공유

suami 5

작가: ananda zhia
last update 최신 업데이트: 2025-04-06 13:20:52

Nggak mungkin janda kayak aku bisa menikah dengan bujang. Pasti sama keluarganya nggak bakal diterima. Tapi ternyata... 😍😘🥰

SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA (5)

Saya tahu mas masih bujang, dan tidak keberatan menikahi Ana yang janda tanpa anak. Tapi apa mas Ahmad tahu kalau Ana itu saat saya nikahi, dia sudah tidak peraw4n? Tidak ada noda darah sedikit pun di seprei pernikahan kami. Mas Ahmad rugi sekali menikahi mantan istri saya!" ujar Burhan dengan terkekeh.

Ahmad menatap Burhan dengan ekspresi datar, namun matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Ia mengangkat bahu dengan santai, seolah perkataan mantan suami Ana barusan tidak lebih dari sekadar angin lalu.

"Mas Burhan, mas ini aneh," ujar Ahmad dengan nada ringan. "Kalau sudah cerai dengan mantan istri, seharusnya mas nggak usah kepo dengan kehidupan Ana. Saya saja tidak tahu dengan mas Burhan, apalagi mas juga tidak diundang di pernikahan saya dan Ana, kan? Lalu, darimana mas tahu tentang nama saya dan pernikahan saya? Jangan-jangan mas ngepoin akun sosmed saya dan Ana atau mencari informasi tentang kami?"

Ahmad menyeringai sarkastis. Burhan yang semula tampak percaya diri, kini mulai tampak canggung. Wajahnya memerah, rahangnya mengatup erat.

"Maksud saya baik," katanya dengan nada yang lebih tinggi, seolah ingin menegaskan posisinya. "Saya tidak ingin mas Ahmad salah memilih istri. Ana itu perempuan nggak bener. Dia sudah tidak pe ra wan saat menikah dengan saya!"

Ahmad menatap Burhan dengan pandangan geli. Ia lalu menghela napas pelan sebelum menjawab, "Mas Burhan, mas ini pemikirannya kolot sekali. Tidak keluar da ra h saat malam pertama tidak bisa dijadikan standar untuk menentukan seorang istri per aw an atau tidak, apalagi jika senjata suami di bawah SNI panjangnya. Wah, ya nggak bisa mengoyak, mas."

Burhan mendelik. Wajahnya kini semakin merah, entah karena malu atau marah.

"Jadi mas Ahmad ngatain senjata saya pendek, bujel gitu!?" geram Burhan. "Enak saja! Istri saya yang kedua bisa berd a rah saat malam pertama dan hamil setelah enam bulan setelah kami menikah!"

Ahmad hanya tersenyum tipis. Ia tidak mungkin berkata pada Burhan bahwa saat malam pertamanya dengan Ana, Ana berd ar ah. Tidak perlu membuktikan apa pun kepada orang yang jelas-jelas hanya ingin mencari masalah.

Dalam hati, Ahmad mengingat cerita Ana tentang pernikahan pertamanya. Ana sempat bercerita bahwa malam pertamanya dengan Burhan tidak berjalan seperti yang Burhan harapkan. Saat itu, Ana tidak berd a rah. Keesokan harinya, Burhan langsung mengadu pada keluarganya. Ana habis dimaki-maki, dituduh sebagai perempuan nakal yang telah ternoda sebelum menikah. Keluarga Burhan bahkan sempat berniat meminta mahar dan seserahan kembali pada keluarga Ana, tapi keluarga tiri Ana menolak mentah-mentah.

Sejak saat itu, kehidupan Ana berubah menjadi neraka. Ia diperlakukan layaknya pembantu di rumah mertua. Semua pekerjaan rumah ditimpakan padanya, sementara Burhan semakin menjauh. Nafkah batin pun tak lagi diberikannya. Hingga akhirnya, Burhan berselingkuh dan menikahi selingkuhannya, yang kemudian ha mil tak lama setelah pernikahan mereka.

Ahmad menghela napas, berusaha menahan diri untuk tidak berkata lebih jauh.

