Home / Romansa / SWEET CAKE / Butuh Usaha Lebih Keras

Share

Butuh Usaha Lebih Keras

Author: Rusmiko157
last update Last Updated: 2021-01-26 22:32:47

Setelah dua hari, kondisi Lea sudah kembali pulih. Bukan hanya kesehatan Lea saja yang dipulihkan. Zen juga selalu memastikan bahwa wanita yang dia sewa benar-benar bersih. Termasuk pemasangan alat kontrasepsi, karena Zen tidak ingin benihnya tumbuh di dalam rahim wanita sewaannya. Zen juga sudah memenuhi lemari di kamar Lea dengan berbagai macam pakaian sesuai dengan selera pria tersebut.

"Apa ada yang salah dengan dirimu?" tanya Clint saat sedang melakukan general check up pada Zen.

"Tidak pernah ada yang salah dengan diriku. Apa aku perlu mengkhawatirkan kondisi kesehatanku?" Zen balas bertanya pada dokter pribadinya tersebut.

Clint mengangkat bahu. "Tidak ada. Hanya saja ... tidak biasanya kau menyewa wanita lebih dari tiga hari. Aku hanya ... heran," jawab Clint.

"Maksudmu wanita itu?" Zen mendengkus pelan. "Dia bahkan belum pernah sama sekali melayaniku."

"Benarkah?" Pertanyaan yang hanya mendapat respons jengah dari Zen.

"Kau tahu? Wajah wanita itu tampak tidak asing bagiku. Entahlah, tapi aku merasa pernah bertemu dengannya. Dari mana kau mengenal wanita itu?" Clint meletakkan catatan medis Zen lalu melipat tangan di atas meja.

"Jangan bilang kalau dia juga pernah tidur denganmu!" tukas Zen.

Clint terkekeh. "Jangan samakan aku dengan dirimu, Zen. Katakan ... dari mana wanita itu berasal?" tanya Clint.

Zen tampak berpikir sejenak, lalu dia melihat Clint sambil berkata, "Aku pergi."

Pria itu beranjak lalu berbalik begitu saja, mengabaikan pertanyaan Clint yang memang tidak ingin dia jawab sama sekali.

"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku!" seru Clint. Namun, hal itu sudah tidak dipedulikan lagi oleh Zen.

Meninggalkan ruangan Clint, pria berperawakan tinggi tegap itu berniat untuk menyambangi Lea. Sejak terakhir kali dia pergi ke kamar wanita itu, yaitu ketika Lea sakit, pria itu belum sekali pun menemui Lea lagi. Ini adalah pertama kalinya dia akan menemui wanita itu.

Atas permintaan Lea, pintu kamar yang ditempati wanita itu tidak lagi dikunci. Lagipula, dengan dua penjaga berbadan besar yang selalu terselip senjata di pinggangnya, ke mana Lea bisa pergi?

Zen mendorong pintu di hadapannya lalu masuk begitu saja, membuat si penghuni kamar yang tengah duduk di dekat jendela berpaling dengan cepat. Wanita itu lantas berdiri, bersikap waspada kala Zen semakin mengikis jarak dengannya.

Zen tersenyum seolah tanpa dosa. "Bagaimana kabarmu, Sweet Cake? Lama kita tidak bertemu."

Lea berjalan mendekat dan berhenti dua langkah dari pria itu. Mata bulat dengan iris hijau terang yang menghiasi wajah wanita cantik itu menyorot berani pada Zen.

"Kukira kau sudah lupa jika di salah satu kamar yang ada di rumahmu, ada seorang wanita yang sangat membencimu," seloroh Lea.

Sama sekali tidak tampak gurat kemarahan di wajah Zen. Pria itu justru menyunggingkan senyum menawan seolah apa yang dikatakan Lea adalah pujian untuknya.

"Aku hanya memberimu kesempatan untuk memulihkan diri sebelum kau melaksanakan pekerjaanmu," ujar Zen.

Ketenangan yang selalu tergambar di wajah Zen justru semakin membuat Lea berang. Wanita itu mengetatkan rahang. Berhadapan dengan Zen hanya membuatnya merasa semakin rendah. Lalu tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepala Lea. Jika dengan cara kasar tidak bisa membuat Zen melepaskannya, mungkin Lea harus menggunakan kepiawaiannya dalam menggoda pria. Ya, Lea berpikir cara itu mungkin berhasil mengeluarkannya dari penjara pria sialan tersebut.

Tidak bisa dengan cara gegabah. Dalam diamnya, Lea mencoba mencari cara agar siasatnya tidak terbaca oleh Zen.

