Sejak seminggu menjalani kontrak darah dengan Natalia, Ryder mencoba dengan giat untuk mengeluarkan sihirnya. Alih-alih memiliki kekuatan, Ryder menjadi tersiksa karena tidak bisa berpedang hanya karena belajar sihir setiap hari.
Hujan turun begitu lebat di desa Tornitus yang sedang dilanda kekacauan. Zane membuat surat anonim dan mengirimnya ke para warga agar percaya bahwa berita tentang Ryder itu benar, Ryder yang telah melakukan kontrak darah tersebar ke desa begitu cepat. Albert sang penjaga wilayah selatan memberitahukan pada Tetua tentang berita Ryder."Tetua Yudistira, Saya Albert datang menghadap anda." Salam Albert."Ada apa Albert?" Tanya Tetua Yudistira."Ryder cucu dari Pahlawan Alexiuz telah melakukan kontrak darah dengan salah satu gadis suku penyembuh. Mohon segera di eksekusi Tetua." Tegas Albert.Yudistira terdiam di tempat, wasiat dari Alexiuz tidak bisa di jalankan oleh Yudistira. Perbuatan Ryder telah melanggar tradisi alam di wilayah Selatan. Jika tidak bereskan dengan cepat Ryder akan menjadi pria yang dimusuhi oleh penduduk selatan. Yudistira memukul meja di depannya dengan keras membuat Albert terlonjak dari duduknya."Cepat panggil anak itu kemari!!" Murka Tetua."Baik tuan." Sahut Albert bergegas pergi dengan pasukannya ke rumah Ryder."Aku akan menghukumnya." Gumam Tetua.Para pasukan penjaga dengan cepat menuju hutan tempat tinggal Ruder. Saat tiba disana, rumah Ryder telah kosong."Kita cari ke atas gunung." Perintah Albert."Baik tuan." Sahut para penjaga.Sebenarnya Ryder ingin berdiam diri di rumah namun melihat cuaca yangbegitu cerah membuatnya bersemangat untuk berlatih.Pagi yang begitu damai itu, sangat menenangkan bagi Ryder. Hari itu dia akan pergi ke gunung untuk berlatih pedang sekaligus merapalkan mantra sihir agar bisa membangkitkan kekuatannya. Tiba-tiba Ryder teringat pesan kakeknya Alexiuz untuk menyiram sebuah tanaman kecil di dekat sungai. Sebelum mendaki gunung, Ryder berjalan menuju sungai sambil membawa sebuah air dalam gendongannya. Tanaman yang berbentuk bunga matahari itu belum mekar, Ryder menyiram bunga itu dengan air yang melimpah. Tiba-tiba sebuah cahaya kecil menyambar pipi Ryder, dengan cepat Ryder mencari cahaya kecil itu pergi tapi nihil tak ada jejak sama sekali. Hutan kecil itu penuh dengan energi magis sepertiyang di katakan kakek Alexiuz, Ryder mengerutkan keningnya dan berwajah murung dalam perjalan menuju gunung.Harapannya untuk memiliki kekuatan sihir sangat besar, tapi Ryder tidak pernah mendapatkan hal itu."Kakek, aku merindukanmu." Lirih Ryder.Sesampainya di gunung Malio, Ryder mengeluarkan pedangnya dari sabuk. Menancapkan pedangnya ke tanah dan berlutut mendoakan sang kakek. Ryder berdiri kembali dan mengayunkan pedangnya ke udara, sambil menebas pohon di dekatnya dengan cepat. Tak lama kemudian pasukan penjaga menyusul Ryder di atas gunung."Cepat tangkap dia." Teriak Albert.Ryder menatap Albert dengan bingung, dengan sekali ayunan pedang Albert lepas dari tangannya . Ryder dalam mode mempertahankan diri, Albert menarik pedang salah satu penjaga dan menyerang Ryder dengan cepat. Ryder menangkis setiap serangan Albert, membuat pedang Albert lagi-lagi terlempar jauh. Ryder menghunuskan pedangnya ke leher Albert, membuat semua penjaga bersiap menyerang Ryder."Apa yang kamu inginkan?" Tanya Ryder."Turunkan pedangmu dan ikutlah bersama kami." Jawab Albert."Aku bertanya sekali lagi, apa yang kalian inginkan!!" Pekik Ryder."Tenanglah, Tetua akan memberi hukuman untukmu." Jelas Albert."Hukuman? Kenapa aku mendapat hukuman padahal aku tidak melakukan apa pun." Balas Ryder."Cukup !! Segera tangkap dia, kita harus membawanya ke lapangan. Jangan membuat Tetua menunggu lama." Perintah Albert."Baik kapten." Sahut para penjaga.Albert menatap Ryder kasihan, seorang pria muda yang harus menanggung pahitnya takdir sendirian itu sekarang akan berakhir dengan kasus pengkhianatan pada tradisi."Aku turut berduka, atas meninggalnya kakekmu." Bisik Albert.Semua penjaga bergerak cepat meringkus Ryder, pedang Ryder langsung di ambil alih oleh Albert. Mata Ryder menatap emosi ke arah Albert, tak ada yang bisa dilakukannya karena telah di tangkap oleh pasukan penjaga. Ryder menatap Natalia yang di tangkap, karena tak tega Ryder