"Mas Burhan," kata Ahmad akhirnya, "saya menikahi Ana karena saya mencintainya, bukan karena statusnya atau hal-hal yang mas perdebatkan ini. Kalau mas merasa bahagia dengan istri baru mas, ya bagus. Tapi kenapa mas masih sibuk memikirkan Ana?"

Burhan terdiam. Rahangnya mengatup keras, seolah tengah berpikir keras untuk membalas ucapan Ahmad. Tapi sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, sebuah suara lain menyela.

"Mas, ada masalah?"

Ahmad menoleh. Seorang rekan perawatnya berdiri tidak jauh darinya, menatap Burhan dengan curiga.

Burhan tampak gelisah. Ia melirik sekeliling, menyadari bahwa beberapa orang mulai memperhatikannya. Dengan wajah kesal, ia mengembuskan napas kasar.

"Sudahlah," gumamnya. "Semoga mas Ahmad sadar sebelum terlambat."

Tanpa menunggu jawaban, Burhan berbalik dan berjalan pergi dengan langkah lebar. Ahmad menggelengkan kepala, lalu kembali ke tugasnya.

"Siapa lelaki tadi?" tanya Anton, teman sejawat Ahmad yang tadi memanggilnya.

Ahmad mengedikkan bahu lalu menyilangkan telunjuk ke dahinya.

"Seperti nya orgil," sahut Ahmad lirih sambil tertawa.

"Heh, nggak boleh gitu pada keluarga pasien, Mad!" tegur Anton. Ahmad hanya tersenyum kecut.

"Dia mantan suami istriku. Dia mengatakan hal - hal buruk tentang istriku. Jadi hhh, aku benar - benar merasa ingin meninjunya. Karena bagiku, istri adalah kehormatan suami. Kalau ada yang menghina istriku, berarti dia menghina kehormatan ku, Ton! Untung saja aku masih bisa mengendalikan diri. Masa seorang perawat memukuli keluarga pasien," sahut Ahmad menghela napas panjang, berusaha menetralkan emosi.

Anton menepuk bahu Ahmad. "Wah, Ahmad! Aku nggak menyangka lho kamu bisa mode bucin seperti ini. Sepertinya dulu kamu adalah orang yang dingin, kaku, dan susah jatuh cinta," ujar Anton tersenyum.

Ahmad tertawa. "Aku sudah menemukan bidadari syurgaku, Ton! Akan kuusahakan dia selalu bahagia denganku!" sambung Ahmad dengan mata berbinar.

Anton mencebik. "Ya, kamu bisa ngomong gitu karena baru saja menikah. Tapi kalau kamu sudah bertahun-tahun menikah, isterimu sudah mengandung, melahirkan, menyusui anak - anak, badannya menggelambir, gemuk, dan kamu bertemu dengan banyak perempuan di tempat kerja yang masih cantik, aku berani taruhan kalau ucapan kamu akan berbeda, Mad!" seru Anton yakin.

Ahmad mengibaskan tangannya sambil meraih obat injeksi dalam ampul dan vial sesuai dengan nama pasien. Lalu mengenakan handscoon*.

"Insyallah aku tidak akan begitu, Ton! Sudah lah, ayo nyuntik pasien! Ngobrol mulu, entar dimarahin kep ala ruangan lho," tukas Arman sambil mulai menyedot isi obat dari ampul dengan spuit*.

Anton sesaat menatap teman satu shiftnya dengan kagum. Bagaimana mungkin laki-laki cukup dengan satu perempuan? Padahal profesi nya perawat yang banyak bertemu dan bersentuhan langsung dengan berbagai pasien.

"Oh, ya Mad. Sebenarnya aku ingin bilang nih. Aku punya utang dinas kamu dua hari. Biar kudinesin besok dan lusa, kamu juga bisa ambil libur untuk bulan madu. Masa pengantin baru langsung kerja," ujar Anton tulus.

Ahmad menatap temannya dengan ekspresi yang sulit dilukiskan.

Next?

Catatan kaki :

Karu : Kepala ruangan : tenaga perawat yang bertugas mengelola kegiatan pelayanan perawatan di satu ruang rawat.

