Adzan subuh berkumandang, menyadarkan akan matahari akan segera menyapa waktu kami.
Kubangkitkan tubuh, mengumpulkan segenap tenaga dan kesadaran lalu beranjak ke kamar mandi, membersihkan diri dan menghamparkan sejadah, bersujud dan memohon pertolongan Allah, atas apa yang telah terjadi di dalam keluargaku. Seusai beribadah aku menuju dapur dan mulai menanjak nasi di magic com, kukeluarkan telur dan sosis dari kulkas untuk menyiapkan telur asam manis kesukaan Mas Ilham. Selesai dengan pekerjaan di dapur aku mengambil sapu dan memulai ritua bersih-bersih rumah sembari memanggil Putra putriku agar mereka segera bangun shalat dan bersiap ke sekolah. Tak ingin bergelut lama dalam kesedihan aku memutuskan untuk menahan diri untuk melihat sejauh mana suamiku akan mengambil sikap dan memberiku keadilan yang pantas kudapatkan. Tak lama kemudian Mas Ilham sudah selesai shalat dan menemuiku di halaman depan. "Rahma ... Kamu ...." Ia terlihat ingin mengajakku bicara tapi diurungkannya. Aku menolehnya singkat lalu melanjutkan pekerjaanku, entah mengapa ketika aku menunduk kurasakan kepalaku berdenyut keras, tengkorak belakangku terasa panas dan berdenyut-denyut sekali. Aku mengambil tempat duduk sejenak mencoba mempertahankan kesadaran meski pandanganku telah lamat-lamat memburam. Mas Ilham rupanya menyaksikan diriku sejak tadi sehingga dengan sigap ia menanggkap tubuh ini dan membantuku duduk. "Bunda ... Bunda kenapa?" Tanyanya sambil memegangi bahuku dengan raut cemas. "Aku gak apa-apa, Mas. Kamu gak perlu khawatir," jawabku sambil menjauhkan tangannya dariku. "Kamu kelihatan pucat, Rahma, apa tidak sebaiknya kau kubawa ke dokter?" "Simpan semua kekhawatiran, Mas buat istri baru Mas. Aku bisa menjaga diri sendiri." Aku bangkit meraih sapu lalu beranjak menuju ke dapur lagi. Sikapku tadi bukan karena aku benci tapi aku ingin menunjukkan padanya bahwasanya aku keberatan dan aku ingin menunjukkan ekspresi ketidak setujuanku atas keputusan sepihaknya. Kembali aku teringat wajah dan photo-photo semringah wanita itu, ia terlihat amat bahagia dan bangga di pelukan Mas Ilham. Kembali perutku merasa amat mual dan kepalaku seketika berputar-putar seolah olah telinga dan mataku mau pecah rasanya. Aku tersungkur dan seketika lupa segalanya. Bunyi detak detik di dinding menyadarkanku, perlahan kubuka kelopak mata dan kudapati diriku di ruangan yang asing kulihat, waktu Dunham dinding yang menggantung menunjukkan pukul empat sore hari dan seingatku tadi, ketika terakhir kali sadar itu masih pagi. Kucoba bangkit meski merasa sangat berkunang-kunang dan kepala rasanya ingin pecah seketika. "Selamat sore, Bu." Kutolehkan wajah dan seorang dokter cantik menghampiri dan membantuku bangkit. Ia membantuku memasang bantal di belakang punggung dan memberiku segelas air untuk diminum. "Mbak udah merasa agak baikan?" Aku menggeleng padanya, sambil meringis kesakitan. "Aku merasa sangat sakit kepala, terasa seperti dipukul-pukul benda tajam, panas, dan perih dengan sensasi tertusuk-tusuk tidak karuan Dok, kira kira saya kenapa?" "Itu yang saya heran kan, Bu. Jujur kondisi Ibu secara medis sehat-sehat saja, tensi Ibu normal, dan semuanya baik-baik saja. Bisa jadi ibu mengalami vertigo karena kelelahan dan kurang tidur." "Saya tidur dengan baik, Dok," sanggahku. "Mungkin gaya hidup ibu?" "Gaya hidup saya sehat dan teratur Dok, asupan makanan juga," balasku. "Ibu tidak terlalu banyak mengkonsumsi, gula, minyak dan garam serta makanan berlemak kan?" Aku mengangguk tanda mengiyakan pertanyaannya. "Bagi saya kesehatan