Beranda / Romansa / Saat Aku Melepasmu / Bab 3. Semesta Mengizinkan Pertemuan

Share

Bab 3. Semesta Mengizinkan Pertemuan

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-26 00:56:32

Paris, Prancis.

Empat tahun berlalu ...

Suara ketukan heels menuruni podium sedikit terdengar bercampur dengan suara tepuk tangan dan musik yang berdentum. Tampak seorang wanita cantik berambut cokelat panjang dan bergelombang memberikan senyuman terbaik, di kala baru saja mendapatkan sebuah pernghargaan dengan nominasi artis wanita pendatang baru terbaik.

Paras cantiknya begitu menawan membuat semua tamu undangan seakan tersihir. Gaun pesta bewarna merah—begitu menyala memberikna kesan cantik, seksi, dan anggun. Piala di tangan membuat banyak orang kagum akan prestasi menjulang.

Ya, dia adalah Adeline Hart. Berawal dua tahun lalu dari tak sengaja mengikuti casting mencari artis berbakat—membuat dirinya kini cukup dikenal. Roller coaster yang dia alami. Tak jarang dia mendapatkan banyak penolakan, karena logat Bahasa Prancis yang masih belum kental.

Namun, Adeline wanita cantik berdarah Amerika itu, tetap berupaya keras memberikan yang terbaik. Terus berlatih bahasa. Terus mengikuti setiap tahap casting. Bahkan rela ditolak berkali-kali untuk sebuah alasan yang menurutnya kurang jelas.

Kesabaran dan ketekunan Adeline Hart membuahkan hasil. Wanita cantik itu kini menyabet nominasi artis wanita terbaik. Ini bermula dari film yang dia mainkan meledak dipasaran—membuatnya banyak mendapatkan pundi-pundi luar biasa.

Adeline tak pernah menyangka berada di posisi ini. Air mata rasanya tak pernah kering untuk setiap pengorbanan yang dia lakukan. Seperti pepatah mengatakan bahwa rasa lelah akan terbayarkan untuk orang yang selalu mampu sabar.

“Adeline! Kau luar biasa!” Nora Vale, manajer Adeline, langsung memberikan pelukan pada Adeline.

Adeline tersenyum dan membalas pelukan itu. “Terima kasih, Nora! Ini semua berkat dukunganmu.”

Nora mengurai pelukan itu. “Aku hanya memberikan dukungan saja. Tapi sejatinya kau yang telah banyak berjuang. Adeline, kau hebat.”

Adeline kembali melukiskan senyumannya, menanggapi ucapan Nora.

“Ah, ya, aku baru mendapatkan berita bagus untukmu!” seru Nora tak sabar.

“Apa itu?” tanya Adeline tampak tak sabar.  

Nora langsung mengajak Adeline meninggalkan acara itu. Tampak jelas dia tak sabar ingin memberi tahu Adeline. Dia membawa Adeline pintu keluar. Acara belum benar-benar selesai, tetapi karena Adeline sudah mendapatkan piala penghargaan, jadi itu sudah aman.

“Kau ingin mengatakan apa, Nora?” tanya Adeline bingung.  

Nona menatap Adeline dengan senyuman di wajahnya. “Tebak, apa yang ingin aku katakan padamu.”

Kening Adeline mengerut dalam. “Aku bukan paranormal yang bisa menebak-nebak. Katakan apa yang sampaikan padaku?”

Nora meraih kedua bahu Adeline. “Jadi, begini ada satu proyek film besar. Rencananya film ini akan tayang di seluruh negara. Film ini diangkat dari salah satu novel best seller. Dan kau tahu? Kau ditunjuk sebagai pemeran utama. Karena kau menang kategori artis terbaik, kau langsung ditunjuk oleh produser film Luxe Vision Entertainment. Ah, dan kemungkinan salah satu investor besar dari Luxe Vision Entertainment besok akan tiba di Paris. Dia akan mengajak seluruh staff Luxe Vision Entertainment sekaligus para pemeran proyek film baru ini untuk makan malam bersama. Kau tidak akan menolak, kan?”

