Bab 7
Dafa
Aku memutuskan untuk menyewa seorang perempuan berpura-pura menjadi istriku. Saat aku ke rumah Ranti membawa perempuan sewaanku, ibunya percaya. Ia sangat senang karena aku diizinkan menikah lagi oleh istriku.
Sementara Ranti yang tau siapa istriku tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya diam dan sesekali berbicara. Mungkin karena rasa cintanya yang besar terhadapku, akhirnya ia menyetujui caraku ini.
Dalam pertemuan itu, direncanakan tanggal pernikahan aku dan Ranti. Pernikahan akan diadakan pekan depan dengan mengundang warga sekitar saja. Aku rasa semua aman, karena di daerah Ranti tak ada yang mengenalku.
Saat akan pulang, Ranti merasa khawatir mengenai ide gil*ku saat ini.
"Mas, hati-hati di jalan ya! Semoga caramu ini tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," katanya.
Aku hanya tersenyum dan pulang bersama wanita sewaanku malam itu.
***
Sebelum pernikahan, aku mengganti semua furniture di rumah Ranti. Akupun membeli ranjang baru untuknya karena itu pun untuk kenyamananku nanti saat di sana.
Ranti mengucapkan banyak terima kasih atas pemberian barang-barang dariku. Akupun memperbaiki rumahnya, setidaknya agar tidak bocor saat ditempati.
Aku bermain cantik, sampai Sarah tidak menyadari kalau aku mendua. Sarah maafkan aku, aku hanya seorang lelaki yang kodratnya memang menyukai keindahan.
***
Hari pernikahan datang. Aku izin pada Sarah untuk menemui ibuku di Bogor dan menginap di sana. Padahal aku akan menikahi Ranti. Kubilang aku akan menginap dua malam di sana.
Aku datang dengan kemeja dan jas yang rapi didampingi oleh beberapa kerabat Ranti yang ikut denganku karena aku tak membawa orang satupun.
Walau pernikahan siri, tetangga dekat tetap diundang. Kami ijab kabul di rumah Ranti. Saat ijab kabul, walinya adalah pamannya, karena ayahnya sudah tak ada.
"Saya terima nikah dan kawinnya Ranti bin Deden dengan mas kawin seperangkat emas seberat tiga puluh gram dibayar tunai."
"Mas, terima kasih atas segalanya," bisik Ranti setelah akad selesai.
Akhirnya sah, aku menjadi suami bagi Ranti. Kami berdua bahagia bisa berada di pelaminan saat ini.
Acara resepsi bagi warga tidak terlalu lama. Semua berakhir pada waktu ashar. Aku sangat senang semua selesai, karena aku bisa menepas lelahku di kamar.
"Mas, mandi dulu sana!" ucap Ranti yang kini menjadi istriku.
"Siap, Sayang!" jawabku sembari menjawil pipinya yang berisi. Aku sudah bisa menyentuhnya saat ini. Saat dekat dengannya kemarin, aku menjaga untuk tidak menyentuhnya sebelum halal.
Setelah itu bergantian Ranti yang mandi. Lalu kami makan bersama sore itu.
"Bu, aku berencana mengajak anak ibu menginap di hotel dua malam ini. Apakah ibu keberatan?" tanyaku pada ibunya Ranti.
"Baiklah, ibu setuju. Karena di sini tidak layak buat Pak Dafa. Ya sudah kalian siap-siap dan segera berangkat," jawab ibu.
Hal ini merupakan kejutan bagi Ranti karena ia tak tau sebelumnya kalau aku akan mengajaknya ke hotel. Wajahnya jadi merah merona saat aku meminta izin pada ibu untuk mengajaknya ke hotel.
Kamipun melakukan perjalanan ke sebuah hotel berbintang lima. Aku sudah siapkan segalanya untuk aku dan Ranti dua malam ini.
***
Saat status kami sudah suami istri, hubungan kami di kantor biasa saja. Kami tak menunjukkan kebersamaan. Aku memintanya untuk bersikap biasa saja.
Saat ini aku membangun sebuah ruangan menjadi sebuah kamar di dalam ruanganku. Rencananya untuk aku dan Ranti bermalam di sini jika kemalaman.
