Share

Saat Hati Menyesal
Saat Hati Menyesal
Penulis: Aulia Amanda

Bab 1

Penulis: Aulia Amanda
Di depan rumah sakit, Richard meninggalkan aku yang sedang mengalami pendarahan hebat, demi mengantar pulang klien wanitanya yang sedang dalam proses perceraian.

Darah terus mengalir di kedua kakiku, tapi dia tetap pergi dengan panik tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.

Tengah malam, saat seharusnya dia menemaniku di rumah sakit, ternyata wajahnya justru muncul di unggahan facebook klien wanita itu.

Captionnya, [Untung ada pengacara hebatku. Beruntungnya aku, sudah mabuk, masih diseduhkan teh madu!]

Aku tak bisa tidur semalaman.

Keesokan harinya, aku pun menelepon dengan suara tenang.

“Ayah, aku sudah pikirkan baik-baik. Tiga hari lagi aku bakal pulang untuk ambil alih perusahaan.”

Di balik telepon, ayah terdiam beberapa detik, lalu menarik napas panjang.

“Baguslah, ayah menunggumu di rumah.”

Mendengar suara ayah, aku menahan sesak di dada dan menutup telepon.

Setelah itu, aku menyentuh perutku yang kini sudah rata dan air mata langsung menetes tanpa bisa dikendalikan.

Kata dokter janinnya baru saja terbentuk. Kalau aku datang sedikit lebih awal, mungkin hasilnya akan berbeda….

Nak, maaf, ibu nggak bisa melindungimu… maaf….

Aku menangis sejadi-jadinya.

Perawat yang sedang keliling masuk ke ruanganku. Meski sudah terbiasa dengan kejadian semacam ini, dia tetap tak bisa menyembunyikan rasa simpatinya.

“Keguguran itu masalah besar, kok kamu sendirian? Di mana suamimu? Kok dia nggak menemanimu?”

Aku hanya diam mendengar perhatian perawat.

Aku keguguran dan dirawat di rumah sakit, tapi satu-satunya yang peduli padaku hanyalah seorang perawat asing yang bahkan tidak mengenalku.

Sementara suamiku, kemungkinan besar saat ini baru saja bangun dari pelukan wanita lain.

Tangisanku perlahan mereda. Dengan getir, aku menjawab, “Dia sudah meninggal….”

Perawat itu terlihat terkejut, sorot matanya pun jadi penuh simpati.

Aku tidak peduli dengan larangan dokter, tetap bersikeras untuk pulang.

Melihat laporan keguguran di tanganku, tubuhku hampir tak kuat berdiri.

Janin yang kukandung, kini hanya tersisa di selembar kertas.

Namun, rasa sakit ini tidak seharusnya kutanggung sendiri.

Aku pulang ke rumah.

Begitu membuka pintu, rumah kosong. Seperti dugaanku, Richard tidak pulang semalam.

Pria dan wanita berada dalam satu ruangan di tengah malam, kalau bilang tak terjadi apa-apa, siapa yang bisa percaya?

Jika ini terjadi dulu, aku mungkin sudah meneleponnya berkali-kali.

Namun sekarang, aku hanya merasa sangat lelah.

Ponselku berdering, panggilan dari Richard.

Begitu kuangkat, langsung terdengar suaranya yang sangat perhatian.

“Ella, kamu nggak apa-apa, ‘kan? Tira lagi ada masalah dan mabuk semalam, pagi ini juga demam, aku lagi antar dia ke rumah sakit….”

Usai dia bicara, aku pun menjawab dengan datar, “Kalian bersama semalam.”

Nada suaraku sangat tenang. Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan.

Richard terdiam beberapa detik, lalu suaranya berubah menjadi marah.

“Ella, kok pikiranmu kotor sekali? Tira itu klienku! Dia mabuk dan aku menjaganya sebentar, itu hal yang wajar!”

“Tira lagi ada di sampingku sekarang. Dia baru cerai, suasana hatinya lagi buruk, sekarang malah sakit juga. Bisa nggak kamu jangan berpikiran kotor seperti itu? Jangan buat dia tambah stress!”

Mendengar suamiku begitu perhatian sama wanita lain, aku pun bertanya datar, “Kemarin waktu kamu tinggalin aku, kamu sempat kepikiran kalau kondisiku juga nggak baik?”

Richard sempat terdiam, lalu suara kesalnya kembali terdengar,

“Kamu bahkan sudah sampai rumah sakit, bakal terjadi apa emangnya?! Bisa nggak jangan cari gara-gara? Dengarkan aku, minta maaflah ke Tira, masalah ini bakal dianggap selesai.”

