“Cepat tanda tangan saja. Buat aku, kamu dan Tira, itu yang terbaik.”Saat hendak pergi, Tio masih sempat menyindir mereka, “Kak Tira, kapan-kapan kita saling berbagi pengalaman jadi selingkuhan, ya.”Melihat kami pergi, Richard pun panik dan cepat-cepat menyusul.“Ella, kita bicarakan lagi baik-baik.”Aku menatapnya dengan tenang, “Richard, menurutmu, apalagi yang perlu kita bicarakan?”Richard yang berdiri menghadang di depanku tampak terdiam beberapa saat, lalu berkata pelan, “Soal yang kemarin itu, aku memang kurang bijak. Aku yang membuatku tersakiti. Soal anak itu, aku….”Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Aku bersalah padamu dan pada anak itu. Tapi, kita bisa punya anak lagi dan kita pasti bisa kembali seperti dulu. Kita jangan cerai, ya.”Selama dua tahun belakangan, hubungan kami semakin lama semakin retak. Apapun penyebabnya, Richard tidak pernah berusaha menyelesaikan masalah. Dia selalu memilih melarikan diri dari masalah.Sudah lama sekali aku tidak melihat dia seser
Baca selengkapnya