Share

SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN
SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN
Penulis: Wafa Farha

Group Baru Suamiku

Penulis: Wafa Farha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-16 14:27:44

[ Mas Haris ini MaasyaAllah, loh ya. Dititipin Allah harta lebih. Sayang kalau enggak digunakan buat nolongin Akhwat-akhwat yang gak kebagian suami] Akun bernama Wawan menulisnya.

[ Shohih, pasti akan banyak keluarga terayomi. Tidak akan rugi kalau diniatkan karena Allah. Malah Risqinya akan makin banyak setelah menikah lagi. Yaqin. ] Akun lain menimpali.

[ Monggo Mas Haris, kalau sudah fix, nanti saya sodorin akhwatnya. Mau yang gadis atau janda. Saya ada kenalan banyakkk. Mereka semua perlu uluran tangan pria –pria sholeh seperti antum.] Yang lain tak kalah semangat menanggapi.

[ Betul, Mas Haris pasti bisa! ]

[ Setelah nikah langsung muda lagi, ya. Ha ha. Tuh Ustaz Wawan contohnya. Tambah ganteng sekarang. Kita kita jadi ngiri. ]

Suami merespon ucapan itu dengan emot senyum.

[ He he, belum sampe ilmunya, Guru. ]

[ Ah, kalau ilmu mah bisa dicari sambil jalan, yang penting umur dan hartanya belum limit. ] sanggah Wawan lagi.

Geram sekali aku membacanya. Apa memang obrolan mereka selalu seperti ini? Bahkan sejauh menyecroll chat semakin ke atas, perbincangannya pun tak jauh –jauh dari poligami. Walau kadang Ustaz yang jadi admin sesekali mengirim kalimat –kalimat motivasi Islami. Ini grup ngaji apa grup suporter poligami?

“Ckck. Aneh mereka ini! Santri baru sudah diprovokasi poligami! Padahal Ustaz di Majlis pun hampir gak pernah bahas poligami, kenapa grup isinya gitu –gitu doang? Lalu nilai dakwahnya di mana??”

“Ada apa toh, Mi? Kok ngomel –ngomel sendiri. Nanti jelek, lho.” tanya suami yang mengelap tangannya usai makan.

Dia mendekat dengan seulas senyum di wajah. Tak mempermasalahkanku yang membuka –buka hapenya, sebab dari awal tak pernah ada privasi di antara kami. Barang kali itu salah satu alasan kenapa aku selalu merasa tenang dan tak dibohongi selama 15 tahun pernikahan kami.

“Ini lho, kok Pak Wawan itu ngeselin ternyata. Mentang –mentang punya istri dua, ngomporin Abi terus buat poligami.”

“Hehm. Umi cemburu. Baguslah.”

“Hiss. Kok jawabannya gitu. Apa Abi juga kepikiran mau nikah lagi seperti orang itu?”

“Ya nggaklah, Mi. Kepikiran aja nggak. Abi ini siapa sih? Ilmu aja nggak punya. Udah tua pulak. Mana ada yang mau.”

“Masaaa?”

“Umi mau? Di-adek-in?”

Aku menggeleng cepat. “Pak Wawan itu yang gak tau diri banget. Itu lihat Ustaznya aja sampe diem di grup, beliau juga yang paling alim nggak poligami kok.”

“Ya sudah nggak usah dibahas kalau gitu. Umi juga nggak boleh berlebihan gitu. Poligami itu bagian dari syariah, jadi Umi nggak boleh membencinya begitu. Yang penting kan Abi setia dan tanggung jawab.”

“Iya, Bi.” Aku menghela napas. Menyerah. Tidak ingin terkesan membenci syariat yang Allah halalkan itu.

Bagaimana aku tidak emosi. Bukan karena membenci poligami yang jelas –jelas adalah bagian dari syariat Islam, tapi obrolan mereka yang gak lihat situasi siapa yang jadi target obrolan. Mas Haris bahkan baru beberapa bulan gabung ngaji. Dan bahkan Ustaz yang biasa mengisi kajian pun juga bukan pelaku poligami, kenapa yang notabene ilmunya jauh di bawah sang Ustaz malah menggebu –gebu membahasnya?

