutan kebaya putih yang dia kenakan. Bukan kebaya baru. Haniyah mengenakan kebaya milik ibunya semasa muda. Tapi meski begitu, haniyah begitu tampak cantik dan mempesona.Elkan tidak berhenti menatapnya.Saatnya keduanya berhadapan, petugas KUA meminta keduanya duduk berdampingan untuk menandatangani berkas-berkas pernikahan. Setelah itu Elkan menyematkan cincin emas di jari manis Haniyah. Haniyah menerimanya, lalu mencium punggung tangan Elkan dan Elkan menyambut dengan mencium kening Haniyah.Prosesi akad nikah selesai. Semua yang hadir menikmati hidangan yang sudah disiapkan oleh Haniyah, dibantu Ibu dan Mbok Minah.Setelah petugas KUA pulang, tinggallah keluarga Haniyah dan Elkan di dalam ruangan itu.“Baik, karena acaranya sudah selesai, maka saya akan mulai melakukan tugas saya sebagai pengacara keluarga ini.” Danu dan Elvina saling pandang. Mereka tidak tahu
“Kamu gimana sih? Kenapa ngelakuin sesuatu tanpa rundingan dulu sama Mommy?” Elvina kesal mendengar Cerita dari Calista.“Kamu juga Mas, bisa-bisanya kamu ngelakuin hal kayak gitu di rumah ini, pake ketahuan sama Elkan lagi!” Kali ini amarahnya tertuju pada Danu.“Kamu tahu kan kalau aku ngincar Humairah sudah lama? Dia akan keluar dari rumah ini sebentar lagi, ini kesempatan buat aku dapatin dia.” Kilah Danu.“Kalau terjadi sesuatu dengan dia, Haniyah bisa membuat kita kehilangan semua harta ini Mas. Mas tahu kan kalau harta ini bisa kita pakai karena dia masih hidup.” Danu menggeram.“Nanti kalau semua harta ini sudah pindah ke tangan kita, kamu bisa ngelakuin apapun sama mereka, sekarang jangan macam-macam Mas.” Teriakan Elvina menggema dalam ruangan tertutup milik keluarga Wiryawan.*Sementara itu, Haniyah sedang merawat ibunya di dalam kamar.Humairah sudah cukup lama sakit, tidak hanya fisik tapi juga mentalnya. Bukan pertama kali Danu berusaha melecehkan Humairah di rumah itu,
Sementara Haniyah sedang sibuk di gudang, Calista malah sedang membongkar isi lemari Haniyah. Dia mengambil selembar baju dan hijab yang sering dipakai Haniyah, lalu tanpa membereskannya kembali dia keluar dengan memakai pakaian Haniyah melekat di badannya.“Cih, apa bagusnya pakaian ini? Kalau bukan karena rencanaku, aku gak akan mau memakai baju murahan seperti ini.” Calista mengumpat saat pakaian Haniyah terpasang di badannya.*Di Tempat lain, Elkan sedang menatap ponselnya. Sebuah video baru masuk ke ponselnya, Elkan menggeram, meskipun tidak terlihat wajahnya tapi dari belakang terlihat kalau perempuan yang bergelayut manja di lengan pria itu adalah Haniyah.Tangan Elkan mengepal, apalagi saat melihat video lain yang masuk dan menunjukkan kalau dua orang dalam video itu masuk ke dalam hotel. Elkan mengenali hotel itu, segera diambilnya kunci mobil dan melaju ke hotel yang letaknya ditengah kota itu.Mobil Elkan membelah jalanan Jakarta, sedikit menyesal dia karena hari ini tidak
“Kamu belum terus terang ke Haniyah Kan?” Elkan dan Raisa menoleh bersamaan ke sumber suara, Raisa.“Belum Mbak, aku bingung mau cerita darimana.” Haniya memandang kakak beradik itu bergantian.“Cerita apa?” tanyanya penasaran.“Boleh Mbak yang cerita?” Elkan mengangguk mempersilahkan, kemudian Raisa memilih duduk di samping kanan Haniyah dan Ibu duduk di samping kirinya.“Kamu tahu tentang keluarga Prasetya Han?” Haniya menggeleng pelan, dia memang tidak tahu apapun tentang keluarga itu. Selama ini hidupnya hanya berkutat antara kampus dan keluarga Wiryawan.“Harly Ahmad Prasetya, seorang pengusaha yang punya banyak bisnis di masa mudanya. Meninggal dalam kecelakaan saat ketiga putranya masih duduk dibangku SD. Salah satu putranya itu adalah Elkan.” Haniyah menatap Elkan, jadi dia anak seorang pengusaha? Bukan orang biasa?“Papa meninggalkan bisnis untuk ketiga putranya sebelum Beliau meninggal.” Raisa menjeda ucapannya sesaat.“Ada tiga jenis usaha. Satu bisnis perhotelan yang saat