Adeline terdiam mendengar cerita Nora yang menggebu-gebu. Matnya sedikit mengerjap beberapa kali, menunjukkan jelas keterkejutan. “Wait, tadi apa kau bilang? Aku dapat proyek film besar yang diambil dari salah satu novel best seller? Kau tidak bohong, kan?”

Nora mendecakkan lidahnya pelan. “Mana mungkin aku bohong, Adeline. Apa yang aku katakan ini sungguhan. Jadi, kau setuju, kan?”

Senyuman merekah di wajah Adeline. “Tentu saja, Nora! Jika ini proyek besar, pasti aku akan menerima. Kau jelas tahu aku sangat butuh banyak uang. Terima kasih, Nora! Kau terbaik.”

Dua wanita itu kini melemparkan senyuman, dan saling berpelukan.

***

Le Jules Verne, salah satu restoran mewah di Paris yang letaknya dekat dengan Menara Eiffel menjadi tempat di mana acara makan malam antara Adeline dan pihak Luxe Vision Entertainment berada. Tidak hanya bagian Luxe Vision Entertainment saja yang datang, tapi ada investor besar yang turut hadir di jamuan makan malam itu.

Adeline datang lebih awal tentunya. Dia malam itu tampil anggun dengan gaun mini berwarna navy, dengan model kemben. Rambut cokelatnya diikat—model pony tail—menunjukkan leher jenjang terlihat indah. Perhiasan sederhana menyempurnakan penampilannya.

Adeline tampak cantik dan elegan, meski hanya dengan riasan tipis. Pun perhiasan yang dia pakai tidak mencolok. Bisa dikatakan meski berpenampilan sederhana, dia tetap Adeline Hart yang cantik dan anggun.

“Adeline, kau selalu tampil sempurna,” kata sang produser memuji penampilan Adeline.

Adeline tersenyum. “Terima kasih.”

“Kita tunggu sebentar, ya? Investor besar Luxe Vision Entertainment tadi memiliki meeting penting. Beliau kemungkinan akan sedikit terlambat,” ucap sang produser lagi merasa tak enak, karena membuat Adeline harus menunggu.

“Tidak masalah. Aku mengerti orang sehebat beliau pasti memiliki jadwal yang padat. Tentu aku akan sabar menunggu,” jawab Adeline lembut, dan anggun.

“Adeline, tadi aku dengar dari banyak staff wanita Luxe Vision Entertainment mengatakan kalau investor besar ini sangat tampan,” bisik Nora di telinga Adeline.

“Kalau memang tampan, aku harus apa, Nora?” balas Adeline sambil menggelengkan kepalanya.

Nora terkekeh pelan. “Siapa tahu kau menemukan jodoh. Kau kan selama ini selalu banyak menolak pria yang mendekatimu. Tapi, kalau billionaire tampan yang mendekatimu, jangan ditolak. Aku setuju.”

Adeline mendengkus, mendengar ucapan Nora. Wanita itu enggan menanggapi ucapan manajernya, karena menurutnya manajernya itu adalah orang yang sangat konyol.

Namun, fakta tentang Adeline banyak didekati pria adalah kenyataan. Tak sedikit pria yang berlomba menarik perhatiannya, tetapi Adeline tak pernah tertarik. Ini tentang keteguhan dan tentang tujuan hidup. Wanita itu tak pernah tertarik menjalin semua hubungan.

Tak selang lama, di kala Adeline sedang ingin mengambil minuman, tiba-tiba saja aroma woody oud dan leather tercium di indra penciumannya. Detik itu raut wajahnya berubah di kala mencium aroma yang sudah lama sekali tak dia cium. Dia menoleh, mengalihkan pandangannya—pada sosok pria tampan dan tegas yang memasuki restoran.

Adeline terdiam beberapa saat melihat sosok pria tampan berpostur tinggi gagah, menunjukkan pesona yang tak main-main mendekat ke arahnya. Mata cokelat gelap pria itu seketika membuatnya berhasil tersihir.

Adeline merasa dunianya seakan runtuh. Dia merasa bumi telah berhenti pada porosnya. Kakinya seperti jelly yang membuatnya tak bisa bergerak sedikit pun. Tangannya gemetar, bahunya sedikit terguncang akibat terkejutan melihat sosok yang sudah lama tak dia temui.