Untunglah Mas Haris tidak terpengaruh dan meresponnya biasa saja. Dia juga tak pernah sekali pun membahas ingin menikah lagi, sebab tahu akan menyakiti hati istri.

Pria itu tetap baik, perhatian dan setia. Tak lupa selalu mengingatkan bahwa seorang istri, harus taat pada suaminya. Apa pun itu, selagi tidak maksiat.

Saat suamiku tersenyum, aku seperti memiliki kekuatan baru untuk mengurus rumah, anak –anak dan sekaligus keperluannya.

Semuanya baik –baik saja. Bahkan rumah tangga kami semakin bahagia setelah kami sama –sama hijrah. Sekarang aku bahkan mengandung anak ke enam kami.

Setelah mengaji, suami memiliki keahlian baru. Dia yang awalnya memiliki keterampilan medis, mendalami terapi Bekam dan menjadi seorang terapis. Mas Haris banyak membantu orang sekitar dengan gratis. Namun, ada sebagian yang memaksanya menerima amplop, katanya sebagai sarat agar sakitnya sembuh berkat perantara hadiah yang dia berikan.

Suami pun bercerita padaku, karena mendapati pasien yang berbeda.

Ada satu pria yang menjadi langganan suami, yang sering mengisi amplopnya dengan nominal tak wajar dibanding pasien –pasien lain. Bekam yang orang biasa memberinya sekitar 150r ribu, orang itu tanpa ragu memberinya 500 ribu.

Padahal dia juga bukan orang kaya, bahkan jauh dari kata kaya, sebut saja namanya Pak Karim. Entah, bagaimana awalnya Mas Haris dan orang itu bertemu. Hanya saja aku bisa memaklumi, sebab setelah seseorang mengenal lingkungnan baru, maka dia akan banyak mendapatkan kenalan baru. Lingkup pergaulan juga meluas. Barang kali itu kenapa Rasulullah mengatakan bahwa silaturahmi memanjangkan umur dan melapangkan rizqi. Bukan hanya suami dapat pelanggan baru dari pekerjaan yang semula, dia juga mendapat pekerjaan baru.

Namun tetap saja bagiku apa yang Pak Karim berikan itu tak benar, aku pun coba menasehati dan mengingatkan. Dia saja secara finansial jauh di bawah kami, kenapa mau memberi Mas Haris sebanyak itu?

“Itu nggak wajar lho, Bi. Bukannya Ustaz Abi juga bilang, kalau sebaiknya bekam itu tidak mentarif.”

“Ya, ini nggak mentarif, Mi. Beliau memang ngasih gitu aja. Mungkin karena ada hajat kali, Mi. Anggap saja ini rizqi untuk anak –anak.”

Pria itu menjawab lugas.

Pak Karim jadi sering memanggil Mas Haris, dan berlangganan bekam. Kadang sampai seminggu sekali, saking seringnya. Aku sampai bertanya –tanya, apa sakitnya separah itu, sampai harus bertemu.

“Mi, nanti kalau Abi nggak pulang, jangan ditelpon –telpon. Dicari –cari. Di cek –cek. Abi mau fokus i’tikaf di Masjid.”

Mas Haris bicara dengan nada menekan. Walau rasanya seperti diancam, aku pun mengiyakan. Semoga saja kegiatannya itikaf itu tidak berkumpul dan kopdar dengan teman-teman di grup WA-nya. Kalau tidak, mereka akan terus memprovokasi suamiku untuk poligami. Sama halnya batu, yang keras saja kalau ditetesi air terus terusan akan berlubang, apalagi hati suamiku?

