Share

SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR
SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR
Penulis: Adriella Elleora

Bab 1. Lagi, dan lagi menginap di rumah bibi.

RAHASIA AYAH, IBU, DAN PAMANKU.

"Nak, malam ini kamu nginap tempat bibi Wati, ya. Ayah mau tidur di kebun. Padi, dan sayur-sayuran sudah dekat waktu panennya. Takut di makan sama monyet kalau nggak di awasi," ucap ayah yang tengah sibuk mempersiapkan perlengkapan untuk menginap di pondok nanti.

Aku merasa bingung dengan ayah. Tiap hari kamis hingga Minggu. Dia selalu tinggal di pondok.

Dia baru akan pulang setelah hari Minggu hampir usai, atau hari Minggu sore.

Dan selama itu juga dia menyuruhku untuk tidur di rumah bibi Wati.

Ada ibu di rumah ini. Untuk apa aku harus menginap di rumah bibi?

Aku pun sama sekali tidak merasa takut jika hanya sendirian saja di sini.

"Sandra tidur disini aja, Yah. Malu sama bibi Wati. Tiap hari kamis pasti Sandra selalu nginap di sana." Aku menolak perintah ayah.

"Lagian di rumah ini juga ada ibu. Sandra nggak sendirian," lanjutku lagi.

Ayah menghentikan tangannya yang hendak mengisi botol air minumnya.

Dia meletakkan kembali teko stainless itu di atas meja, dan berjalan mendekatiku.

"Bibimu nggak akan marah. Dia pasti menge—"

"Bibi memang nggak marah, Yah. Tapi Sandra yang malu. Semua orang disini tau, setiap hari kamis sore Sandra pasti akan menenteng kantong plastik yang berisi selimut untuk menginap di rumah bibi Wati. Sebenarnya ada apa sama ayah? Ayah menyuruh Sandra mengungsi ke rumah bibi, tapi ibu disini sendirian." Aku sampai tak sadar menyela ucapan ayah dengan nada sarkas..

Aku terlalu bingung dengan keadaan ini.

Sedari dulu ayah selalu menginap di kebun setiap hari kamis hingga hari Minggu. Dan aku pun di pintahnya mengungsi ke rumah bibi.

Hal itu terus berlanjut sampai sekarang aku berusia 18 tahun.

Jika aku menolak, maka ibu yang akan turun tangan.

Ibu tak segan-segan memukulku jika aku menolak perintah ayah.

"Kali ini saja, nak. Ikuti perintah ayah, demi kebaikan kita." Ayah mengusap pundakku lembut di sertai dengan senyum teduhnya.

Wajahnya yang sudah mulai terlihat keriput itu nampak sayu. Bagai menyimpan kesedihan yang mendalam.

"Tapi ibu?"

"Ibumu akan baik-baik saja." Kepala ayah terangkat melihat jam dinding. "Sudah mau jam 5. Kamu siap-siap sana, ayah juga mau siapin perlengkapan ayah nanti malam." Ayah bangkit berdiri, dan melangkah menuju meja tempat dia meletakkan teko tadi.

"Kamu belum siap-siap?" Tiba-tiba saja ibu keluar dari dalam kamar dengan mata melotot ke arahku.

Aku merapatkan posisi dudukku pada sofa usang itu.

Biarpun sekarang aku sudah 18 tahun, tapi nyaliku tetap ciut bila berhadapan dengan ibu.

"Bu, bo-bo-boleh nggak Sandra tidur disini aja? Sandra malu sama orang-orang sini." Ku beranikan diri meminta pada ibu untuk tetap disini.

Namun siapa sangka ibu langsung mendekatiku, dan menyeret ku ke dalam kamar tidurku.

"Sini kamu!" Dia menghempaskan tubuhku pada bibir ranjang dengan kasar.

Dan setelahnya, wanita yang sudah berdandan cantik dengan dasternya yang baru ku lihat itu beralih membuka pintu lemari milikku.

Dia mengambil pakaianku secara acak sehingga membuat pakaianku yang lain berjatuhan di lantai kamar.