Aku sudah menyiapkan baju tidur untukku dan untuknya, kusimpan di laci kerjaku karena ruangan belum jadi.
Namun, ketika ruangan sudah jadi baru-baru ini, sudah ada tempat tidur dan lemari. Lemari juga sudah kuisi baju tidur baru serta ada sepatu baru untuknya, semua tak bisa digunakan karena Ranti memutuskan berhenti bekerja dan sudah pindah ke Bogor.
***
Ranti hamil dan ingin punya rumah layak. Aku berpikir untuk memindahkan Ranti dan keluarganya untuk tinggal di rumahku di Bogor.
Jadilah mereka pindah di rumah Bogor. Beruntung, pengontrak di sana sudah keluar seminggu sebelumnya. Aku meminta Agung untuk membersihkan rumah karena akan ditempati oleh Ranti dan keluarganya.
Pindahlah mereka ke Bogor. Saat di sana, aku memperingatkan Agung agar jangan memberitahu istriku kalau ada Ranti dan keluarganya di rumah ini.
"Baiklah, Pak. Saya akan jaga mulut." Aku memberinya sejumlah uang. Lalu ia berterima kasih atas pemberianku.
Belum juga seminggu, ia minta uang lagi. Kuberi lagi dan lagi hingga sudah empat kali dalam sebulan. Ini malah aku yang kesannya mengontrak padanya.
Lalu ketika aku tak mau membayar lagi, ia mengancam akan memberi tahu Sarah. Aku tak takut, dan balas mengancamnya karena aku punya bukti kalau ia selalu mengancamku untuk meminta uang padaku.
Akhirnya aku curiga kalau Agung membocorkan semua karena Sarah tiba-tiba bilang sudah menjual rumah kami yang diisi oleh Ranti dan keluarganya.
Saat itu aku sangat terkejut, bagaimana memindahkan mereka dalam satu hari. Aku ketar ketir mencari kontrakan baru untuk istri keduaku. Akhirnya pun dapat, pagi-pagi sekali kuminta temanku disana membantu Ranti pindahan. Sementara aku pun menuju ke sana.
Kutemui Agung saat itu, namun ia mengancam lagi akan memfitnahku menyakitinya dengan memukuli Agung. Saat itu ia menyakiti dirinya sendiri dan akan mengaku kalau ada yang ingin menyakitinya.
Aku tak takut dan akan menghadapinya. Semua sudah terekam jelas.
🌸🌸🌸
Bab 8Seperti biasa, aku harus ke kantor hari ini juga. Kami akan mengadakan rapat dalam proyek percetakan cabang Bogor. Pagi ini, saat Mas Dafa mandi, kulihat ponselnya tergeletak di ranjang.Aku tertarik untuk membuka ponsel Mas Dafa, karena selama ini aku tak pernah sekalipun membukanya. Jadi, aku tak tau apa yang ia sembunyikan.Kucoba buka aplikasi hijaunya karena banyak pesan di layar.Ada pesan dari Agung.[Pak Dafa, anda salah tak memberikan uang lagi padaku. Sudah kulaporkan perbuatanmu pada Bu Sarah. Drama dipukuli sudah berhasil, bapak lihat saja nanti Bu Sarah pasti akan menindak Bapak.]Aku terkejut dengan Agung yang ternyata malah minta uang dan bilang kalau aku sudah tau. Segera kuhapus dan kublokir saja sekalian nomor Agung dari sini.Ternyata ia bermuka dua, bilang padaku kalau ia dipukuli Mas Dafa. Tapi ada benarnya juga ia memberitahuku karena kalau tak ada info darinya, aku tak tau apapun yang dilakukan Mas Dafa di luar.Lalu aku beranjak ke pesan berikutnya, di si