Next .....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Dyah Astri Andriyani
makanya kalo ada suami yg mau hijrah,jangn diizinkan...percayalah hijrahnya sampe' ke selangkangan wkwkwkwk....
goodnovel comment avatar
Wafa Farha
iya, terimakasih sudah mampir ...
goodnovel comment avatar
Wafa Farha
baik Kak, terimakasih untuk infonya....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Ending

    Rus masih fokus melihat petugas. Ia kemudian terhentak begitu mendengar suara notif pesan masuk ke ponselnya. Wanita tua itu kemudian merogoh ponsel dalam tasnya lagi. Lalu menggeser layar ponselnya untuk melihat pesan apa yang dikirim padanya.“Dari Wawan,” gumamnya sembari mengklik isi pesan itu.Matanya nyaris saja terlepas dari tempatnya begitu membaca isi pesan itu.[ Innalillahi waa inna ilahi rojiun, bayi Inggit sudah tidak tertolong Mbak. Sebaiknya Mbak cepat ke mari, kita harus mengurusnya. ]“Ini tidak mungkin! Wawan pasti salah lihat. Dia pasti tidak mendengar dari Dokter secara langsung!” sangkalnya selagi bangkit dari duduk dan merapikan tas untuk kemudian dibawa dengan tergesa, menuju tempat di mana bayi Inggit selama ini dirawat, dan Wawan sudah menunggu di sana.Langkahnya bergerak begitu cepat, karena ia tak ingin kehilangan waktu sedikit pun. Seolah ia bisa datang tak terlambat dan mencegah kematian cucunya itu.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kami bisa mendapatk

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Tak Ada Rujuk untuk Khuluk

    “Jadi benar, kalian tidak bisa rujuk lagi?” Suara di seberang terdengar sedih.Sementara Haris, tak ada yang bisa ia lakukan. Lelaki itu hanya bisa menyimpan kesedihan dan penyesalannya untuk diri sendiri. Sejak awal ia sudah tahu, bahwa segalanya tidak akan bisa diperbaiki seperti dulu lagi.“Ris!” panggil sang ibu karena tak ada jawaban dari putra sulungnya di ujung telepon.“Ah, ya, Ma.” Haris terhenyak dari lamunan. “Bagaimana?”“Hem, kamu pasti sedang memikirkan hal berat sekarang.”“Hem.” Haris tersenyum miris. Jelas saja pikirannya berat. Tapi justru perceraian yang terjadi, membuatnya sebagian beban di kepalanya terangkat. Entah kenapa? Mungkin karena dia harus terus melihat bagaimana keluhan Salma saat bersamanya. Dia mana bisa terus melihat wanita yang dicintainya tidak bahagia.Ternyata begini rasanya, mencintai tanpa bisa memiliki, sesuatu yang dulu tak pernah ia pikirkan karena kehidupannya dengan Salma benar –benar bahagia.“Jadi sudah tidak bisa rujuk lagi kan?” sang Ma

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Pilu

    “Kenapa aku harus terus mengurus sesuatu yang bukan jadi tanggung jawabku? Apa mereka tidak lelah memeras dan memanfaatkanku sejak dulu?” gumam Haris yang belakangan semakin menyadari bahwa segala hal yang dilakukan di masa lalu adalah kesalahan.Pria itu sedang berada di sebuah pondok pesantren. Dan terpaksa mengatakan bisnis agar tidak dipaksa datang oleh Wawan dan Ibu Inggit. Ia merasa sudah cukup dengan mengirimkan uang kepada mereka. Di padepokan ini, Haris sudah menjalani ruqyah rutin atas rekomendasi ustaz Fawwas. Ada hal –hal yang tadinya tak terpikirkan tiba –tiba saja terlintas dalam pikiran mengenai keluarga Inggit.Baru saja menaruh ponsel di nakas dan bersiap untuk bersuci, tiba –tiba sebuah panggilan terdengar. Ia pun mengurungkan sejenak niatnya ke luar kamar dan mengambil ponsel itu untuk melihat siapa yang menelepon.“Mama?” gumamnya sembari mengklik icon berwarna hijau untuk menerima panggilan.“Assalamualaikum. Ya Ma?”“Waalaikum salam. Ris, gimana kabar kamu?”“Alh

