Share

3. Tetangga Baru

Orang bilang, cinta datang karena terbiasa. Maka Laura akan membuat Darius terbiasa dengan keberadaanya, bukan hanya sebagai sekretaris pria itu di kantor. Tapi juga seorang wanita yang bisa menggeser tahta kekasih pria itu di hatinya.

Atas bantuan Ratu, yang menyetujui rencana yang Laura ajukan. Di sinilah dirinya sekarang. Kepayahan menggeret koper besarnya memasuki sebuah apartemen mewah yang tak pernah dibayangkannya akan menjadi tempat tinggalnya, selama misi berlangsung.

Sepertinya Ratu tak memedulikan harus merogoh kocek tambahan demi melancarkan misi yang tengah Laura emban.

Wanita paruh baya itu benar-benar terobsesi meluluhlantakan hubungan asmara putranya, dengan wanita yang tak direstuinya.

"Kamu bisa menempati unit apartemen yang bersebelahan dengan Darius." 

Orang kaya memang beda. Hanya selang satu hari usai pertemuan keduanya dengan Ratu, mendiskusikan rencana untuk memulai pendekatan dengan Darius. Wanita paruh baya itu mencetuskan ide kepindahan ini. Bahkan mengirimkan orang untuk membantu mengurus semuanya.

Tak seperti pindah rumah yang Laura bayangkan akan sangat merepotkan karena harus membawa barang-barang yang berada di kontrakan sempitnya. Laura hanya cukup membawa baju serta keperluan pribadinya yang lain.

Lagipula kepindahannya ke apartemen mewah yang sama dengan Darius hanya untuk sementara. Setelah misi selesai, Laura akan kembali ke kontrakan kecilnya.

Selain itu, menurut informasi dari orang suruhan Ratu, apartemen yang akan Laura tempati sudah memiliki fasilitas lengkap. Jadi perabotan usang milik Laura yang ada di kontrakan tak perlu ikut di boyong ke sini.

"Kamu harus sering bergentayangan di sekitar Darius. Bukan hanya di kantor. Saya rasa kurang efektif jika hanya mendekatinya di kantor, karena perhatian Darius lebih banyak tersita pada urusan pekerjaan." ucap Ratu mengutarakan pendapatnya. Yang kemudian mengusulkan kepindahan Laura di apartemen yang sama dengan putranya.

Mengembuskan napas lega. Laura berdecak kagum. Apartemen yang di tempatinya bahkan jauh lebih luas dibanding apartemen milik Jihan yang cukup sering disinggahinya.

Demi mengenyangkan rasa penasarannya, Laura berkeliling ke setiap sudut apartemen yang ada di sana. 

Setelah puas berkeliling, Laura berdiam diri di balkon. Menatap langit malam yang tampak cantik. Meluruhkan rasa lelahnya yang sejak tadi merongrong.

Menoleh kearah kanannya. Laura menatap balkon kamar Darius. Tergelitik rasa penasaran. Apa yang tengah pria itu lakukan?

Tapi memangnya Darius ada di apartemennya? Sekarang kan malam minggu. Waktunya menghabiskan waktu dengan pasangan. 

Ya, pengecualian untuk Laura yang menyandang status jomlo.

Suara pintu sliding menyentak Laura. Mengoyak lamunan singkatnya tentang Darius.

Eh, tunggu! 

I—itu Darius?

Mampus! 

Orangnya ada di sana.

Laura panik. Gadis itu kelimpungan. Dia tak mau Darius menangkap keberadaanya begitu saja. Pertemuan mereka harus dibuat sedramatis mungkin agar berkesan dan melekat di pikiran serta hati pria itu.

Entah apa yang merasuki pikiran Laura. Ketika dia langsung tiarap, bak prajurit di medan pertempuran yang tengah menghindari serangan musuh.

Laura harus merayap dengan susah payah demi menghindari Darius. Hingga akhirnya sampai di dalam kamarnya.

Dengan jantung yang masih bergemuruh ribut, Laura bergegas menutup pintu sliding yang menjadi penghubung dengan balkon.

Darius tidak sempat menangkap keberadaanya kan? Iya kan?!

Kenapa pria itu ada di apartemennya? Harusnya dia kencan dengan kekasihnya. Ini kan malam minggu.

Tapi tunggu! Bukankah hal ini justru menguntungkan Laura? Menjadi kesempatannya memulai aksi mendekati Darius.

Melirik penunjuk waktu di pergelangan tangan kirinya, Laura mendapati pukul delapan. Mungkin masih tak terlalu malam untuk mengetuk pintu unit Darius dan memperkenalkan diri sebagai tetangga baru?

Tak mau membuang waktu, Laura segera bersiap. Berganti baju dan memperbaiki penampilannya yang sudah tak keruan.