Dafa"Gimana, Sar? Kamu mau bantu kan?" tanyaku.Sarah tak mau menjawabku, ia sibuk dengan dirinya sendiri."Gimana mau bantu, buat kost-kostan aja aku masih kurang. Apalagi cuma sekedar buat tas yang nggak penting gitu. Kakakmu aneh, masa permintaan aneh gitu mau diturutin? Bilang sama kakakmu, Mas. Kalau beli apa-apa sesuai kemampuan. Kalau kita nggak mampu, ya jangan usaha buat beli, sampe mau pinjem segala." Ia tertawa puas.Seenaknya saja ia bicara seperti itu. Salahku juga sih pake bawa-bawa kakakku. Padahal kakakku tak mungkin istrinya ngidam begituan. Ia hanya seorang guru honorer, tak mungkin istrinya minta tas mahal.Ini permintaan istriku tercinta--Ranti. Aku ingin memanjakannya. Namun apadaya, uang yang kupunya ternyata cuma sejuta lagi. Gara-gara Sarah juga pake minta tambahin segala. Tanpa pikir panjang, akupun memberikan uangku tadi pagi.Sekarang aku kelimpungan saat Ranti minta tas branded KW. Walaupun KW, pasti harganya sekitar lima juta. Aku harus cari uang dimana l
"Kenapa harus dengan Sarah, Yah?" tanyaku heran."Karena Sarah juga sedang butuh uang."Tanpa pikir panjang, aku keluar dan mendatangi ruangan Sarah."Sar, dipanggil sama Ayah. Beliau ada di ruanganku."Sarah sedang fokus di laptopnya, ia menoleh sebentar, lalu fokus lagi ke laptopnya."Sar, ayo. Temui Ayahmu dulu!" kataku."Oke, sebentar," katanya.Lalu ia dan aku menuju ruanganku yang sempit dan hanya difasilitasi kipas angin saja. Berbeda dengan ruangan yang dipakai Sarah sekarang. Setibanya di ruanganku, kami duduk berdampingan. Ayah mulai berbicara."Begini, saat ini Ayah tau kamu masih butuh uang untuk menutupi harga kost-kostan yang akan kau beli. Ayah sebenarnya ingin menambahkan, tapi ini kan bisnis. Bagaimana jika semua tambahan biaya akan ayah tanggung, tapi ditukar dengan rumah dan salah satu mobil kalian pada Ayah!" Aku melongo dengan pernyataan Ayah mertuaku. Sarah bilang, Ayahnya yang akan menanggung kekurangannya. Ternyata ia tak mau rugi juga, minta rumah yang kami
"Dek, ayolah aku mau ikut numpang pake mobilmu. Lagipula kenapa mobilku yang dijual?""Nggak bisa, Mas. Aku harus nganterin Reza ke rumah Ibu. Lagipula aku ada urusan sebentar dengan beberapa orang. Kalau kamu ikut aku, bisa terlambat. Malu dong sama karyawan lain! Trus kenapa mobil yang Mas pake karena mobil yang kupakai memang sudah kupunya sejak gadis. Aku pantang untuk menjualnya. Lagipula sekarang aku pimpinan, masa aku naik angkutan umum. Ya nggak lah, kamu aja Mas, lebih cocok!" jelasku panjang lebar, mudah-mudahan bisa ditelannya matang-matang.Namun Mas Dafa malah balas membulatkan matanya."Kenapa lagi sih, Mas?" tanyaku karena tak terima dipelototi olehnya."Kenapa tiba-tiba aku jadi bawahanmu, Sarah? Apa salahku pada Ayah? Kurasa selama ini pekerjaanku baik-baik saja. Malah aku sangat berprestasi, kalian akan memiliki percetakan cabang Bogor. Setelah sukses, aku yang didepak. Aku jadi tau karakter Ayahmu sekarang," katanya.Aku menahan emosiku agar tidak meledak dihadapann
Waalaikumsalam, Ari. Kamu makin ganteng aja sekarang," kata Ayah. "Iya, ini putri saya. Kalian pernah ketemu kan?""Iya, lah. Kami bertemu saat aku akan melihat kost-kostan yang akan dibeli.""Iya. Semua sudah beres, Bu. Pak Satrio itu sangat cepat dalam urusan seperti ini. Beliau tidak mau membuat penjual tak nyaman.""Iya, saya tau. Oya, itu berarti untuk pembayaran kost bulan depan, semua akan masuk padaku kan?" tanyaku."Iya, tentu. Nanti kita temui para mahasiswa ya! Biar sekalian kenalan sama ibu kost baru," katanya."Oke boleh deh, Pak Ari. Duh, saya jadi nggak enak ketemu para mahasiswa. Eh, tapi itu kost perempuan kan ya?" tanyaku."Iya. Kost perempuan. Saat ini seluruh kamar full ada yang ngisi. Saya jual satu kost, sebenarnya masih punya beberapa rumah kost. Jadi saya hanya menjual satu saja buat putri Pak Satrio," katanya.Dalam hati aku berdecak kagum atas diri Pak Ari. Masih muda tapi sudah punya beberapa kost-kostan dengan nilai miliaran.Kami duduk bersama di ruang tam
