Share

5. sihir

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-26 07:08:03

🌺🌺

Selepas hilangnya buhul sihir itu, aku merasa sakit kepala lumayan ringan, Mas Ilham mulai kembali ke tempat kerjanya sedang anak-anakku seperti biasa sibuk dengan rutinitas mereka, sekolah dan aneka kegiatan ekstra lainnya.

Aku lupa belum menanyakan lagi tentang wanita itu, dengan Mas Ilham, aku harus menunggu situasi kondusif untuk  mendiskusikan masalah poligami suamiku secepatnya.

Kulirik jam menunjukkan pukul delapan pagi, menurutku jam seperti ini Mas Ilham belum turun ke lokasi proyek, mungkin masih di asrama maka akan kucoba untuk meneleponnya.

Ponselnya berdering dan nada sambung lantunan ayat suci menyambungkan antara kami berdua.

"Halo," sebuah suara yang menyentak pendengaran dan membuatku terkesiap.

"Kamu istrinya kan?" Ucapku menahan perasaaan.

"Iya, aku Alissa," jawabnya.

"Dengar Alissa, aku mau biacra pada Mas Ilham."

"Dia lagi mandi," jawabnya kasar.

Mungkin semalam suamiku  tidur di rumahnya dan mereka berdua .... Ah, aku benci pikiranku

"Ini ponsel Mas Ilham kan? Aku minta kau berikan pada pemiliknya."

"Ini rumahku, aku bebas melakukan apa yang kumau, kau tak bisa memerintahku, jadi aku menolak kau suruh."

"Jika begitu jangan pula menghalangiku untuk bicara."

Wanita itu tertawa seolah  mengejek  air mata tak mampu kubendung ini, meleleh begitu saja di pipi.

"Kau tak perlu mengkhawatirkan kebutuhannya, semenjak Mas Ilham nikah sama aku, semua kebutuhannya terurus lahir dan batin," ujarnya culas.

"Maksudmu?"

"Sayang sekali meski kamu istri pertama tapi kamu tak bisa mendampinginya kemana pun ia berada."

"Itu kesepakatan kami demi pendidikan anak-anak!"

"Buktinya, hasrat seorang pria tetap butuh pelampiasan," ia tertawa lagi membuat hati ini semakin nyeri.

Kuletakkan ponsel, dengan hati remuk redam, aku tahu, tidak ada gunanya berdebat, tidak ada artinya lagi berbicara tentang Mas Ilham pada wanita itu. Ia merasa telah menguasai suamiku dan praktis semua usahaku, untuk memperjuangkannya sia sia.

"Apa yang haru aku lakukan?"

Aku berfikir mungkin aku menyusulnya saja ke luar kota atau melakukan sesuatu. Duduk di rumah sambil galau memikirkan tentang Mas Ilham dan istri barunya membuatku gila.

Kuambil koper dari atas lemari, lalu mulai mengemasi beberapa pakaian, pakaianku dan juga pakaian anak-anakku. 

Kami akan memesan tiket kereta dan meluncur ke sana. Aku tak bisa meninggalkan anakku sendirian tanpa pengawasan  kerabat, jadi kuputuskan untuk menunggu mereka kembali dari sekolah.

Pukul dua siang, anak-anakku telah kembali dari sekolah dan langsung kuajak mereka untuk mengganti pakaiannya.

"Kita mau kemana Bunda?"

"Kita ke tempat ayah sebentar."

"Kenapa? Bukannya kemarin ayah udah pulang," kata si sulung Azka.

"Iya, sesekali kita yang jenguk ayah," jawabku lembut.

"Tapi kita kan sekolah, Bund."

"Bunda akan beritahu gurunya untuk kasih kalian izin," jawabku.

"Tapi pelajaran ...."

"Pokoknya nurut aja ya, sayang, cuma satu hari kok, lusa pagi kita  kembali," bujukku.

"Iya, deh, Bund." Mereka akhirnya menurut.

Kami menuju stasiun setelah diantar tadi online. Peluit kereta  dan pengumuman tanda siap berangkat memanggilku untuk segera masuk ke gerbong dan mengisi tempat duduk sesuai yang tertera di tiket.

