Home / Romansa / SANG PEWARIS / SIAPA ELKAN?

Share

SIAPA ELKAN?

Author: UmiLily
last update Huling Na-update: 2025-03-09 15:50:48

“Haniyah!” Haniyah yang sedang berjalan berdampingan dengan sahabatnya, Kamila menoleh ke sumber suara.

Kamila berdecak kagum melihat sosok laki-laki tampan berdiri di hadapannya. Sementara Haniyah mengerjap tidak percaya melihat lelaki yang sebentar lagi menjadi suaminya itu tiba-tiba ada di area kampus.

“Ngapain di sini?” Tanya Haniyah sedikit berbisik.

“Mau jemput calon istri?” Sebelas alis Haniyah terangkat.

Tiba-tiba sekali Elkan datang ke kampus menjemputnya, belum lagi apa tadi dia bilang? Calon istri? Wah, sebuah kemajuan sekali mendengar Elkan menyebut kata-kata itu.

“Apaan sih?” Keluh Haniyah.

“Calon istri? Ini calon kamu Han?” Pada akhirnya Kamila penasaran pada interaksi keduanya.

Haniyah hanya tersenyum canggung. Sementara Elkan justru tersenyum lebar dan memperkenalkan diri pada Kamila.

“Saya Elkan, tunangan Haniyah.” Kamila bersorak gembira mendengar kalimat Elkan. Tanpa disadarinya dia melompat lalu memeluk Haniyah.

“Kok gak bilang sih kalau sudah tunangan?” Haniyah menutup wajahnya sedikit malu, sayangnya adegan itu justru membuat cincin di jari manisnya malah jadi tekspos. 

“Aaaah, cincinnya cantik banget Han.” Kamila kembali memeluk Haniyah. “Congrats ya, i’m happy for you dear.”

Kamila dengan tulus mengucapkan selamat pada Haniyah. Dia adalah saksi hidup bagaimana malangnya nasib Haniyah di rumah orang tuanya sendiri. Maka itu saat mendengar Haniyah sudah bertunangan dan akan menikah dia jadi orang paling bahagia.

Ketiganya berjalan ke arah parkiran, saat Kamila mengarah ke parkiran motor Elkan malah mengajak Haniyah ke arah parkiran mobil.

Kamila hanya mengangguk mengizinkan Haniyah pergi mengikuti langkah Elkan. Ada rasa tenang di hatinya, dia melihat kesungguhan di mata Elkan untuk Haniyah.

Saat sampai di parkiran, Haniyah dibuat kaget bukan kepalang. Elkan membawa sebuah mobil dengan plat baru untuk menjemput Haniyah.

Haniyah tidak lekas naik saat melihat Elkan membukakan pintu depan, dia hanya mematung tak percaya.

“Ayo naik calon istri, panas nih.” Untuk kedua kalinya Elkan mengucapkan kalimat sakral itu membuat wajah Haniyah memerah karena malu.

Mau tak mau akhirnya dia naik ke mobil dan duduk disamping Elkan yang akan mengemudi.

Pemandangan itu tidak luput dari pandangan Calista yang kuliah di kampus yang sama dengannya. Keningnya mengernyit melihat Elkan mengemudikan mobil ke kampus dan menjemput Haniyah. Tangannya berlipat di depan dada, menahan rasa penasaran di dadanya.

Ada rasa iri yang hadir saat itu melihat dua calon pengantin itu terlihat lengket sementara Aryo justru jarang sekali menunjukkan perhatian padanya.

Tapi selain rasa iri yang lebih penting bercokol dalam kepalanya adalah pertanyaan ‘bagaimana Elkan bisa menjemput Haniyah dengan mobil mewah? Mobil siapa?’

“Jangan-jangan tu orang sengaja pinjam mobil kantor atau mobil temannya buat gaya-gayaan pas jemput Haniyah.” Calista terkekeh dengan kalimatnya sendiri, lalu tidak lama tawanya pecah.

*

Rasa heran yang sama sebenarnya juga dirasakan Haniyah saat duduk di samping Elkan di dalam mobil. Dia tidak pernah melihat Elkan membawa mobil sebelumnya. Selama ini yang dia tahu, Elkan menggunakan motor bebek keluaran lama.