"Cepat isi pakainmu kedalam tas, dan pergi ke rumah bibimu." Dia melemparkan pakaian itu ke wajahku tanpa menoleh. "Sekalian bawa sama selimut mu," imbuhnya lagi.

"Cepat! Kenapa hanya liat ibu?"

"Sandra mau tidur disini aja, Bu."

"Nggak boleh! Kamu harus menginap di tempat Wati," tolaknya tegas.

Perkataannya bagaikan sebuah perintah yang harus dilakukan tanpa boleh menolak.

Watak ibu yang keras membuatku takut untuk membantah.

Ku turuti perintahnya. Ku raih tas sekolah yang tergantung di balik pintu kamar, dan memasukan satu persatu pakaian yang tadi ia lempar, dan tak lupa juga selimut.

Mau sampai kapan aku terus begini?

Apa sampai aku dewasa nanti?

Aku sama sekali tak tau apa alasan ayah, dan ibu yang memaksaku mengungsi di rumah bibi Wati setiap hari kamis.

Aku hanya boleh pulang saat pagi mendatang untuk mengambil perlengkapan sekolahku.

Setelahnya aku akan berada di rumah bibi hingga hari Minggu sore juga.

Makin kesini aku semakin penasaran. Aku merasa ada yang di sembunyikan dariku.

Tapi apa?

Apa aku perlu mencari taunya?

"Dek, jangan marah-marah sama Sandra. Kasihan dia." Ayah tiba-tiba datang, dan berdiri di pintu kamar.

"Halah! Kamu itu terlalu manjain anak, makanya sekarang dia berani bantah." Bibir bergincu merah itu berucap ketus.

"Kalau mau berangkat ke kebun, jangan lupa ajak Sandra sekalian keluar dari rumah. Pastikan dia juga pergi dari rumah saat kamu berangkat," titahnya sembari melangkah keluar.

"Ayah, ini sebenarnya ada apa? Apa yang kalian sembunyikan dari Sandra?"

"Nggak ada apa-apa. Lebih baik sekarang kamu bersiap-siap. Ayah mau berangkat sekarang. Kamu dengarkan ucapan ibumu tadi?"

Dalam kekecewaan aku mengangguk patuh, dan berjalan gontai mengikuti langkah ayah.

___

"Mau nginep di rumahnya Wati lagi, ya, San?" sapa Bu Mira, tetangga depan rumah.

Aku tak menjawab karena mereka sudah tau pasti jawabannya.

Terdengar suara ibu-ibu yang berbisik-bisik membicarakan kebiasaan keluarga kami yang aneh.

"Setiap hari kamis pasti si Sandra, dan ayahnya nggak nginap di rumah. Terus ibunya sendirian di rumah?" Suara seseibu yang tak ku kenal.

Aku tak berani menoleh kebelakang karena hanya tatapan sinis yang ku dapatkan.

"Eh, ibunya nggak sendirian di rumah. Aku sering liat pamannya Sandra datang kalau hari sudah gelap. Aku juga pernah liat pamannya itu cuman pake handuk aja di dalam sana. Padahal' kan nggak ada abangnya. Kok dia berani bertandang kesana," sahut Bu Mira.

Ucapannya membuatku bingung.

Paman yang mana?

Apa paman Tejo, adik ayah itu yang bertandang ke rumah?

Tapi kenapa dia datang saat hanya ibu sendiri di rumah?

Apa jangan-jangan?

Aku langsung menepis pikiran buruk yang tiba-tiba saja muncul tanpa permisi.

Apa lagi mendengar ucapan Bu Mira yang mengatakan paman hanya mengenakan handuk saja di dalam sana.

Aku bukan anak kecil yang bodoh lagi.

Walaupun pergaulan ku masih di bilang wajar, tapi zaman yang modern membuatku bisa menebak apa yang Paman, dan ibu lakukan.

Semoga saja ini hanya dugaanku.

Aku akan kembali nanti malam untuk membuktikan ucapan Bu Mira tadi.

Apa benar paman datang atau tidak. Akan ku buktikan malam ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status