"Bismillah, mudah-mudahan perjalanan ini lancar dan bisa menemukan titik solusi untuk kami semua.",

Aku mencoba menghibur diriku sendiri dengan doa meski aku tahu, jauh sekali harapan dari kenyataan. Akan sulit membuat sadar orang yang sedang dimabuk asmara. Kecuali jika suamiku, memprioritaskan kami.

Kupandangi wajah anak-anakku yang sedang asyik bermain game di  ponsel dan satu lagi menatap ke luar jendela. Perlahan perasaaan sedih menyelusup dalam hati. Aku tahu, bahwa aku akan membawa mereka menyaksikan sebuah masalah dan kesedihan besar, aku tahu ini tidak etis, namun,  aku tak punya pilihan lain, lambat laun  semoga mereka akan tahu dan mengerti.

Daripada mereka  akan salah paham dan jadi penyesalan di masa depan sebaiknya mereka mengetahui kenyataan dari awal agar nanti mereka mengerti jika terpaksa langkah sulit yang akan kupilih untuk menyelesaikan masalah ini.  Setidaknya mereka akan mendukung dan tidak keberatan apalagi sampai menyalahkan ku.

Setelah empat jam berkendara. Akhirnya aku sampai  di kota itu, kubangunkan anakku yang sempat tertidur tadi dan  mengajak mereka turun.

"Ayo, Nak, kita udah sampai," ajakku.

"Kita nanti di rumah siapa? Memangnya Bunda tahu alamat kantor ayah?"

"Kita bisa tanya, kita bisa telusuri G****e map dan lokasi terakhir ayah berada dari sinyal dari status yang dia share di sosmednya. Kita pasti bisa."

Mereka hanya mengangguk pelan. 

Dan sesaat setelah aku memesan taksi kami meluncur menuju asrama Mas Ilham.

Dalam pikiranku kami akan menuju asrama Mas Ilham untuk beristirahat sejenak baru akan mencarinya, dan menyusuri informasi dari teman-temannya.

Harapanku semoga teman-teman Mas Ilham tidak menyembunyikan keadaan dan alamat sebenarnya sehingga aku bisa menyelesaikan masalah ini secepatnya.

Ketika sampai di asrama Mas Ilham aku menemui petugas penjaga dan bertanya di sebelah mana kamar suamiku, petugas berbaju putih itu terlihat ragu dan tidak enak padaku.

"Uhm, mana kamarnya Pak Ilham Akbar," tanyaku.

"Anu ... Mbak, Mas Ilhamnya ...."

"Saya mohon, Pak,  saya istri dan dan ini anaknya Pak ILham, mereka saya ajak untuk menjenguk ayahnya."

"Iya, Mbak. Tapi ...." Satpam itu terlihat ragu dan berkali kali menelan ludah.

"Di sebelah mana Pak?"

"Ujung kanan, nomor delapan, Mbak."

"Terima kasih."

Dengan hati yang entah apa rasanya aku menuntun kedua anakku dan menyeret koper yang kami bawa ke saja.

Sesampainya di depan kamar kulihat dari luar lampunya masih menyala ada 2 buah sandal di sana yang satu sandal laki-laki dan yang satu sandal perempuan saat itu juga perasaanku mulai merasa tidak nyaman.

Tok tok ... Kuketuk pintu perlahan.

Beberapa ketukan setelahnya terdengar suara langkah kaki dari dalam sana. Dan ketika pintu terbuka, seorang wanita muncul z  ia masih mengenakan daster dan terlihat baru bangun tidur.

Setengah mengerjap sambil mengucek mata ia berdiri dengan malasmya, namun ketika ia mengangkat tatapannya seketika ia terkesiap melihat aku dan anakku berdiri di depan pintu asrama.

"Siapa, Sayang?"

Wanita itu ragu ingin menjawab suamiku. Hingga Mas Ilham mengulang pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya.

"Aku Mas ... Aku datang untuk menjengukmu."