mahal Dok, karenanya saya amat disiplin, namun ... Saya sungguh heran mengapa saya bisa ...." "Jika mau ibu boleh pulang dan beristirahat di rumah, karena kami juga tak punya indikasi medis menahan ibu di rumah sakit ini, kecuali di lakukan pemindaian otak atas izin Ibu," tawar dokter tersebut. "Saya gak tahu dok, tapi jika dokter mengatakan saya tidak apa-apa maka sebaiknya saya pulang saja." Dokter itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis kemudian berkata, "Baik saya akan siapkan nanti resep obat penghilang sakit kepalanya," katanya. "Siap, Dok makasih ya," jawabku dan ditanggapi dengan anggukan olehnya. Malam harinya, Aku makin kesakitan, merasa kepanasan dan pedih bagian perut dada, dan ulu hati. aku juga semakin mengalami pusing, pandangan samar dan kabur serta fluktuasi emosi yang dramatis. Kucoba untuk meneguk segelas air dingin dan menuju teras depan untuk menghirup udara segar, namun sesampainya di sana, tiba-tiba pandanganku kabur dan tanpa sengaja kutabrak pot bunga begonia kesayanganku yang sudah tumbuh subur dan lebat. Prak! Pot itu terjatuh dan pecah, bunga dan tanah berserakan di lantai keramik. Dengan mengumpulkan segenap tenaga dan menahan sakit pada bagian kening dan bola mata aku memunguti bunga bunga dan kuraup tanahnya dengan tanganku. Ketika hendak meraup kembali sisa tanah, kutemukan sesuatu yang janggal sebuah benda yang berbentuk pocong kecil. Dengan tangan sedikit gemetar dan rasa takut serta ragi kupunguti benda yang berupa kain kafan yang dibungkus rapi, kubuka buntalan kain yang berbenang hitam itu, dari dalamnya ada kayu yang dibentuk boneka, jarum, paku berkarat, dan cabai yang sudah membusuk. "Astaghfirullahhallazim," gumamku. Aku begitu terpana dan tak tahu benda ini ditujukan untuk siapa dan dari siapa, hal itu yang membuatku amat ingin mengetahuinya.Dengan kengerian dan rasa masih terkejut kuremas benda yang ada di genggaman tangan dengan perasaan sedih, heran, ingin tahu dan murka."Siapa gerangan yang telah tega meletakkan teluh jahat berupa santet untuk penghuni rumah ini?" Jiwaku bersenandika.Siapa yang telah berani meletakkan benda keji bermuatan iblis di dalam pot bunga, betapa nekat dan beraninya dia melakukan itu.Namun, yang lebih ingin kuketahui siapa dalang dibalik semua ini? Apakah mungkin wanita yang menjalin hubungan dengan suamiku, atau segelintir orang yang merasa iri dengan kebahagiaan keluarga kami. Seingatku, aku tak memiliki musuh atau kawan berselisih paham. Hidupku aman dan semuanya baik-baik saja.Pantas saja, akhir-akhir ini kurasakan hawa rumah ini sedikit berbeda, bawaannya selalu panas dan tidak nyaman, mudah gerah dan ingin marah tanpa alasan.Belum lagi deraan rasa sakit yang kian menjadi-jadi sepanjang waktu, apalagi ditambah keterangan dokter yang mengatakann jika aku baik-baik saja."Apakah penga
🌺🌺Selepas hilangnya buhul sihir itu, aku merasa sakit kepala lumayan ringan, Mas Ilham mulai kembali ke tempat kerjanya sedang anak-anakku seperti biasa sibuk dengan rutinitas mereka, sekolah dan aneka kegiatan ekstra lainnya.Aku lupa belum menanyakan lagi tentang wanita itu, dengan Mas Ilham, aku harus menunggu situasi kondusif untuk mendiskusikan masalah poligami suamiku secepatnya.Kulirik jam menunjukkan pukul delapan pagi, menurutku jam seperti ini Mas Ilham belum turun ke lokasi proyek, mungkin masih di asrama maka akan kucoba untuk meneleponnya.Ponselnya berdering dan nada sambung lantunan ayat suci menyambungkan antara kami berdua."Halo," sebuah suara yang menyentak pendengaran dan membuatku terkesiap."Kamu istrinya kan?" Ucapku menahan perasaaan."Iya, aku Alissa," jawabnya."Dengar Alissa, aku mau biacra pada Mas Ilham.""Dia lagi mandi," jawabnya kasar.Mungkin semalam suamiku tidur di rumahnya dan mereka berdua .... Ah, aku benci pikiranku"Ini ponsel Mas Ilham ka