Siapa tau kan, Laura bisa menghabiskan malam minggu dengan pria itu. Jadi bisa memuluskan aksinya.

Selang beberapa menit, Laura sudah bersiap. Gadis itu mematut diri di depan cermin. Memindai penampilannya yang tak boleh mengecawakan. Dress berwarna lilac di atas lutut memeluk tubuhnya dengan sempurna. Rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai.

Ketika dirasa semuanya sudah sesuai. Laura menyambar kotak berisi kue yang sengaja dibelinya sebagai modus perkenalan tetangga baru.

Berderap keluar menuju unit apartemen Darius yang ada di sebelahnya. Laura menatap gamang pintu di depannya.

Sial! Kemana keberanian yang tadi menggebu-gebu? Kenapa sekarang berguguran hanya karena di hadapkan pintu pria itu.

Berdeham-deham berusaha mengendapkan rasa gugupnya. Laura mencoba untuk melakukan pelatihan lebih dulu.

"Selamat malam, saya tetangga ba—loh! Astaga! Ini Pak Darius? Ya ampun Pak, kok bisa kebetulan begini? Mungkin sudah menjadi garis takdir kita ya?" 

Bagaimana? Apa keterkejutan Laura sudah sangat natural?

Mengangguk-nganggukkan kepala, Laura kembali membayangkan uang seratus juta demi bisa membakar semangatnya.

Menekan bel unit apartemen Darius. Laura menunggu dengan jantung berdegup ribut.

Tapi pintu di depannya masih belum menampakan pergerakan apa pun. Sebagai tanda jika pemiliknya menyadari tengah kedatangan tamu.

Astaga. Kemana bos galaknya? Kaki Laura sudah mulai pegal berdiri sejak tadi.

Kembali menekan bel, Laura menelan paksa rasa dongkolnya.

Awas saja kalau masih tak diacuhkan.

Tubuh Laura menegang. Jantungnya kian jumpalitan seperti menaiki trampolin. Saat terdengar suara pintu yang perlahan terkuak. Memperlihatkan sosok Darius yang berbeda dari biasanya.

Tak ada pakaian formal yang membalut tubuh tegap pria itu. Berganti sebuah kaus putih berlengan pendek yang kian menunjukan bisep kekarnya. Sementara bagian bawah, Darius mengenakan celana hitam panjang bergaris-garis putih kecil, yang tampak nyaman untuk dibawa tidur.

"Ekhm! Ada keperluan apa?" ucap Darius mendapati keterdiaman sosok yang berdiri di depan unit apartemennya.

Tersentak. Laura merutuki diri karena terhipnotis penampilan Darius. Kemana semua kata-kata yang sudah disiapkannya tadi untuk menyapa ramah sebagai tetangga baru?

Merekahkan senyuman terbaiknya, Laura berusaha memunguti fokusnya yang sempat tercecer.

"Selamat malam, saya tetangga baru." duh, tadi gimana ya kata-katanya setelah itu? Kenapa Laura jadi lupa?!

"U—unit kita bersebelahan." dengan gerakan kikuk. Laura mengulurkan tangannya yang sejak tadi memegangi kotak kue. "I—ini, sebagai tanda perkenalan."

Darius menjatuhkan pandangan pada kotak kue yang diulurkan wanita asing yang mengaku sebagai tetangga barunya.

"Hm, ya, terima kasih. Dan, salam kenal."

Mengukir senyuman yang lebih mirip ringisan, Laura mengangguk. Lalu sedikit mendekatkan wajahnya agar Darius terkejut, ketika mengenalinya sebagai sekretaris pria itu.

Tapi tak ada reaksi yang Laura harapkan. Darius justru pamit, "maaf, saya ada urusan. Sekali lagi terima kasih untuk cindera matanya. Permisi, selamat malam."

Brak! 

Pintu ditutup di depan Laura yang membatu.

Mengejap-ngejap, Laura masih mencerna apa yang baru saja terjadi?

Darius tak mengenalinya? Pria itu memperlakukannya seperti orang asing yang belum pernah dikenal.

Mengerang frustrasi, Laura menyentuhkan keningnya di pintu apartemen Darius dengan tubuh lunglai.

Bukan sepenuhnya salah Darius jika tak mengenali Laura. Karena penampilannya sewaktu di kantor memang berbeda.

Menegakan posisi tubuhnya, Laura mengacungkan jari telunjuk di depan pintu apartemen Darius, seolah tengah berbicara dengan pria itu. "Tunggu saja. Gue pasti bisa ngerampok hati lo yang digembok perempuan lain."

Berbalik pergi menuju unitnya sendiri, Laura bersiap menyusun strategi lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status