DafaSarah memberiku jatah 20 juta. Katanya kalau kebutuhanku hanya untuk diri sendiri, jadi bagian dia lebih besar. Aku tak mau ribut, akhirnya setuju saja dengan apa katanya.Kubelikan tas pesanan Ranti, ditambah pesanan lain berupa makanan serta aku belum melunasi kontrakan Ranti setahun kedepan. Kemarin baru kubayar sepuluh juta, tinggal sepuluh juta lagi belum kulunasi.Selanjutnya, setelah kubayar semua, uangku tinggal lima juta. Aku berpikir untuk membeli sebuah motor bekas agar bisa kugunakan untuk pulang ke Bogor. Tak terbayang kalau harus menggunakan angkutan umum, bisa lelah aku di jalan.Aku pun menemukan motor bekas masih lumayan bagus seharga lima juta rupiah. Setelah deal dengan pemiliknya, motor langsung kubawa pulang.Kukira terlambat sampai rumah, karena Sarah tak muncul di kantor sampai ku pulang. Ternyata ia belum ada di rumah. Kemana perginya dia? Masa di rumah Ayah sampai lupa pulang?Menjelang pukul tujuh malam, ia sampai dengan Reza yang tertidur."Kamu dari ma
"Tak usah sedih lah, jabatan datangnya dari Allah. Terima saja ketetapan yang diberikan. Toh, yang jadi pimpinan itu istriku juga," jawabku padanya.Ia pun paham. Aku memang terima saja apa yang ditakdirkannya. Termasuk saat aku ditakdirkan untuk menikah lagi dengan wanita secantik Ranti. Ia benar-benar sempurna bagiku. Aku begitu tergila-gila padanya.Sampai-sampai, saat ini pun aku selalu memikirkannya walau jam pulang masih satu jam lagi.Tak lama, Sarah datang ke ruanganku. "Mas, titip makanan ini buat Ibu, ya!" Ia memberikan sebuah cake toping coklat. Wah, kue seperti ini seleranya Ranti. Bisa-bisa nanti Ranti yang makan kue ini."Oke, terima kasih, ya, Dek. Kamu memang menantu yang perhatian. Sebentar lagi aku langsung pulang ya! Kamu hati-hati di rumah, ya, Dek!""Nggak apa-apa, Mas. Aku sudah biasa ditinggal kok. Aku kembali ke ruanganku, ya!" "Oke, Dek!" ucapku.Istriku makin cantik dan berisi setelah ia bekerja kembali. Mungkin kebahagiaannya bisa bekerja dan bukan di ruma
Kali ini aku pulang kantor dengan hati senang. Semoga saja rencanaku berhasil. Aku belikan kue untuk dibawa ke Bogor yang telah dicampur dengan obat pencahar.Tinggal menunggu Mas Dafa pulang nanti semoga saja rencana ini berhasil.***Mas Dafa nggak pulang sejak hari Senin. Ada apa dengan dia? Seenaknya saja nggak masuk. Baru aja dijadikan koordinator produksi. Kalau dia mangkir terus, bakal kukeluarkan dari kantor. Masih banyak orang cerdas yang butuh pekerjaan, namun Mas Dafa malah menyepelekan pekerjaan.Apa perlu kudatangi rumah ibunya? Biar segera terbukti kalau ia tak ke rumah ibunya. Namun, kerumah wanita itu.Saat tiba di kantor, Ayah sudah ada. Beliau sesekali mengontrol kami. "Bagaimana Sarah, apa ada kesulitan?" tanya Ayah."Nggak, Yah. Insya Allah dalam sebulan sudah bisa dioperasikan. Sekarang sedang open recruitment para karyawan. Mereka wawancara hari ini di sini," kataku."Sudah ada tim wawancaranya?""Sudah, Yah. Aku dan Pak Ari.""Oh, jadi hari ini Ari akan ke sin