Ampul : wadah kecil yang tertutup rapat untuk menyimpan dan mengawetkan cairan atau padatan.

Vial / flacon : Vial merupakan suatu benda penampung cairan, bubuk, atau tablet farmasi.

Handscoon : sarung tangan.

Spuit : alat untuk menyuntikkan atau menghisap cairan atau gas.

Injeksi : suntik : tindakan medis memasukkan cairan ke dalam tubuh menggunakan jarum.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 37 B

    Mertuanya hanya menatap Nisa tanpa berkata apapun. Sebenarnya dia ingin meluapkan kekesalan dan memaki Nisa karena kata Desi dan Dewi, Anton tidak mau menunggunya semalam karena dihasut Nisa. Tapi lidah nya terasa kelu dan tidak bisa bersuara dengan baik. Tak lama kemudian, Anton pamit untuk sholat, meninggalkan Nisa dan ibunya berdua. Suasana terasa canggung. Sebenarnya Nisa juga merasa tatapan mertua nya tidak enak padanya, tapi Nisa berusaha untuk tetap tegar dan bersikap baik pada beliau.Tak lama kemudian, datanglah petugas dapur rumah sakit yang membawakan snack sore. Nisa tersenyum dan mendekati tempat tidur. "Bu, mau saya bantu makan buburnya?" tanyanya lembut.Ibu Anton mengangguk pelan. Nisa dengan telaten menyuapi sang ibu mertua, memastikan tidak ada bubur yang tercecer. Awalnya, mertuanya merasa tidak nyaman, tapi perlahan ia mulai terbiasa. Melihat kelembutan Nisa, hatinya mulai melunak, apalagi dia merasakan perlakuan dan ucapan Nisa yang jauh lebih lembut dan telaten

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 37 A (tamat)

    "Nggak. Ilmu darimana itu. Istri hanya wajib patuh pada suami. Nggak wajib merawat mertua! Apalagi Nisa sedang hamil besar. Hampir sembilan bulan! Aku tak ingin anak istriku kenapa - napa. Jadi malam ini dan besok pagi, kalian atur saja siapa yang menemani ibu di rumah sakit. Besok siang, biar aku yang menemani ibu setelah pulang kerja. Tapi aku tegas kan lagi, jika aku dan Nisa tidak bisa menginap di rumah sakit saat malam," ujar Anton tegas sambil menggenggam tangan sang istri. "Anton! Apa maksudmu? Kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibu?" suara Desi meninggi.Anton menarik napas dalam. "Bukan begitu, Mbak. Aku tetap sayang sama Ibu. Tapi aku juga punya istri yang sedang hamil besar. Aku ingin jadi suami yang adil dan bijaksana."Dewi mendengus sinis. "Bijaksana? Jangan bilang Nisa yang menghasutmu sampai begini! Dia sudah mencuci otakmu!"Anton menggeleng pelan. "Tidak ada yang mencuci otakku, Mbak. Aku sadar sendiri. Aku ingin menjadi suami yang bertanggung jawab. Aku tidak mau te

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 36 B

    Nisa melambaikan tangannya saat Anton berangkat dengan menaiki motor nya untuk bekerja. Dia mengelus perut buncitnya yang selalu dicium dan dielus oleh Anton setiap saat. Bahkan Anton selalu pamit pada anak di dalam perutnya saat berangkat kerja. Dan selalu dibalas dengan gerakan serta tendangan lembut dari kaki sang bayi yang membuat Nisa tersenyum karena merasa geli. Setelah menutup dan mengunci pintu, Nisa pun merebahkan diri sejenak di kasur yang ada di ruang tengah dengan menonton tivi. Mendadak Nisa teringat ucapan mertuanya yang tidak memperbolehkan nya bersantai sebelum dia menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Ia menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan pikiran buruk. Dengan sabar, Nisa lalu bangkit dan mulai membereskan rumah, mencuci pakaian, dan memastikan semua dalam keadaan rapi sebelum akhirnya duduk di ruang tengah kembali. Baru saja ia meraih remote untuk menyalakan TV, suara ketukan terdengar dari arah pintu depan."Siapa ya?" gumamnya, bangkit dan berjalan