Mendapati aku memergoki mereka berdua di asrama berduaan, Mas Ilham menjadi sangat terperanjat dan salah tingkah. Ia gelagapan dan panik melihatku mematung menatapnya dan anaknya melihatnya dengan heran."Ayah siapa dia? tanya si sulung azka."Kok ada di kamar ayah?" ujar RiskaMas Ilham mendatangiku dan mencoba merangkul bahuku dan membujukku,"Rahma, kita, bicara sebentar ya," ujarnya pelan.Aku menatap wajahnya dengan air mata berlinang, mencoba mengerti mengapa santainya ia yang tanpa dosa membujukku, sedang istrinya itu masih berdiri dengan menyilangkan tangan di dada dengan angkuhnya, sebuah anting anting panjang ia kenakan yang kutangkap familiar dengan milikku."Mas, apakah anting itu adalah ...." Aku ragu mengatakannya."Anu ... Rahma.""Apakah benar itu antingku," aku bangkit dan menghampiri wanita itu."Apakah Mas kami Ilhamam yang belikan untukmu?""Iya, kenapa?" Ujarnya culas."Astaghfirullahhallazim, Mas, kenapa Mas tega mengambil antingku yang Mas berikan untuk mahar
Wanita itu menangis meraung-raung, ia tidak terima karena aku telah mendorongnya akan yang lebih membuat Ia sakit hati adalah sikap suamiku dan suaminya yang terlihat bingung Danbo yang harus memilih satu diantara kami ia merenung dengan harapan agar Mas Ilham berkenan memeluknya dan membela dia Lalu mengusirku dari tempat itu tapi kenyataannya masih lama terlihat kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa. aku dan Riska saling memeluk dan juga bertangisan, suasana kami yang menangis saling bersahut-sahutan membuat beberapa tetangga asramanya berkumpul dan merasa penasaran. Sehingga mereka menyusul dan memeriksa keadaan kami, alangkah terkejutnya mereka mendapati pemandangan yang sangat menyedihkan di dalam kamar Mas Ilham, terlihat kini mereka mafhum apa yang memicu keributan ini. "Wah ada wanita kedua ...," Ujar satu dari mereka. "Iya pelakor ... Ada pelakor," ujar salah satu wanita yang lain yang mungkin adalah istri dari tetangga Mas Ilham, yang tentu saja membuat Alissa se
Happy reading 🌺Semua ketika akhirnya memilih bertemu sedang suamiku lebih suka membisu. Dalam kebungkaman yaitu seolah menegaskan bahwa di samping ia memilihku wanita itu istri mudanya juga penting baginya.Bagaimana tidak akan penting jika Wanita itu telah ia terima nikahnya dengan syahadat tanggung jawab moral dan agama berada di pundak Mas Ilham. saat ini memintanya untuk bercerai menegaskan bahwa aku wanita yang tidak menerima kenyataan dan egois.Kuputuskan untuk kembali ke kotaku membawa anak-anakku karena mereka pun harus kembali ke sekolah, sedangkan suami masih bertahan di tempat kerja.Masih terngiang di telinga, tentang percakapan kami malam itu setelah berjam-jam tenggelam di dalam kebisuan."Mas ... Apa yang aku lakukan, Mas, haruskah aku melepaskanmu?""Tidak Rahma, Aku tidak ingin kita bercerai.""Aku tak bisa, kau poligami Mas.""Aku jamin kau tetap menerima utuh gajiku, Rahma.""Bukan tentang uang Mas," Sanggahku."Aku akan bertanggung jawab, berikan kesempatan jik