Sontak terdengar ia turun dari ranjang dan bergegas menemui kami di depan. Ia terperanjat mendapatiku dan anak-anaknya memergoki mereka tengah asyik berdua.

Rupanya ia dan wanita itu tinggal bersama di asrama tempat ia bekerja. Mengapa bisa begitu? mengapa Bosnya tidak keberatan ketika ia membawa wanita yang bukan istri sahnya. Ini menyakitkan.

Kutatap mereka bergantian dalam kecanggungan mereka. Air mataku meleleh tiba tiba tanpa mampu kutahan. Aku terjatuh luruh, lemas dan tak kutemukan kata kata yang tepat untuk berteriak dan marah pada mereka berdua.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SANTET KIRIMAN MADU   22

    Pov Alissa.jiwa mudaku bergejolak ketika pertama kali bertemu dengan Mas Ilham di sebuah restoran milik sahabatku. Pesonanya dan aura kedewasaan yang sulit kutolak dan terlihat seksi di mataku,sehingga ketika diperkenalkan aku begitu menyambut dengan gembira, nyata dia adalah pelanggan tetap di restoran itu yang juga berteman baik dengan sahabatku."Namaku Alissa," kataku ketika dia menjabat tanganku."Boleh minta nomor WhatsApp?" Tanyanya di ujung pertemuan kami yang langsung kuiyakan.Dari pertemuan malam itu hubungan kami berlanjut dan semakin dekat,aku merasa nyaman berada di sisi-nya, begitu pun dia selalu memberiku perhatian lewat SMS atau panggilan telepon, kadang juga mengunjungiku ke tempat bekerja membawakan makanan kesukaan. Sikapnya yang demikian membuatku semakin menyukai dan tergila-gila kepada pria itu."Mas setelah sekian lama bersama, boleh kan jika aku meminta sebuah kejelasan?"Tanyaku pada pertemuan makan malam kami setelah dua bulan menjalin hubungan mesra."Kej

  • SANTET KIRIMAN MADU   21

    Akhirnya setelah hampir 1 bulan lebih menjalani perawatan di rumah, kondisi Mas Ilham berangsur membaik dan mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang bagus. Meski sekarang Mas Ilham kehilangan banyak berat badannya dan tidak setempan dulu, namun aku selalu menyayangi dan merawatnya.Aku sangat bersyukur dan bahagia karena Allah masih memberikan Mas Ilham kesempatan untuk kembali sehat dan dan menikmati waktu bersama anak dan istrinya.Suamiku pun tidak pernah terlihat terbebani atau merasa sedih meski aku tidak tahu sebenarnya apa yang dia pikirkan di dalam hatinya namun aku yakin bahwa saat ini dia akan berkomitmen untuk fokus kepada keluargakami dan anak-anak.Dua hari yang lalu dia mengirimkan email ke perusahaan untuk pengajuan permohonan pindah ke kota kami agar dia bisa fokus menghabiskan waktu berkualitas nya dengan keluarga kecilnya, mendengar itu tentu saja aku merasa sangat bahagia dan terharu."Mas yakin akan memutuskan pindah kerja ke kota ini?" tanyaku ketika dia s

  • SANTET KIRIMAN MADU   20

    Beberapa hari ini kesehatan Mas Ilham menjadi semakin mengkhawatirkan. pikiranku kerap tegang karena harus memikirkan tentang kesehatannya sedang di sisi lain aku juga harus kurang istirahat karena tetap menjaganya.Aku tahu, ada rasa iba dari tatapan matanya ketika melihatku yang terjaga sepanjang malam duduk di sampingnya. Setiap kali dia menyuruhku untuk berhenti menjaga dan beristirahat aku selalu memberinya sebuah senyum tulus dan tepukan pelan di bahu sambari memberitahu jika aku tetap setia menemaninya selalu dan menjaganya."Maafkan aku setelah menyusahkanmu Rahma," bisiknya parau."Tidak apa Mas yang penting, Mas segera sehat.""Maafkankan karena telah mengabaikan perasaanmu dan kesetiaanmu selama ini, setiap kali mengeluhkan sakit ini aku sadar betapa besar luka yang aku tusukkan di hatimu saat mengetahui bahwa aku telah diam-diam menikah lagi.""Tidak usah dibahas lagi Mas." kubenahi selimutnya sambil mematikan lampu agar suamiku beristirahat dengan nyaman."Rahma, ras