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   suami 36 A

    "Ana, maafkan Ayah!"Ana tertegun di ambang pintu. Dadanya berdegup kencang, tangannya mencengkeram selendang di bahunya. Pria paruh baya di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan."Ayah?" Suaranya tercekat. "Kenapa kemari?"Surya, pria itu, ayahnya, tersenyum kaku. "Ayah minta maaf, Ana," katanya lirih. "Ayah tahu, ayah tidak punya malu karena baru minta maaf sekarang. Tapi ayah benar-benar tulus ingin meminta maaf padamu."Ana menggigit bibirnya. Kenangan lama berkelebat di kepalanya—makanan sisa yang harus ia telan, bentakan ayahnya saat ia mengadu, keputusan ayahnya yang hanya membiayai Darma, lalu paksaan menikah dengan Burhan.Matanya panas. Ingin rasanya ia mencari kehangatan di pelukan Ahmad, tapi suaminya sedang dinas pagi. Yang bisa ia lakukan hanya menarik napas panjang, mencoba mengendalikan gejolak hatinya.Ana ingin menangis dan berteriak di depan wajah ayahnya lalu menceritakan semua kesulitan yang didapatkannya saat ana diusir dari rumah pasca berpis

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 35 B

    "Layanan kamar, Sayang!" ujar Ahmad dengan riang. Ana tersenyum berbinar dan haru melihat suaminya yang begitu perhatian padanya. "Kamu... Kok tahu kalau aku lapar, Mas?" tanya Ana dengan senyum manisnya saat Ahmad meletakkan bakinya di atas nakas. "Kamu kan ibu menyusui, pasti cepat lapar lah. Aku tahu, Yang. Kamu susuin anak kita saja. Biar aku yang menyuapimu," ujar Ahmad. Ana yang sedang bersandar di dipan ranjang sambil duduk dan menyusui anaknya langsung membuka mulut. "Wah, boleh. Aaaaa!"Ahmad tertawa dan mengambil potongan buah, lalu menyuapkannya ke mulut sang istri. "Hm, manis, dingin, seger! Terimakasih, Mas! Kamu baiiiik sekali padaku. Semoga rejeki kamu semakin melimpah dan berkah, Mas!" ujar Ana tulus. "Aamiin, Yang. Apa sih yang enggak buat istri sholihah yang selalu ikhlas merawatku dan ibuku," sahut Ahmad. "Mas, apa kamu nggak capek? Tadi sepertinya kamu paling sibuk saat acara aqiqah Ihsan," tanya Ana. "Kok sekarang malah begadang membantu ku merawat Ihsan? B

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 35 A

    Keheningan menelan ruangan. Ana berhenti mengayun bayinya, Anton menegang di kursinya, dan Nisa menutup mulut dengan tangan gemetar. Ahmad menatap mbok Darmi, mencari kepastian di wajah tetangganya itu."Pasti ketularan Mas Burhan, ya?" Ana bertanya pelan, nyaris berbisik.Mbok Darmi mengangguk sambil terisak. "Kamu betul, Ana. Burhan lah yang menulari Wulan. Huhuhu… kalau tahu Burhan mengidap penyakit HIV, aku nggak mungkin menyetujui hubungan mereka dulu!"Ana menggigit bibirnya, prihatin pada Wulan, merasakan campur aduknya yang dirasakan Wulan sekarang. "Dan lagi," lanjut Mbok Darmi dengan suara serak, "Burhan sekarang sudah meninggal… karena dilenyapkan oleh Neni."Ahmad mengangguk. "Kalau soal itu, saya sudah tahu, Mbok. Jadi Wulan baru tahu tentang penyakit nya saat ini?"Mbok Darmi mengangguk lagi. "Neni membunuh Burhan, entah untuk membela diri saat Burhan datang ke rumah Neni dengan mengamuk karena ketularan HIV. Dan setelah pulang dari kantor polisi karena terlibat dana

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status