Seminggu setelah kepulanganku dari Kota Mas Ilham tempat ia bekerja Mas Ilham semakin jarang menghubungiku sesekali ia menelepon hanya bertanya tentang kondisi Azka dan Riska saja.Terakhir kemarin ia mengirimkan uang Rp. 700.000 untuk tambahan uang jajan kedua putra-putrinya.Ingin ku telepon dia tapi hati ini masih terluka rasa kecewa yang menyayat nyayat dan sakit hati ya yang kian memperparah kondisi jiwa ini.Setelah bangun dan melakukan rutinitas membersihkan rumah tiba-tiba kepalaku mendadak sangat pusing mataku berkunang-kunang dan dunia serasa berputar. Kucoba untuk mengambil tempat duduk sambil menyandarkan kepala untuk menetralkan sensasi mual yang tiba-tiba timbul dan mengaduk-ngaduk isi lambungku."Duh apakah vertihoku kumat lagi?" Gumamku sendiri.Aku seret langkah dengan sekuat tenaga menuju kamar untuk merebahkan diri sebentar, berharap dengan sedikit beristirahat aku bisa meringankan sakit kepala ini, namun baru saja aku membuka pintu kamar tiba-tiba aku menangkap ses
. ''Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.'' (QS al-Baqarah: 168).***Sudah pukul 7 malam namun mas Ilham belum juga kembali dan sampai dari kota dia bekerja anak-anak telah menikmati makan malam ini di kamar masing-masing mengerjakan PR mereka.Tadinya aku akan duduk di ruang tv sambil menikmati tayangan berita sambil menunggu suamiku kembali namun karena begitu beratnya sakit kepala sehingga aku memutuskan untuk kembali ke kamar untuk merebahkan diri saja.Ketika kubaringkan badan, ada rasa sangat sakit sekali di bagian punggung dan bahu, sedikit merasa kepanasan tapi di sisi lain tubuhku juga menggigil. Sensasi rasa gerah panas dan lengket yang tidak bisa kugambarkan tiba-tiba mendera di kamar tidurku sehingga kuputuskan untuk kembali ke ruang tengah dan berbaring di sofaaku sudah merasa sedikit tenang dan hampir terlena
"Apakah alissa minta Mas untuk kembali?"Kutanyakan hal itu pada Mas Ilham setelah ia mendekat ke peraduan kami.Ia hanya membuang napasnya pelan."Dengar ya, Mas entah apa yang Mas pikirkan tentangku, namun aku adalah istri yang berusaha sabar atas sikap Mas. Kali ini aku sungguh sangat butuh bantuan dan pertolongan Mas sebagai suami, akankah Mas mau menolongku?""Aku akan melakukan itu untukmu," jawabnya."Istri mudamu akan marah.""Aku terkejut atas sikap sabarmu, Rahma," ujarnya pelan sambil memiringkan diri sehingga posisi kami saling berhadapan."Mas bahagia dengan pernikahan Mas yang kedua?""Aku ...merasakan sensasi berbeda tapi ... Maafkan aku ya, Rahma."Kejujurannya membuat hatiku nyeri tapi mau bagaimana lagi, jika kami tidak bicara dari hati ke hati, kapan lagi, Masalah semakin meruncing, pernikahan di ujung tanduk, sementara wanita itu terus bersorak gembira pada kehancuran kami."Tidak perlu minta maaf, Mas, Meski aku terluka, tapi aku akan bersabar dengan takdir ini.
"Apakah alissa minta Mas untuk kembali?"Kutanyakan hal itu pada Mas Ilham setelah ia mendekat ke peraduan kami.Ia hanya membuang napasnya pelan."Dengar ya, Mas entah apa yang Mas pikirkan tentangku, namun aku adalah istri yang berusaha sabar atas sikap Mas. Kali ini aku sungguh sangat butuh bantuan dan pertolongan Mas sebagai suami, akankah Mas mau menolongku?""Aku akan melakukan itu untukmu," jawabnya."Istri mudamu akan marah.""Aku terkejut atas sikap sabarmu, Rahma," ujarnya pelan sambil memiringkan diri sehingga posisi kami saling berhadapan."Mas bahagia dengan pernikahan Mas yang kedua?""Aku ...merasakan sensasi berbeda tapi ... Maafkan aku ya, Rahma."Kejujurannya membuat hatiku nyeri tapi mau bagaimana lagi, jika kami tidak bicara dari hati ke hati, kapan lagi, Masalah semakin meruncing, pernikahan di ujung tanduk, sementara wanita itu terus bersorak gembira pada kehancuran kami."Tidak perlu minta maaf, Mas, Meski aku terluka, tapi aku akan bersabar dengan takdir ini.