Mata itu tetap sama. Tetap menyejukkan, dingin, dan tajam.

Aura wajah itu tetap sama. Tetap arogan, tapi menawan.

Ini sudah gila. Harusnya dia tak lagi melihat sosok yang mati-matian sudah dia lupakan. Namun, apa-apaan ini? Kenapa seakan takdir mengajaknya bercanda?

Napas Adeline mulai sesak luar biasa. Dia seolah merasa bahwa ada benda tajam yang menusuk paru-paru, membuat pasukan oksigennya tak lagi sama. Sesaknya timbul dari rasa sakit yang luar biasa.

Asher?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 55. Sebuah Sabotase

    Malam makin larut. Asher yang tadi berada di kamar memilih untuk berada di ruang kerjanya. Perkataan Talia tadi berhasil memancing emosi, membuatnya enggan untuk langsung tidur. Setelah tadi dia membersihkan tubuh, dia langsung mendatangi ruang kerjanya yang ada di mansion, dan segera menenggak segelas whisky.Pria tampan itu berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap langit yang kini sudah dihiasi oleh bulan dan bintang. Kumpulan awan gelap telah menyingkir, dan tak lagi terlihat.Dia menatap langit, bukan untuk melihat pemandangan, tetapi dia seakan menbendung emosi dalam diri. Sejak tadi, dia terus menahan diri. Bahkan setelah perdebatannya dengan Talia, dia memilih untuk menghindar. Dia khawatir, dia meledakan kembali amarahnya hingga membuat sang istri terluka.Menghindar adalah cara terbaik, di kala amarah di dalam diri mengumpul menjadi satu. Asher menjauh, karena pria itu menghindari konflik. Dia tak ingin pusing berdebat dengan istrinya.Tiba-tiba, di kala Asher s

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 54. Pembelaan Asher

    “Asher? Kau dari mana?” Kalimat pertama yang ditanyakan Talia di kala melihat Asher sudah pulang. Wanita itu tampak berusaha menahan diri. Dia tak mau mengomel, karena sadar suaminya baru pulang dari bekerja.“Paul sudah menjawab pertanyaanmu, kan?” balas Asher dingin, tampak tak acuh. Ya, sebelumnya pria tampan itu sudah mendapatkan laporan dari Paul tentang Talia yang terus menerus mencarinya. Pun dia tahu jawaban asistennya itu pada sang istri. Jadi, dia bisa menjawab sesuai dengan apa yang asistennya katakan padanya.Talia berdecak pelan. “Sayang, aku yakin Paul sudah lapor padamu tentang Alyssa sakit, kan?” tanyanya dengan nada mencoba menahan amarah.Asher mengangguk singkat. “Sebelum aku ke kamar, aku sudah ke kamar Alyssa. Demamnya sudah mulai turun. Tadi, aku juga sudah menghubungi dokter kita. Dokter bilang kondisi Alyssa akan segera membaik. So, tidak perlu ada yang dikhawatirkan.”Talia nyaris tak menyangka akan jawaban sang suami, yang seolah menunjukkan rasa tak peduli p

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 53. Dengan Siapa Kau Tinggal di Sini?

    Suasana malam penuh keheningan. Hujan yang tadi turun cukup deras kali ini sudah berhenti. Awan gelap sudah menyingkir, tergantikan dengan kumpulan awan cerah yang tak lagi menutupi keindahan bulan dan bintang.Adeline duduk tenang di dalam mobil, membiarkan Asher melajukan mobil. Tak ada percakapan apa pun. Dia memilih untuk melihat ke jendela, tak melihat sedikit pun pada Asher yang mengemudikan mobil.“Aku tidak tahu alamat tinggalmu,” ucap Asher dingin tanpa menoleh pada Adeline.“Ambil kanan, ada apartemen di pinggir jalan di sana aku tinggal untuk sementara,” jawab Adeline tenang.Asher patuh, dia langsung membelokkan mobilnya ke kanan, dan benar apa yang dikatakan Adeline. Dia sudah melihat gedung apartemen menjulang tinggi di sisi kiri. Detik itu, dia masuk ke lobi apartemen. “Terima kasih banyak untuk hari ini,” jawab Adeline sambil membuka seat belt-nya.“Kau tinggal di sini?” tanya Asher yang kini menatap Adeline.Adeline mengangguk. “Ya, untuk sementara. Baiklah, kau ha