"Do it your self, Asshole! Aku memiliki pekerjaanku sendiri!" Memasang raut penuh kebencian, Lea bergerak mendekat pada Zen sambil menunjuk dada pria teesebut.

Zen menangkap telunjuk Lea yang menempel di dadanya. Kemudian dia menggeleng sambil menarik satu sudut bibirnya ke atas.

"Watch your finger, Sweet Cake. Gunakanlah jarimu sebagaimana mestinya." Meski diucapkan dengan suara rendah, tapi kalimat itu terasa begitu dalam.

Tanpa melepaskan telunjuk Lea, Zen mengeluarkan seringainya. Lantas, dia menarik jari wanita itu dan memasukkannya ke dalam mulut. Seketika bulu kuduk Lea berdiri. Wanita itu merasakan seluruh tubuhnya merinding hingga tanpa sadar kedua matanya terpejam, menikmati sensasi hangat dan basah di mulut pria itu.

Seolah tubuh Lea bergerak tanpa perintah, wanita itu membasahi bibir lalu menggigitnya. Lantas, saat Zen mengeluarkan telunjuk Lea dari mulut dan menciumnya, wanita itu menunjukkan gestur kecewa.

"Perhatikan sikap--"

Zen tidak pernah bisa melanjutkan ucapannya karena Lea tiba-tiba menarik kerah jas pria tersebut dan menyerangnya dengan ciuman. Berawal dengan ciuman-ciuman ringan, semakin lama ciuman Lea semakin agresif. Bukan hanya bibirnya yang bekerja, tangan lembut Lea bergerak dengan cepat melepas kancing jas Zen lalu memaksa pria tersebut menanggalkan jas mahal yang melekat di tubuhnya.

Hanya tersisa kemeja putih yang menutupi tubuh bagian atas Zen. Kemeja itu pun tidak luput dari keagresifan Lea. Dalam sekejap saja, kancing kemeja itu sudah terlepas. Saat telapak tangan Lea menyusuri pahatan otot yang begitu keras di dada dan perut pria tersebut, Lea merasa semakin tersulut gairah. Tubuh Zen begitu menggoda untuk disia-siakan.

Apa pun yang dilakukan Lea, direspons dengan baik oleh Zen. Pria itu begitu piawai mengimbangi keagresifan Lea. Membiarkan Lea melakukan semua yang dia inginkan, tapi tetap menjaga dominasi. Keduanya bergerak tanpa arah dengan bibir yang masih terpaut.

Ke mana pun mereka bergerak, tetap saja mereka berakhir di atas ranjang. Lea mengerahkan tenaganya untuk mendorong tubuh liat Zen ke atas ranjang. Dengan posisi setengah berbaring, Zen membiarkan Lea duduk di atas perutnya. Wanita itu menurunkan ciumannya ke leher Zen sementara tangannya sudah bergerak nakal mengelus milik pria tersebut.

Zen mengerang. "Jangan terburu-buru, Sweet Cake. Kita perlu menikmatinya," ujarnya parau.

Namun Lea tidak peduli. Niat awal untuk membuat Zen bertekuk lutut di kakinya harus kandas saat jemari lentik wanita itu menyentuh milik Zen yang terasa begitu perkasa di bawah sana. Lea sudah tidak sabar.

Ketika Zen menahan tangannya, Lea tidak menyerah. Wanita itu kembali mencoba mendapatkan apa yang dia mau dengan menciumi dada bidang pria tersebut dan terus turun ke perut kotak-kotak yang sejak tadi menjadi salah satu bagian favoritnya untuk diraba.

"Tahan, Sweet Cake." Zen menarik pelan rambut panjang Lea saat wanita itu menurunkan ciuman ke perut bawahnya yang mana masih terbungkus celana panjang.

"I want you," ucap Lea parau.

Zen melebarkan senyumnya lalu berkata, "Aku tahu. Kau hanya perlu menunggu beberapa saat lagi," ujarnya.

Dalam satu tarikan, dress yang melekat di tubuh Lea langsung terlepas. Zen melemparnya asal. Pemandangan yang tersuguh di hadapannya terasa sangat menggoda. Posisi Lea yang sedikit membungkuk, menunjukkan bagian depan tubuh wanita itu yang begitu menggoda untuk disentuh.

Zen menatap Lea sejenak. Lantas, dia menarik tubuh Lea dan mendekapnya hingga dada Lea berada tepat di depan wajah pria tersebut. Tidak menyia-nyiakan waktu, Zen menciumi permukaan kulit seputih susu dan sehalus pualam yang tersaji di depan wajahnya itu.

"Zen ...," erang Lea yang sangat menikmati apa yang dilakukan pria tersebut.