. ''Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.'' (QS al-Baqarah: 168).***Sudah pukul 7 malam namun mas Ilham belum juga kembali dan sampai dari kota dia bekerja anak-anak telah menikmati makan malam ini di kamar masing-masing mengerjakan PR mereka.Tadinya aku akan duduk di ruang tv sambil menikmati tayangan berita sambil menunggu suamiku kembali namun karena begitu beratnya sakit kepala sehingga aku memutuskan untuk kembali ke kamar untuk merebahkan diri saja.Ketika kubaringkan badan, ada rasa sangat sakit sekali di bagian punggung dan bahu, sedikit merasa kepanasan tapi di sisi lain tubuhku juga menggigil. Sensasi rasa gerah panas dan lengket yang tidak bisa kugambarkan tiba-tiba mendera di kamar tidurku sehingga kuputuskan untuk kembali ke ruang tengah dan berbaring di sofaaku sudah merasa sedikit tenang dan hampir terlena
Seminggu setelah kepulanganku dari Kota Mas Ilham tempat ia bekerja Mas Ilham semakin jarang menghubungiku sesekali ia menelepon hanya bertanya tentang kondisi Azka dan Riska saja.Terakhir kemarin ia mengirimkan uang Rp. 700.000 untuk tambahan uang jajan kedua putra-putrinya.Ingin ku telepon dia tapi hati ini masih terluka rasa kecewa yang menyayat nyayat dan sakit hati ya yang kian memperparah kondisi jiwa ini.Setelah bangun dan melakukan rutinitas membersihkan rumah tiba-tiba kepalaku mendadak sangat pusing mataku berkunang-kunang dan dunia serasa berputar. Kucoba untuk mengambil tempat duduk sambil menyandarkan kepala untuk menetralkan sensasi mual yang tiba-tiba timbul dan mengaduk-ngaduk isi lambungku."Duh apakah vertihoku kumat lagi?" Gumamku sendiri.Aku seret langkah dengan sekuat tenaga menuju kamar untuk merebahkan diri sebentar, berharap dengan sedikit beristirahat aku bisa meringankan sakit kepala ini, namun baru saja aku membuka pintu kamar tiba-tiba aku menangkap ses
Happy reading 🌺Semua ketika akhirnya memilih bertemu sedang suamiku lebih suka membisu. Dalam kebungkaman yaitu seolah menegaskan bahwa di samping ia memilihku wanita itu istri mudanya juga penting baginya.Bagaimana tidak akan penting jika Wanita itu telah ia terima nikahnya dengan syahadat tanggung jawab moral dan agama berada di pundak Mas Ilham. saat ini memintanya untuk bercerai menegaskan bahwa aku wanita yang tidak menerima kenyataan dan egois.Kuputuskan untuk kembali ke kotaku membawa anak-anakku karena mereka pun harus kembali ke sekolah, sedangkan suami masih bertahan di tempat kerja.Masih terngiang di telinga, tentang percakapan kami malam itu setelah berjam-jam tenggelam di dalam kebisuan."Mas ... Apa yang aku lakukan, Mas, haruskah aku melepaskanmu?""Tidak Rahma, Aku tidak ingin kita bercerai.""Aku tak bisa, kau poligami Mas.""Aku jamin kau tetap menerima utuh gajiku, Rahma.""Bukan tentang uang Mas," Sanggahku."Aku akan bertanggung jawab, berikan kesempatan jik
Wanita itu menangis meraung-raung, ia tidak terima karena aku telah mendorongnya akan yang lebih membuat Ia sakit hati adalah sikap suamiku dan suaminya yang terlihat bingung Danbo yang harus memilih satu diantara kami ia merenung dengan harapan agar Mas Ilham berkenan memeluknya dan membela dia Lalu mengusirku dari tempat itu tapi kenyataannya masih lama terlihat kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa. aku dan Riska saling memeluk dan juga bertangisan, suasana kami yang menangis saling bersahut-sahutan membuat beberapa tetangga asramanya berkumpul dan merasa penasaran. Sehingga mereka menyusul dan memeriksa keadaan kami, alangkah terkejutnya mereka mendapati pemandangan yang sangat menyedihkan di dalam kamar Mas Ilham, terlihat kini mereka mafhum apa yang memicu keributan ini. "Wah ada wanita kedua ...," Ujar satu dari mereka. "Iya pelakor ... Ada pelakor," ujar salah satu wanita yang lain yang mungkin adalah istri dari tetangga Mas Ilham, yang tentu saja membuat Alissa se