“Kan…” Elkan yang sedang fokus di kursi pengemudi berdehem menjawab panggilan Haniyah. “Ini mobil siapa?” tanya Haniya setelah cukup lama dalam rasa penasaran.

“Mobilku.” Jawaban singkat itu membuat Haniya tersedak salivanya sendiri.

“Uhuk!” 

“Kenapa? Kamu gak apa-apa?” tanya Elkan ikut kaget melihat reaksi Haniya, Haniya menggeleng.

“Kamu lagi bercanda kan?” Elkan mengernyit. “Ini beneran mobil kamu? Kok bisa?”

“Kenapa gak bisa?” Haniyah ragu menjawab, tapi rasa penasaran memenuhi kepalanya.

“Hm… maaf ya. Kamu kan cuma karyawan biasa, selama ini naik motor bebek keluaran lama, tapi kok bisa punya mobil? Ini juga bukan mobil murah loh, lumayan mahal ini harganya.” Elkan tersenyum tipis lalu mengangguk pelan.

“Gimana kalau kita ke rumah dulu, nanti aku ceritakan di sana.” Haniyah melirik.

“Ke rumah kamu?” Elkan menggeleng.

“Ke rumah Mas Satriya, Mbak Raisa bilang dia pengen ketemu kamu di rumah.” Jelas Elkan.

“Tapi aku belum bilang Ibu kalau mau mampir.” Haniya mencoba menolak, namun Elkan mempunyai jawaban dari penolakan Haniyah.

“Sebelum jemput kamu, aku sudah sempetin jemput Ibu, Ibu sekarang ada di rumah Mas Satriya.” Haniyah mendelik. “Nanti aku antar kalian pulang sekalian.”

“Ibu di rumah Mas Satriya? Ibu boleh dibawa pergi tadi? Kok bisa?” Haniya bertanya tanpa jeda.

Sedikit bingung dia karena selama ini Ibunya tidak boleh meninggalkan rumah keluarga Wiryawan apalagi dengan orang yang mereka tidak kenal baik. Tapi bagaimana bisa sekarang Ibu keluar bersama Elkan.

“Tante Elvina bilang silahkan kalau mau dibawa, asal harus pulang tepat waktu.” Kening Haniya mengkerut.

“Tumben diizinin.” Celetuk Haniya, sementara Elkan menggendikkan bahunya dan kembali fokus mengemudikan mobilnya ke rumah Satriya.

Haniyah tidak pernah menceritakan secara detail apa yang dialaminya dirumah keluarga Wiryawan. Hanya sesekali dia bercerita kalau peraturan di rumah itu sangat ketat.

*

Elkan menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang terbilang besar dan luas. Sedikit lebih luas bahkan dari kediaman Wiryawan. Saat keluar dari mobil, Haniyah sempat mematung di dekat pintu mobil, tidak percaya kalau rumah yang didatanginya adalah rumah milik Satriya, Kakak pertama Elkan.

“Ini kita gak salah rumah?” Bisiknya membuat Elkan terkekeh kecil.

“Gak, ini beneran rumah Mas Satriya, yuk masuk. Ibu sama Mbak Raisa sudah menunggu.” Haniya menutup pintu mobil, lalu berjalan pelan mengikuti langkah Elkan.

Sampai di depan pintu, suara seorang anak perempuan meneriakkan namanya terdengar.

“Kak Haniyaaaaaaah.” Itu suara Rumi yang pernah ditolong Haniyah. Tiba-tiba saja gadis berusia sembilan tahun itu berlari seperti anak kecil menghampiri Haniya dengan senyum merekah di wajahnya.

“Hai Rumi,” Haniyah mengusap rambut Rumi setelah Rumi mencium punggung tangannya.

“Ayo masuk Kak.” Rumi menarik tangan Haniyah sedikit kencang, hingga Haniyah hampir terjatuh, untung saja dia bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tidak benar-benar terjatuh.

“Rumi hati-hati dong, itu tantenya nanti jatuh loh.” celetuk Elkan.

“Kok Tante? Kakak dong.” Keluh Rumi.

“Kamu kan panggil Om ke Om Elkan, ini calon istri Om, jadi kamu panggilnya Tante bukan Kakak.” Wajah Haniyah tiba-tiba bersemu merah mendengar kata calon istri yang diucapkan Elkan.