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 52. Uang Adalah Segalanya

    “Bagaimana keadaannya?” tanya Asher pada sang dokter yang baru saja selesai memeriksa luka di kepala Adeline. Tampak sorot mata pria itu dingin, menunggu sang dokter menjawab apa yang dia tanyakan.Sang dokter tersenyum di kala sudah memasang perban di kepala Adeline. “Luka di kepala Nyonya Hart tidak terlalu dalam. Beliau tidak harus sampai mendapatkan jahitan di kepalanya. Tekanan darahnya bagus. Tidak ada luka dalam juga. Kami sudah melakukan pemeriksaan seluruhnya. Jadi, Anda tidak perlu khawatir, Tuan.”“Dia tidak harus dirawat?” tanya Asher lagi tetap seakan tak ingin Adeline langsung pulang dari rumah sakit begitu saja.Sang dokter kembali tersenyum. “Tidak perlu, Tuan. Nyonya Hart bisa langsung pulang. Tapi, Anda sangat hebat langsung mengambil tindakan membawa Nyonya Hart ke rumah sakit.”Asher mengangguk singkat. “Baiklah, aku akan membawanya pulang.”Sang dokter mengalihkan pandangannya, menatap Adeline dengan tatapan sopan. “Nyonya Hart, saya sudah meresespkan obat untuk A

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 51. Rasa Curiga yang Membentang

    Mobil sport yang dilajukan Asher melaju dengan hati-hati di bawah guyuran air hujan yang membasahi kota New York. Sejak tadi, hujan masih terus turun. Bahkan di kala Asher menyelamatkan Adeline tadi, hujan tetap masih turun membasahi bumi. Hal itu yang membuat pakaian Asher dan Adeline setengah basah.Namun, meski hujan turun cukup deras, tak ada petir. Itu yang membuat Asher bisa mudah menyelamatkan Adeline. Jika tadi ada petir, besar kemungkinan proses penyelamatan tidak bisa langsung cepat.“Asher, bawa aku ke apartemen yang aku sewa selama aku di sini,” ucap Adeline pelan, tubuhnya bersandar di kursi, terlihat agak lemah.Dress yang Adeline pakai beruntung bukan dress tipis. Kalau saja wanita itu memakai dress tipis, dan menerawang sudah pasti di kala Asher menyelamatkannya, pakaian dalamnya akan terlihat.“Aku akan membawamu ke rumah sakit,” jawab Asher dingin, dengan tatapan fokus menatap ke depan, tanpa mau mengindahkan permintaan Adeline.“Asher, kau sangat keras kepala,” geru

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 50. Adeline Lebih Utama

    “Adeline!” teriak Asher seraya turun dari mobil, dan berlari menghampiri mobil Adeline yang menabrak pohon besar. Tampak jelas raut wajah pria itu menunjukkan kecemasan dan kepanikan.Saat tiba di samping mobil, Asher langsung membuka keras pintu mobil—di mana Nora duduk. Namun, sialnya pintu terkunci. Nora dari dalam mobil menggedor kaca, dan menggeleng panik—menandakan pintu mobil tidak bisa terbuka.Melihat isyarat dari Nora, membuat Asher langsung bertindak. Pria tampan itu langsung melayangkan tinju keras ke kaca mobil, tapi tentu tinjuan pertamanya tidak langsung berhasil membuat kaca itu pecah.Hujan turun cukup deras. Tinjuannya agak susah mengenai sasaran karena air hujan. Namun, Asher tak menyerah, dia bisa melihat Adeline di dalam mobil tampak lemah dengan darah di kepala wanita itu. Dia kini kembali meninju kaca makin kencang—dan berhasil. Kaca mobil itu pecah, lalu Asher berusaha membuka pintu mobil. “Ya Tuhan, terima kasih, Tuan Lennox,” seru Nora di kala berhasil keluar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status