Mendapati aku memergoki mereka berdua di asrama berduaan, Mas Ilham menjadi sangat terperanjat dan salah tingkah. Ia gelagapan dan panik melihatku mematung menatapnya dan anaknya melihatnya dengan heran."Ayah siapa dia? tanya si sulung azka."Kok ada di kamar ayah?" ujar RiskaMas Ilham mendatangiku dan mencoba merangkul bahuku dan membujukku,"Rahma, kita, bicara sebentar ya," ujarnya pelan.Aku menatap wajahnya dengan air mata berlinang, mencoba mengerti mengapa santainya ia yang tanpa dosa membujukku, sedang istrinya itu masih berdiri dengan menyilangkan tangan di dada dengan angkuhnya, sebuah anting anting panjang ia kenakan yang kutangkap familiar dengan milikku."Mas, apakah anting itu adalah ...." Aku ragu mengatakannya."Anu ... Rahma.""Apakah benar itu antingku," aku bangkit dan menghampiri wanita itu."Apakah Mas kami Ilhamam yang belikan untukmu?""Iya, kenapa?" Ujarnya culas."Astaghfirullahhallazim, Mas, kenapa Mas tega mengambil antingku yang Mas berikan untuk mahar
🌺🌺Selepas hilangnya buhul sihir itu, aku merasa sakit kepala lumayan ringan, Mas Ilham mulai kembali ke tempat kerjanya sedang anak-anakku seperti biasa sibuk dengan rutinitas mereka, sekolah dan aneka kegiatan ekstra lainnya.Aku lupa belum menanyakan lagi tentang wanita itu, dengan Mas Ilham, aku harus menunggu situasi kondusif untuk mendiskusikan masalah poligami suamiku secepatnya.Kulirik jam menunjukkan pukul delapan pagi, menurutku jam seperti ini Mas Ilham belum turun ke lokasi proyek, mungkin masih di asrama maka akan kucoba untuk meneleponnya.Ponselnya berdering dan nada sambung lantunan ayat suci menyambungkan antara kami berdua."Halo," sebuah suara yang menyentak pendengaran dan membuatku terkesiap."Kamu istrinya kan?" Ucapku menahan perasaaan."Iya, aku Alissa," jawabnya."Dengar Alissa, aku mau biacra pada Mas Ilham.""Dia lagi mandi," jawabnya kasar.Mungkin semalam suamiku tidur di rumahnya dan mereka berdua .... Ah, aku benci pikiranku"Ini ponsel Mas Ilham ka
Dengan kengerian dan rasa masih terkejut kuremas benda yang ada di genggaman tangan dengan perasaan sedih, heran, ingin tahu dan murka."Siapa gerangan yang telah tega meletakkan teluh jahat berupa santet untuk penghuni rumah ini?" Jiwaku bersenandika.Siapa yang telah berani meletakkan benda keji bermuatan iblis di dalam pot bunga, betapa nekat dan beraninya dia melakukan itu.Namun, yang lebih ingin kuketahui siapa dalang dibalik semua ini? Apakah mungkin wanita yang menjalin hubungan dengan suamiku, atau segelintir orang yang merasa iri dengan kebahagiaan keluarga kami. Seingatku, aku tak memiliki musuh atau kawan berselisih paham. Hidupku aman dan semuanya baik-baik saja.Pantas saja, akhir-akhir ini kurasakan hawa rumah ini sedikit berbeda, bawaannya selalu panas dan tidak nyaman, mudah gerah dan ingin marah tanpa alasan.Belum lagi deraan rasa sakit yang kian menjadi-jadi sepanjang waktu, apalagi ditambah keterangan dokter yang mengatakann jika aku baik-baik saja."Apakah penga
Adzan subuh berkumandang, menyadarkan akan matahari akan segera menyapa waktu kami.Kubangkitkan tubuh, mengumpulkan segenap tenaga dan kesadaran lalu beranjak ke kamar mandi, membersihkan diri dan menghamparkan sejadah, bersujud dan memohon pertolongan Allah, atas apa yang telah terjadi di dalam keluargaku.Seusai beribadah aku menuju dapur dan mulai menanjak nasi di magic com, kukeluarkan telur dan sosis dari kulkas untuk menyiapkan telur asam manis kesukaan Mas Ilham.Selesai dengan pekerjaan di dapur aku mengambil sapu dan memulai ritua bersih-bersih rumah sembari memanggil Putra putriku agar mereka segera bangun shalat dan bersiap ke sekolah.Tak ingin bergelut lama dalam kesedihan aku memutuskan untuk menahan diri untuk melihat sejauh mana suamiku akan mengambil sikap dan memberiku keadilan yang pantas kudapatkan.Tak lama kemudian Mas Ilham sudah selesai shalat dan menemuiku di halaman depan."Rahma ... Kamu ...." Ia terlihat ingin mengajakku bicara tapi diurungkannya. Aku me