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Lepas Tangan

    “Mas, apa Mas tidak ingin melihat anak Mas Haris?” tanya Wawan di sambungan seluler yang terhubung ke pada Haris. “Inggit masih koma.”Ia merasa sangat miris. Sampai sekarang Inggit masih belum sadar, sejak ia melahirkan prematur minggu lalu. Sepertinya sudah tidak ada harapan untuknya hidup. Sementara ibu Inggit terus saja menangis tanpa tahu apa yang harus diperbuat selain menunggu dengan sabar anaknya akan sadar.Hati Wawan teriris melihat kondisi kakak perempuan dan keponakannya, hingga ia berinisiatif untuk menghubungi Haris. Barang kali pria itu terketuk untuk datang dan membantunya memberi support.“Apa uang yang saya kirim kurang, Pak?” tanya Haris yang mulai kesal terus dihubungi. Padahal, dia sudah mengirim uang. Pekerjaannya terus tertunda karena mengurus Inggit dan anak mereka. “Saya sedang berada di luar kota mengurus pekerjaan. Tidak mudah kalau memutuskan pulang dalam waktu dekat. Saya pikir uang yang saya kirimkan sudah lebih dari cukup. Sebelum pergi saya juga sudah m

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Senyum-senyum Lega

    [ Jadi kali Unie duluan yang menggugat cerai ke Pengadilan Agama? ] tanya Ameena yang mendengar kabar perceraian Salma dan Haris.[ benar, Umm. Kali ini pengacara memasukkan berkas dan sudah diproses. ][ sudah masa iddah ya? ] tanya Ameena lagi. Seolah ia tak memahami jarak waktu yang terjadi. [ cepat sekali waktu berlalu. ][ benar. Saya memutuskan menerima pinangan kakak sepupu saya. ][ hem, tak masalah, Un. Berarti khuluk. Jadi memang tidak perlu lagi menunggu dirujuk. ] tulis Ameena lagi.Mata Salma melebar karena itu. Bagaimana bisa dia tidak memahami hal sepenting ini? Padahal dia lebih dulu berhijrah.“Apa Mas Haris mengetahui ini, tapi dia diam saja karena ingin memanfaatkan situasi?” gumam perempuan beranak enam itu.“Ada apa?” Ibu Salma datang membawakan makanan dan minuman di atas nampan untuk putrinya. Lalu meletakkan di nakas samping ranjang, agar Salma lebih mudah menjangkaunya.Melihat kedatangan sang Ibu, Salma buru –buru menyimpan ponsel. Ia tak mau membuat wanita t

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Pada Akhirnya

    "Di mana kalian menyembunyikan Inggit?" tanya Salma. Ia mungkin membenci perilaku wanita perebut suami orang itu. Namun, tidak untuk menyakiti fisiknya. Apalagi sekarang Inggit sedang hamil.Abyaz merasa ragu untuk menjawab pertanyaan Umi Hania, hingga ia menoleh ke arah Hania yang ternyata juga menatap Abyaz takut –takut. Ya, pemuda itu tahu dengan jelas bahwa gadis itu tidak sedang baik –baik saja. Ia kemudian mendongakkan kepala sekali, memberi isyarat pada Hania, dan bertanya apa yang harus dilakukannya di situasi seperti ini? Ia tak mau jawabannya nanti akan menyudutkan gadis itu.Hania tak menjawab dan hanya menunjuk tas yang dibawanya dengan tatapan mata. Saat itulah mata Abyaz membeliak. Sadar bahwa itu adalah tas Inggit yang tertinggal. Pasti karena keberadaan tas tersebut yang membuat mereka ketahuan.Pemuda itu menghela napas lelah. Kenapa dia bisa lupa mengamankannya? Dan Hania yang sedari tadi berada di rumahnya, apa tidak menyimpannya di tempat yang aman? Di gudang misa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status