Sementara itu Rumi hanya ber-ooo panjang mendengar ucapan Elkan sambil kembali menarik tangan Haniyah yang masih salah tingkah mendengar ucapan Elkan.

Ketiganya berhenti berjalan di depan pintu penghubung dapur dan ruang makan.

“Assalamu’alaikum.” Ucap Haniyah saat melihat Raisa dan ibunya sedang asik membuat kudapan di dapur.

Raisa lekas menyambutnya dan mengajaknya ikut bergabung, meninggalkan Elkan yang berdiri mematung di ambang pintu.

*

Setelah cukup lama bergabung dengan Ibu dan Raisa, Haniyah kembali ke ruang tengah menemui Elkan yang sedang duduk bersandar di atas sofa sambil memainkan ponselnya.

Haniyah datang dengan secangkir minuman hangat dan kue buatan Raisa dan Ibu yang sudah matang.

“Buatanmu?” Haniyah menggeleng.

“Itu buatan Ibu dan Mbak Raisa.” Elkan mengangguk pelan sementara Haniyah duduk di salah sisi sofa.

“Jadi, kapan mau cerita?” Elkan melirik sambil menyeruput teh untuknya.

“Cerita apa?” tanya Elkan berpura-pura tidak faham.

“Soal mobil itu?” Elkan menyamankan dirinya di sofa lalu menatap Haniyah yang tidak terlalu berjarak darinya, sebelum bicara Elkan menarik nafas pelan.

Ada ragu tersirat di wajahnya saat akan bicara.

Di hatinya sudah mulai muncul rasa untuk Haniyah, dia pun tahu Haniyah tidak suka dibohongi. Tapi sejak awal dia telah menyembunyikan tentang identitasnya sebenarnya.

‘Apa aku harus jujur Han?’

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SANG PEWARIS    KABUR

    Anandita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi setelah mobilnya dihentikan paksa oleh mobil sedan di hadapannya. Apalagi setelah melihat dua pria turun dari mobil. Tapi yang tidak diperkirakan sebelumnya adalah kehadiran seorang wanita diantara dua pria itu.“Keluar!” teriak pria yang berdiri di samping kanan mobil sambil mengetuk jendela kaca sedikit keras.Anandita menoleh perlahan, Ia tidak lekas keluar dari mobil. Untuk beberapa saat dia memperhatikan wanita yang mengenakan kacamata hitam besar dan syal yang setengah menutupi wajahnya. Wajahnya tidak asing, Anandita menaikkan sebelah alisnya menatap tajam pada wanita itu—Carol.Laki-laki itu kembali mengetuk dan memintanya keluar, “keluar!”Anandita tahu bukan dia target yang diinginkan, tapi sebisa mungkin dia membuat orang-orang diluar sana tetap menganggap dirinya adalah Haniyah–target utama mereka.Dengan gerakan lambat Anandita membuka sabuk pengaman dan meraih ponselnya. Ia mengirim lokasi terakhirnya pada seseorang dan m

  • SANG PEWARIS    REKAMAN CCTV

    Anandita menjemput Haniyah dan Elkan lalu mengantar keduanya pulang. Setelah itu, dia minta izin pada Elkan untuk mendatangi kantor keamanan untuk mengecek CCTV di jalan tempat kecelakaan terjadi. Tentu Elkan mengizinkannya.Sebelum Anandita pergi, Elkan lebih dulu menghubungi orang keamanan yang dia kenal untuk membantu Anandita nanti di sana. Setelahnya, Anandita berjalan dengan cepat menemui orang itu.“Ini CCTV saat kejadian Mbak,” ucap Roy–petugas keamanan yang dihubungi Elkan.Anandita meminta izin untuk duduk di depan komputer, matanya menelisik tajam gambar di depannya, sesekali dia memaju mundurkan video seolah sedang mencari sebuah celah. Mata wanita itu menyipit, lalu setelah itu kembali membulat dengan sebelah alis naik, satu sudut bibirnya tertarik.