  • SANTET KIRIMAN MADU   19

    Pagi-pagi buta pintu rumah sudah diketuk dengan gencar, entah siapa yang mengetuk sekeras itu membuat aku sedikit tertegun dan kaget ketika sibuk memasak sarapan di dapur."Siapa?"Ketika gagang pintu itu bergerak ke samping, istri muda Mas Ilham yang baru saja ditalaknya semalam sudah berdiri dengan mata memerah di depan pintu."Mana Mas Ilham?""Ada di dalam dia masih sakit," jawabku.Tanpa aba-aba wanita itu masuk ke dalam rumah, tidak memberi salam ataupun melepas alas kakinya ia menabrakku dengan kasar dan langsung mengedarkan diri mencari ke semua sudut rumah."Mas Ilham ... Mas Ilham ...." Nyatanya wanita ini memang tidak tahu sopan santun, bahkan ada untuk bertamu ke rumah orang lain pun tidak diterapkan, padahal jelas-jelas ini bukan rumah pribadinya."Dengar Alissa, Berhentilah berteriak, Mas Ilham sedang sakit dia bisa kaget dan syok mendengar suaramu yang keras," ujarku sambil membujuknya."Aku tidak peduli aku sedang mencari Mas Ilham," balasnya dengan nada sedikit memek

  • SANTET KIRIMAN MADU   18

    Setelah satu jam berjibaku untuk menyadarkan Mas Ilham, akhirnya suamiku bisa ditenangkan, dan setelah dibacakan ayat-ayat Alquran sesaat tadi ia sempat tak sadarkan diri namun selanjutnya dia mengerjab pelan dan mengeluh sakit kepala dan jatuh tertidur lagi.Aku ingin tahu siapa yang telah melakukan semua ini kepada suamiku tapi menurutku Alisa dia yang telah melakukan semua ini menimbang bahwa dia sangat dendam dan kecewa kepada sikap Mas Ilham yang lebih memilih untuk menghabiskan waktu lebih banyak bersama kami.[Gimana keadaan suamiku Apakah dia sudah sembuh? Kalau sudah suruh dia segera kembali ]Lama-lama aku bisa kehilangan rasa hormat kepada wanita ini bukannya ia malah menghargaiku sebagai istri pertama dari suaminya malah suaminya sendiri yang ia lecehkan.[Kalau kamu begitu ingin suamimu kembali datang saja jemput kesini! bila perlu, rawat ia sepenuh hati ][Itu tugasnya jangan kau bebankan tugas berat itu kepadaku]Ya ampun bahkan menyebut orang yang lebih tua saja ia me

  • SANTET KIRIMAN MADU   17

    Minta maaf Mas karena selama ini aku belum bisa memberikan pelayanan terbaik padamu ucapku sambil memijit di tangan dan kakinya ketika ia terbaring lemah di rumah sakit."Justru dengan mengucapkan kalimat itu kau telah membuatku sangat malu, Rahma."dia menatapku dengan raut yang sangat sedih ditambah dengan surat wajahnya yang sangat lemah dan pucat membuatku sangat prihatin dan khawatir padanya."Tidak perlu memikirkan hal-hal tidak penting yang paling penting adalah kesehatan dan kesembuhanmu.""Aku merasa badanku sangat lemah, dan lesu," imbuhnya."Sabar, Mas penyakit adalah cara Allah melihat sejauh mana iman kita," ucapku."Kau sudah begitu baik, menerima dan mendampingiku sepenuh hatimu, meski aku menyakiti," imbuhnya."Tidak apa Mas, Itu tugasku, sekarang Mas tidurlah," ujarku pelan sambik membenahi selimutnya."Jika ada kesempatan lain atau kehidupan kedua maka aku berjanji tidak akan membuatmu terluka," bisiknya."Kamu sudah menjadi suami yang baik, Mas."Baru saja dia hen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status