Mendengar ucapannya, tiba-tiba aku tertawa.

Mendengar suara tawaku, Richard mengira aku tidak marah lagi, dia pun berkata, “Baguslah, aku bakal ajak dia makan nanti, biar kamu bisa minta maaf dengan dia.”

Begitu menutup teleponnya, aku langsung memblokir semua kontak Richard.

Lalu memesan tiket pesawat paling pagi, tiga hari dari sekarang.

Aku dan Richard dulunya teman kuliah. Kami pacaran tiga tahun dan sudah menikah tiga tahun juga.

Belum sampai ke masa tujuh tahun jenuh, rumah tangga kami sudah lebih dulu retak.

Setiap pertengkaran kami pasti karena Tira.

Di hari ulang tahun pernikahan kami, katanya pipa air rumah Tira bocor.

Di hari ulang tahunku, katanya tangan Tira kena air panas.

Setiap kali, Richard selalu pergi begitu saja hanya karena satu telepon darinya.

Bahkan saat aku keguguran, dia tetap tak menjalankan tanggung jawab sebagai suami, apalagi calon ayah….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Saat Hati Menyesal   Bab 11

    Sejak kejadian waktu itu, hubungan antara Richard dan Tira memburuk drastis.Sikap Richard terhadapnya semakin dingin dan tak acuh.Suatu kali, Tira berselingkuh di belakang Richard. Karena terlalu bersemangat, bahkan bayi dalam kandungannya sampai keguguran.Begitu tahu, Richard langsung naik pitam. Tengah malam, dia menghajar Tira sampai masuk rumah sakit.Tira justru tertawa histeris. “Bunuh saja aku! Silakan! Aku tetap nyonya besar Prima. Kamu bahkan nggak takut masalah ini tersebar, untuk apa aku takut?!”Mata Richard memerah, “Dasar wanita jalang! Sudah punya keluarga masih menggoda pria lain! Nggak takut kena penyakit?”Tira malah tertawa mengejek, “Kamu lupa? Bukankah kamu juga tergoda dengan cara yang sama?”Mendengar itu, Richard langsung kehilangan tenaga.Dia terjatuh ke kursi, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Air mata menetes keluar dari sela-sela jarinya.Richard ingin menceraikan Tira, tapi Tira bersikeras menolak.“Kalau kamu berani ceraikan aku, aku akan bongkar

  • Saat Hati Menyesal   Bab 10

    Dia memelukku erat, lalu tiba-tiba terasa dingin di leherku.Richard menangis.Suaranya bergetar, “Ella, beri aku satu kesempatan lagi. Jangan tinggalkan aku. Aku nggak mau kehilangan kamu. Ella, kumohon jangan pergi.”Mencintai itu mudah, tidak mencintai juga sangat mudah.Yang sulit itu saling mencintai.Aku melepaskan pelukannya dengan kuat, menoleh dan menatap mata Richard yang penuh air mata, “Kalau kamu benar-benar mau aku bahagia, tanda tangan surat itu.”Richard menatap ke arah kepergianku, hatinya terasa seperti diremas dengan kuat, sampai-sampai sulit bernapas.Ella, Ellaku….Akhirnya, dia tetap menandatangani surat itu. Aku sangat mengenalnya, si pengacara ternama, mana mungkin mau dipermalukan seperti ini.Dalam menangani urusan perusahaan, aku pun semakin lama semakin terbiasa dan percaya diri.Suatu hari, tiba-tiba ada segelas susu hangat di mejaku. Itu dari Tio.“Bu Ella, kamu harus jaga kesehatan. Istirahatlah sesekali.”Saat itu, aku sudah bekerja non stop selama tiga

  • Saat Hati Menyesal   Bab 9

    “Cepat tanda tangan saja. Buat aku, kamu dan Tira, itu yang terbaik.”Saat hendak pergi, Tio masih sempat menyindir mereka, “Kak Tira, kapan-kapan kita saling berbagi pengalaman jadi selingkuhan, ya.”Melihat kami pergi, Richard pun panik dan cepat-cepat menyusul.“Ella, kita bicarakan lagi baik-baik.”Aku menatapnya dengan tenang, “Richard, menurutmu, apalagi yang perlu kita bicarakan?”Richard yang berdiri menghadang di depanku tampak terdiam beberapa saat, lalu berkata pelan, “Soal yang kemarin itu, aku memang kurang bijak. Aku yang membuatku tersakiti. Soal anak itu, aku….”Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Aku bersalah padamu dan pada anak itu. Tapi, kita bisa punya anak lagi dan kita pasti bisa kembali seperti dulu. Kita jangan cerai, ya.”Selama dua tahun belakangan, hubungan kami semakin lama semakin retak. Apapun penyebabnya, Richard tidak pernah berusaha menyelesaikan masalah. Dia selalu memilih melarikan diri dari masalah.Sudah lama sekali aku tidak melihat dia seser