Tangan kiri Lea sibuk meremas rambut pria itu, sementara tangan kanannya berusaha menemukan bagian tubuh Zen yang menurutnya sangat enak untuk berpegangan. Lalu, dengan cepat Zen membalik posisi hingga kini Lea berada di bawah kungkungannya.

"Jangan bermain-main dengan hasratku, Sweet Cake. Karena mungkin kau tidak akan siap untuk mengimbanginya," ujar Zen yang terdengar seperti sedang menantang Lea.

"Aku bisa membuatmu senang lebih dari ini, Zen," balas Lea parau.

"Oya?" Zen menatap lekat Lea dengan tangan yang tak berhenti bermain-main dengan tubuh Lea. "Maka kau perlu berusaha lebih keras dari ini untuk bisa mengelabuhiku,"-Zen menyeringai-"Sweet Cake."

Kedua mata Lea membulat. Bagaimana Zen bisa tahu kalau dia sedang berusaha mengelabuhi pria tersebut? Padahal dia sudah berusaha terlihat natural, bahkan tak meyangkal kalau dia juga sangat ingin menyatukan tubuhnya dengan Zen.

Sama seperti saat pertemuan pertama mereka, kali ini Zen kembali menggantung gairahnya. Pria itu segera bangkit lalu mengancingkan kemeja dan memakai jasnya kembali. Sementara Lea hanya bisa terduduk dengan deru napas memburu, kesal karena Zen mampu membaca siasatnya.

Zen yang sudah berpakaian lengkap, kembali berpaling pada Lea.

"Peraturannya adalah, kau hanya menuruti perintahku. Aku hanya akan memintamu melayaniku di saat aku sedang menginginkanmu." Zen menggeleng sambil menarik satu sudut bibirnya ke atas. "Bukan dengan caramu seperti itu. Jadi ... berpikirlah dengan bijak sebelum mencoba untuk menipuku," ucap Zen.

Yang bisa dilakukan Lea hanyalah diam sambil menggertakkan gigi. Bahkan saat Zen berbalik dan meninggalkan kamar tersebut, wanita itu tidak dapat melakukan apa-apa.

"Berengsek!" pekiknya.

***

tbc.

Sorry, telat update. Banyak sekali yang harus kukerjakan di real life. Semoga suka!

Review dan vote untuk dukung penulis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rengganu Puji
ceritanya menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SWEET CAKE   S2.30. What Family Means (The End)

    Sebuah mobil jeep melaju dengan guncangan yang terasa lumayan keras di jalan yang bagian kanan dan kirinya ditumbuhi rumput liar. Sruktur tanah yang tidak rata menjadi penyebabnya. Sehingga, jalanan yang sebenarnya landai itu menimbulkan efek guncangan yang amat terasa. “Aku heran, kenapa Zen tidak membangun tempat ini dengan lebih baik,” ujar Clint yang tak melepaskan tangan dari pegangan agar tidak terlempar keluar dari jeep saat terjadi guncangan. “Aku rasa … ini adalah ide Nyonya Lea, Dokter,” sahut Arthur sembari mengatur kecepatan agar mobil yang dia kemudikan tetap dapat melaju dengan stabil meski harus berkali-kali merasakan sensasi seperti akan terbalik. “Ah, kau benar!” Clint berpaling ke arah Arthur. “Wanita itu adalah kryptonite bagi Zen.” Pria itu lantas menggeleng lalu mengalihkan pandangan pada tanaman anggur yang sedang berbuah di sepanjang kanan dan kiri jalan. “Dari seorang bajingan yang kejam, sekarang menjadi petani anggur.

  • SWEET CAKE   S2.29. Humanity

    Keinginan Lea memang terdengar seperti perintah bagi Zen. Dan ya, Lea menginginkan mereka untuk memiliki keturunan. Setelah berhasil mengungkap apa yang dia inginkan di hadapan sang suami, wanita itu semakin memperjelasnya dengan mengatakan bahwa setidaknya dia ingin memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan.“Itu terdengar menyenangkan, Zen. Kelak kau bisa mengajari anak laki-laki kita berbisnis, untuk meneruskan tampuh kepemimpinan The Great Palace—no no no! Aku tidak akan mengizinkamu mengajarinya bisnis gelap. Cukup kau saja yang tersesat di sana. Aku tidak ingin anak-anakku ikut tersesat bersamamu.” Lea segera membenetengi ucapannya sebelum Zen menyela.Kemudian dia melanjutkan lagi apa yang dia ucapkan, karena memang belum selesai.“Lalu aku bisa mengajari anak perempuan kita untuk memasak, bermain musik, menanam bunga, dan menyulam. Kita bisa tinggal di rumah sederhana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk masalah, t