“Haniyah!” Haniyah yang sedang berjalan berdampingan dengan sahabatnya, Kamila menoleh ke sumber suara.Kamila berdecak kagum melihat sosok laki-laki tampan berdiri di hadapannya. Sementara Haniyah mengerjap tidak percaya melihat lelaki yang sebentar lagi menjadi suaminya itu tiba-tiba ada di area kampus.“Ngapain di sini?” Tanya Haniyah sedikit berbisik.“Mau jemput calon istri?” Sebelas alis Haniyah terangkat.Tiba-tiba sekali Elkan datang ke kampus menjemputnya, belum lagi apa tadi dia bilang? Calon istri? Wah, sebuah kemajuan sekali mendengar Elkan menyebut kata-kata itu.“Apaan sih?” Keluh Haniyah.“Calon istri? Ini calon kamu Han?” Pada akhirnya Kamila penasaran pada interaksi keduanya.Haniyah hanya tersenyum canggung. Sementara Elkan justru tersenyum lebar dan memperkenalkan diri pada Kamila.“Saya Elkan, tunangan Haniyah.” Kamila bersorak gembira mendengar kalimat Elkan. Tanpa disadarinya dia melompat lalu memeluk Haniyah.“Kok gak bilang sih kalau sudah tunangan?” Haniyah me
“Kalau aku menerima lamaranmu, kita akan menikah tanpa cinta Elkan.” Keduanya saling tatap untuk beberapa lama. “Entah suatu saat nanti akan ada cinta diantara kita atau malah salah satu dari kita akan menaruh hati pada orang lain.” Elkan mendekati Haniyah.Keduanya saling bersitatap, saling mencari jawaban dari mata lawan bicara mereka. Saling mencari ragu dari sudut pandang masing-masing.“Aku tidak berniat mempermainkan pernikahan Haniyah.” Elkan mengucapkan kalimat itu dengan pandangan serius menatap Haniyah, hingga akhirnya Haniyah memutus kontak mata mereka dan menghela nafasnya berat.“Ayo masuk.” Ajaknya.“Kamu sudah punya jawabannya?” Haniyah mengangguk. “Apa?” Elkan nampak penasaran.“Nanti di dalam aku jawab.”“Di sini dulu kenapa sih? Biar aku bisa siapkan diri untuk merespon jawaban kamu nanti.” Haniyah yang tadinya sudah berjalan ke arah pintu memutar badannya melihat Elkan sambil menyipitkan pandangannya.“Kamu berharap aku jawab apa?” tanyanya kemudian.“Diterima.” Jaw
Malam itu Haniyah tidak bisa tidur dengan nyenyak. Berulang kali memejamkan mata tapi dia tidak kunjung bisa tidur. Kalimat Aryo dan Elkan bergantian bermain di kepalanya, membuatnya merasa seperti dipermaikan keadaan.Esok harinya.Seperti biasa, Haniyah membersihkan rumah besar keluarga Wiryawan sejak subuh hari sebelum berangkat ke kampus. Meskipun dia adalah putri kandung di rumah itu, namun dia tidak diperlakukan selayaknya putri, dia lebih diperlakukan sebagai pembantu.Seandainya bisa kabur, dia akan dengan senang hati meninggalkan rumah yang semakin lama semakin terasa seperti neraka itu. Hampir tiap hari dia akan mendengar ucapan kasar untuknya dan ibunya, dan tidak jarang juga dia akan merasakan tamparan atau pukulan di salah satu anggota tubuhnya ketika dia melanggar aturan yang dibuat ibu tiri dan omnya.Kalaulah tidak terikat dengan surat wasiat kakek dan ayahnya, dia akan memilih hidup di jalan dibanding menjadi upik abu di istananya sendiri.“Keluar Han, itu ada Elkan
“Bagaimana kalau kita bertukar pasangan saja?” Sontak Haniyah menatap tajam pada Aryo. Orang tua laki-laki itu semalam melamarnya untuk menikah dengan putra mereka, dan sekarang dia meminta untuk bertukar pasangan.“Apa maksudmu?” tanya Haniyah yang sedari tadi diam menonton perdebatan yang terjadi.“Sejujurnya kalau tahu orang tuaku melamarmu, aku tidak akan setuju.” Haniyah kembali menatap Aryo. “Calista jauh lebih menarik dibanding kamu Haniyah,” Aryo melihat Haniyah dengan sorot mata meremehkan. “Bayangkan kalau aku menghadiri undangan dari relasi bisnisku dan harus mengajak kamu yang berpenampilan…” Aryo tidak melanjutkan ucapannya, ekspresinya sudah menunjukkan kalau dia tidak suka dengan penampilan Haniyah yang berhijab.Haniyah berdecak kasar. Sudah cukup kesal dia sejak tadi menonton penolakan Calista atas lamaran Elkan, sementara Elkan bersikukuh ingin tetap melanjutkan rencana pernikahan yang sudah diatur keluarganya.“Jadi maksudmu, kamu menolak pernikahan ini karena Cali