  • SANG PEWARIS    KECELAKAAN

    TiiiinBruk!Suara benturan keras membuat Haniyah dan Elkan menoleh bersamaan pada sumber suara yang letaknya dekat sekali dengan mereka. Sebuah mobil sedan hitam menghantam pembatas jalan dengan kecepatan tinggi.Haniyah dan Elkan sempat mematung beberapa saat saking kagetnya, wajah mereka pucat, detak jantung berpacu tak karuan. Mereka baru saja nyaris menjadi korban—hanya beberapa langkah lagi, dan tabrakan itu bisa saja merenggut nyawa mereka.Namun yang membuat mereka makin terkejut, mobil yang menabrak pembatas itu tak berhenti. Alih-alih turun dan memeriksa kondisi sekitar, pengemudi langsung tancap gas, meninggalkan suara mesin meraung yang perlahan menghilang di kejauhan. Seolah tak terjadi apa-apa.Beber

  • SANG PEWARIS    MERAWAT ELKAN

    Mentari pagi mengalir lembut menembus tirai tipis ruang keluarga. Aroma kopi yang baru diseduh menyatu dengan wangi pancake yang baru saja matang. Di sudut sofa ruang keluarga, Elkan–dengan perban melingkar di pergelangan tangannya bersandar di sofa dengan manja."Istriku sayang... bisa ambilin remote nggak? Jauh banget dari sini," pintanya dengan suara dibuat setengah parau, meski remote itu hanya berjarak sejengkal dari kakinya.Haniyah yang baru meletakkan pancake diatas meja melirik sekilas dan menahan senyumnya. "Hubby, itu remotenya ada di samping kaki kamu.""Tapi tanganku kan... cidera," ucap Elkan sambil mengangkat tangan berbalut perban dengan gerakan dramatis. “Dokter bilang aku harus menghindari aktivitas berat." Haniyah akhirnya melangkah dan mengambilkan remot yang sebenarnya lebih dekat dengan kaki Elkan dibanding dengan Haniyah. “Ini,” ucap Haniyah sambil menyerahkan remote pada Elkan.“Terimakasih cantik,” balas Elkan sambil menerima remote tivi itu.“Pancakenya suda

  • SANG PEWARIS    MENJEMPUT ELKAN

    Dengan jantung yang berdebar kencang, Anandita membantu Haniyah bangkit dari kursinya. “Saya antar ke rumah sakit ya Mbak,” ucap Anandita kala melihat Haniyah pucat pasi setelah mendengar kabar Elkan kecelakaan tunggal saat akan menjemputnya.Blazer abu-abunya ia rapikan sekilas, seolah itu bisa menyamarkan gugup dan kekalutan yang mulai menyelinap.Agar lebih cepat sampai ke rumah sakit, Haniyah meminta diantar dengan motor, beruntung saat itu Anandita memang membawa motor maticnya berangkat ke kantor. Angin sore menghempas wajahnya sepanjang perjalanan, membuat matanya basah entah karena udara atau kecemasan. Kantor, jalanan, lampu lalu lintas—semuanya terasa seperti latar buram dalam film yang hanya fokus pada satu tujuan–rumah sakit tempat Elkan dirawat.Sesampainya di rumah sakit,

  • SANG PEWARIS    BAB 71

    Di balik sorotan cahaya ponsel, ada sorot mata Calista yang tak bisa menyembunyikan rasa puasnya. Hari ini, wajahnya terpampang di berbagai media sebagai bintang iklan perhiasan berlian ternama—dan pujian pun datang dari segala arah. Dari teman-teman lamanya yang dulu, dari kolega yang kini meliriknya dengan kagum, termasuk juga dari followernya yang makin bertambah.Hanya satu pujian yang belum dia dapatkan, dari kedua mertuanya.Di balik senyumnya yang elegan, pikirannya menari-nari cukup liar. Ia tahu betul bahwa ini lebih dari sekadar foto cantik atau sorotan iklan—ini adalah momen pembuktian sekaligus jalan pembuka. Ia mulai membayangkan dirinya melangkah mantap sebagai brand ambassador butik milik keluarga Aryo, bukan sekadar sebagai menantu yang diam di balik layar dan pandai menghabiskan harta.“Lihat, sebentar lagi Ayah dan Ibu Aryo pasti mulai melirikku untuk menjadi model mereka. Pelan tapi pasti… aku akan mengambil alih butik dan usaha konveksi milik mereka.” Calista bica

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status