  • SWEET CAKE   S2.28. Attention

    Melihat kedekatan Zen dan Zac membuat sudut hati Lea berdenyut. Ada rasa cemburu serta sedikit rasa terabaikan dengan pemandangan yang tersuguh itu.Semenjak kembali ke mansion beberapa waktu lalu, Zen bahkan belum menyentuh sesuatu yang lain selain Zac. Entah karena Zac yang merasakan kerinduan membuncah hingga tak ingin melepaskan Zen sedikit pun. Atau memang Zen yang merasa berat meninggalkan anak itu. Yang jelas, keduanya seperti tidak dapat terpisahkan.Lea memutar mata jengah sembari bernapas panjang dan dalam. Terdengar begitu berat. Sampai akhirnya wanita itu memutar badan, meninggalkan Zen dan Zac yang sedang bermain puzzle."Oh, yang benar saja?! Kenapa aku merasa cemburu pada Zac? Ayolah, Lea ... dia hanya anak kecil!"Dalam perjalanannya menuju kamar, Lea terus bergumam. Memarahi dirinya sendiri yang terlalu mudah cemburu oleh bocah laki-laki itu.Memasuki kamarnya, Lea berniat untuk segera membersihkan diri. Keringat berc

  • SWEET CAKE   S2.27. A Child

    Selama dalam perjalanan menuju mansion, Lea sama sekali tak melepaskan tangannya dari lengan Zen. Bahkan dia nyaris tidak pernah mengangkat kepalanya dari bahu sang suami.“Aku bersumpah aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Zen. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirimu,” ungkap Lea seraya mendusal di dada Zen yang sengaja membuka tangan lalu meminta Lea untuk masuk dalam rengkuhannya.“Tidak akan, Sweet Cake. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” balas Zen.Melihat kemesraan Zen dan Lea, Arthur hanya bisa memalingkan wajah. Merutuki pikiran untuk memiliki seorang wanita yang dia cintai dan mencintai dirinya seperti sang tuan. Namun, sejenak kemudian, pria itu lantas menggeleng samar sambil memejamkan mata. Mengusir pemikiran yang dia rasa begitu konyol dan sangat bukan dirinya.Sayangnya … hal tersebut dapat dilihat oleh Zen. Apa yang dilakukan Arthur—menggeleng samar dengan wajah berpaling ke j

  • SWEET CAKE   S2.26. Detonator

    “Arthur!”Zen menjatuhkan lututnya di atas tanah, tepat di samping Arthur yang tergeletak dengan tubuh lemas. Ada perasaan tak bisa dimengerti yang bercokol di dalam dada pria tersebut. Kehilangan, kesedihan, kemarahan, semua bercampur menjadi satu hingga terasa begitu sulit untuk mengidentifikasinya sendiri.Matt bahkan menyusul dan berdiri di belakang Zen dengan raut cemas yang sama. Ingin menenangkan sang tuan, namun nyalinya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Dia tidak sama dengan Arthur yang sudah terasa seperti saudara sendiri oleh Zen. Matt hanyalah pengawal pribadi Lea yang selalu setia melindungi nyonyanya tersebut.“Aku tidak mengizinkamu mati hari ini, Art! Bangun, Keparat!” sentak Zen dengan raut panik saat melihat anak buahnya itu tidak berdaya.Sementara itu, beberapa meter darinya, Lea yang tergugu tampak berusaha untuk bangkit. Dengan tubuh gemetar dan wajah yang berlinang air mata berwarna kehit

  • SWEET CAKE   S2.25. The Shot

    “Tidak!”Lea menjerit sambil mengerutkan badan. Menyembunyikan wajah di bahu karena dia tidak akan sanggup melihat orang kepercayaan suaminya itu terkena tembakan yang berasal dari senjata di tangannya.Namun, rupanya hingga beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara letusan senjata api. Lea juga tak merasakan entakan kuat seperti saat dirinya menembakkan senjata sebelumnya.Sampai beberapa waktu kemudian, Lea merasakan genggaman tangan Jonathan di tangannya mengendur. Disusul suara kekehan dari balik kepalanya.Jonathan terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari Lea. Entah apa yang pria itu lakukan, namun Lea merasa seperti baru saja mendapatkan napasnya kembali.“Aku tidak akan melakukannya untukmu, My Dear,” ucap Jonathan seraya memberi jarak antara tubuhnya dengan Lea. Berjalan mundur dua langkah dengan kedua tangan yang terselip di saku celana.“Tidak! Aku tidak bisa melakukannya.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status