berusaha melepaskan dirinya untuk membantu Natalia tapi Ryder tak mampu bergerak lagi karena rantai besi yang melingkar di kaki dan tangannya.Tetua desa, bernama Yudistira sahabat dari Alexiuz. Sekarang harus menghukum cucu kesayangan sahabatnya sendiri. Ryder di tarik paksa ke tengah lapangan luas, semua mata tertuju padanya. Ayah dan ibu Ryder terus menangis menatap putranya di rantai dan akan di siksa. Ryder menggeram keras, ternyata baru menyadari dirinya telah di tipu oleh Zane. Zane menatap Ryder puas, menyiksa seorang pecundang seperti Ryder memang hal yang menyenangkan bagi Zane."Lepaskan aku!!" Teriak Ryder."Ryder, kamu telah menyalahi aturan desa dab akan di hukum cambuk hingga mati." Murka Yudistira."Apa kesalahanku pada kalian semua?" Teriak Ryder."Diam." Seru Albert."Kalian hanya menghinaku dan menambah penderitaan hidupku saja, sekarang kalian ingin membunuhku juga? HAHAHA lucu sekali desa ini." Teriak Ryder sambil menahan emosinya."Diam Ryder!" Perintah Albert."Kalian semua harusnya membunuhku saat aku bayi saja dasar pecundang, kalian semua pecundang si*lan." Teriak Ryder."Cukup!!" Teriak Albert sambil menghunuskan pedang ke leher Ryder.Ryder memberontak dengan sisa kekuatannya, tak ada yang membantunya disana. Bahkan, Ryder hanya bisa menatap Natalia yang di sekap di ujung lapangan dengan kepala terbungkus kain hitam.Ryder berteriak kencang, tiba-tiba orang tua Ryder maju ke depan Yudistira dan berlutut memohon ampunan agar putranya tidak di hukum mati. Mendengar ucapan itu, Yudistira mengingat pesan Alexiuz untuk menjaga cucunya, namun Yudistira harus mempertimbangkan dengan baik keputusannya karena bisa saja para penduduk selatan menganggap Yudistira berkhianat dan melepaskan pelaku kejahatan."Baiklah, demi kelangsungan hidup kita bersama. Ryder akan di usir dari desa ini dan bukan lagi penduduk selatan. Hukum cambuk akan tetap dilakukan hingga petang nanti, lalu besok Ryder sudah harus pergi dari wilayah selatan." Jelas Yudistira.Orang tua Ryder menatap nanar putranya, semua orang bersorak senang karena Ryder yang menjadi aib bagi desa telah di usir. Ryder menatap kosong kedepan, tidak ada teriakan lagi darinya. Cambukan demi cambukan membuat punggungnya mengeluarkan darah."Kakek, maafkan aku." Lirih Ryder.Ryder mengira bahwa beban keluarganya akan hilang jika ia pergi, namun ternyata Zack dan keluarganya merencanakan menghabisi orang tua Ryder yang telah melahirkan anak pembawa sial bagi wilayah. Dengan jabatan dan kekuasaan tertinggi keluarga Zack, membunuh orang tua Ryder di rumahnya.Para penjaga membawa Ryder untuk melihat kondisi keluarganya untuk terakhir kali, namun disana penuh dengan darah dan kedua orang tua Ryder tergeletak penuh luka. Ryder segera berlari, berharap orang tuanya masih bisa untuk di selamatkan tapi nihil. Para penjaga yang membawanya hanya tertawa sambil mengejek Ryder yang meraung sedih. Sentakan dari tali pengikat di tangan Ryder yang begitu keras membuat pria itu terseret menjauh dari orang tuanya."Ryder, aku minta maaf atas kejadian yang menimpamu. Aku sama sekali tidak bisa melawan mereka, sekarang pergilah dan jangan pernah lupakan luka ini. Aku dan Tetua lainnya akan mengubur kedua orang tuamu bersama Tuan Alexiuz," ucap Yudistira sedih.Ryder menggigit bibirnya keras agar tidak menangis terus menerus."Terima kasih paman," lirih Ryder.Para penjaga menyeret Ryder dengan cepat menuju gerbang, dan mengusirnya."Aku akan merindukan kalian, maafkan aku yang begitu sial ini," gumam Ryder menangis sambil berjalan menjauh dari wilayah Selatan.Ryder mengerang kesakitan saat membuka matanya, pandangannya melirik kesana kemari, tempat asing yang baru pertama kali dia lihat. Ternyata Ryder telah di buang oleh para penjaga ke daerah tandus pemisah wilayah selatan dan utara. Banyak pedagang yang melewati Ryder dengan kereta kuda mereka, Ryder memeriksa tasnya dan melihat bekalnya sangat cukup untuk beberapa minggu Ryder berkeliling hingga menemukan tempat tinggal. Di tengah teriknya matahari, Ryder memakai mantel dengan tudung yang menutupi kepalanya agar tidak merasa panas. Ryder berjalan begitu lambat karena lukanya, terkadang dia berhenti untuk beristirahat. Sekarang dia benar-benar sendiri, tak ada yang menemani langkahnya. Sang kakek yang selama ini selalu menuntun Ryder telah tiada membuat hati Ryder hancur. Air matanya luruh membasahi pipinya, selain orang tua dan kakeknya di desa selatan tak ada lagi yang peduli padanya. Hinaan dan cacian oleh warga tak lagi membuatnya marah, senyum kakek yang terbayang kian memud