  • Saat Hati Menyesal   Bab 8

    Begitu pintu lift terbuka, aku langsung melihat Richard dan Tira.Saat melihatku, mata Richard sempat berbinar sesaat. Tapi, ketika melihat Tio berdiri di belakangku, sorot matanya langsung berubah tajam.“Ella, siapa dia?”Aku melirik Tira yang berdiri di sampingnya, lalu tersenyum dan menjawab, “Menurutmu?”Saat melihat tatapanku, seketika tubuh Tira tampak menegang. Ingatan buruk langsung membanjiri pikirannya.Richard mengernyit, sepertinya mulai menangkap maksud tersirat dari ucapanku.“Soal anak, aku akui itu salahku. Aku sudah tahu salah, tapi ini nggak ada hubungannya dengan Tira. Kalau kamu mau marah, lampiaskan saja padaku.”Aku menatapnya dengan dingin dan berkata, “Pak Richard, jangan lupa apa yang sudah kubilang. Besok sudah hari terakhir.”Tanpa bicara lebih banyak, aku dan Tio pun berjalan menuju ruang pertemuan.Richard tampak menyadari kalau aku benar-benar serius. Matanya memancarkan kepanikan sesaat, lalu dia melangkah cepat mencoba menarik tanganku. Tapi, belum semp

  • Saat Hati Menyesal   Bab 7

    Masalah itu dengan cepat berhasil ditutupi. Tak perlu ditebak, aku pun bisa menebak siapa orang dibalik layar.Richard tak juga memberi kabar. Saat aku sudah bersiap untuk menempuh jalur hukum, akhirnya dia muncul.Dia berdiri di depan pintu vila rumahku. Aura tubuhnya begitu muram dan tatapan matanya dipenuhi amarah yang begitu jelas membuatku ingin tertawa.Begitu melihatku, dia langsung berjalan cepat mendekat, “Ella, apa maksudmu?! Kamu pikir lucu bercanda soal anak?!”Aku menatap wajah Richard yang begitu kukenal, tapi entah sejak kapan terasa begitu asing, seolah aku tak pernah benar-benar mengenalnya.Mungkin di matanya, semua yang kulakukan dan kukatakan semua ini hanya dianggap sebagai emosi kekanak-kanakan.“Ganti tempat bicara saja,” ujarku.Kami pun pergi ke restoran terdekat.Di dalam, Richard menatapku tajam, “Ella, lebih baik kasih penjelasan. Apa yang sebenarnya terjadi?”Aku pun menatapnya dengan cara yang sama. Mendengar ucapannya, aku hanya tersenyum datar.“Aku suda

  • Saat Hati Menyesal   Bab 6

    Setelah telepon di hari itu, aku tak lagi mendapat kabar apapun tentang Richard.Setelah menyuruh orang untuk menyelidikinya, barulah aku tahu kalau dia ditahan karena menyetir dalam keadaan mabuk.Aku sendiri baru saja keguguran. Tubuhku belum pulih sepenuhnya, jadi aku lebih banyak beristirahat di rumah.Suatu hari, aku mendapat undangan dari sahabatku untuk main ke bar barunya agar aku juga bisa menyegarkan pikiran.“Sudah kubilang, dari tampangnya memang terlihat Richard itu licik dan menyebalkan, sama sekali nggak cocok denganmu. Tapi, ya sudahlah. Kebetulan aku baru kenal satu pria muda yang imut, sini biar kukenalin padamu….”Di tengah ocehan sahabatku yang tiada henti, suasana hatiku mulai membaik.Tiba-tiba, aku melihat sosok yang sangat familiar.Tira juga melihatku. Di matanya ada tatapan sinis penuh kemenangan. Dia berjalan mendekat dengan angkuh.“Eh, Kak Ella! Kok kamu di sini? Kamu nggak tahu seberapa susahnya Richard mencarimu?”Dia memasang wajah menyesal, “Haish, tera

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status