Ryder yang masuk ke dalam kelas petarung, berkat pertandingan resmi saat upacara penyambutan banya siswa yang kagum pada Ryder. Pelajaran bertarung di ajarkan oleh kesatria Damian dari Utara yang mahir dalam berpedang yang merupakan wali kelas petarung. Saat masuk ke dalam kelas Ryder mengedarkan pandangannya dan melihat Freya duduk di bangku depan. Ryder memilih duduk di bangku belakang sambil membersihkan pedangnya."Wahh... apa kamu Ryder? Aku senang sekali bisa satu kelas denganmu." Sahut perempuan yang duduk di sebelah Ryder.Mendengar nama Ryder, seluruh siswa di kelas menatap ke belakang begitupun dengan Freya. Mengingat perbuatan Ryder saat upacara penyambutan, membuat Freya kesal dan berniat mempermalukan Ryder."Lihatlah Freya dan Ryder dalam satu kelas, mungkin mereka akan bertarung lagi." Seru seorang siswa yang berada di depan Freya."Diamlah!" Tegas Freya.Ryder yang tidak tertarik dengan omong kosong mereka hanya membuang wajahnya dan menatap
Ryder kembali ke kamarnya, suasana yang begitu sunyi membuatnya teringat sang kakek yang selalu mendampinginya selama ini. Suara ketukan dari luar pintu, membuat Ryder beranjak dari duduknya."Evan, ada apa?" Tanya Ryder."Ryder, kelas besok diliburkan. Jadi aku harap kamu memiliki pedang baru yang layak pakai di tes bertarung besok lusa." Jawab Evan."Baiklah, aku akan pergi ke toko pedang besok." Balas Ryder."Kalau begitu aku permisi, harus ke kamar yang lain. Sampai jumpa." Pamit Evan.Evan merupakan ketua kelas Petarung, setiap informasi terkait kelas maka akan di sampaikan melalui Evan. Meskipun Evan seorang Penyihir tapi Ryder tidak membenci Evan karena pribadi Evan tampak berbeda dari penyihir lainnya.Keesokan pagi, Ryder menghabiskan sarapannya dengan cepat lalu meminta izin pada penjaga untuk keluar akademi membeli pedang. Kota yang begitu damai, tidak seperti daerah selatan yang selalu memandang Ryder dengan tatapan hina. Sesampainya di toko
Ryder berjalan menuju norman dan membantunya berdiri. Norman mengikatkan kain ke kakinya yang berdarah. Berkat Ryder, para perampok itu bisa ditangkap dengan mudah. Norman mendapatkan banyak luka, tetapi Ryder tidak mendapat luka sedikit. Mata norman tertuju pada kedua pedang di tangan Ryder. Pedang yang tampak biasa saja, namun sangat kuat hingga bisa menebas bongkahan batu besar."Kau membeli pedang baru rupanya?" sahut Norman."Benar, aku lebih suka menggunakan dua pedang sekaligus," balas Ryder."Kau memang hebat Ryder." Bangga Norman."Aku hanya murid biasa, kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa lagi Norman." Pamit Ryder.Norman melambaikan tangannya, seorang pria yang dia tolong dulu telah menjadi orang yang paling berbakat. Melihat Ryder pergi, Freya bergegas berdiri dan mengikutinya.Ryder berjalan begitu cepat, dia sama sekali tidak peduli dengan Freya yang sedang kesakitan. Sesampainya di gerbang akademi, Ryder berhenti dan menatap Freya di
Melihat reaksi Ryder, perempuan itu tersenyum senang karena mendapat respons seperti yang dia inginkan. Sejak Natalia melihat Ryder di perpustakaan akademi, Natalia terus mengikuti kemanapun Ryder pergi."Bagus, Ryder telah masuk ke dalam jebakanku," gumam Natalia.Freya yang mendengar hal itu, dengan cepat menarik lengan Natalia paksa."Apa yang kamu rencanakan?" tanya Freya."Hahaha, santailah sedikit nona penyihir, aku hanya ingin bermain-main denganmu sebentar saja," jawab Natalia.Freya menggeram kesal, lalu meninju perut Natalia keras hingga terjatuh. Badan Natalia serasa remuk dengan pukulan Freya. Tak sepantasnya Natalia menganggap Freya remeh, namun karena melihat kondisi Freya yang sedang menahan sakit Natalia harus melancarkan satu serangan yang bisa menumbangkan Freya.Natalia mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya, menarik napas dengan pelan dan melesat dengan cepat ke belakang Freya. Freya yang sangat terkejut tak sempat menghindar, pukulan keras di punggung Freya. Darah s
Ryder melihat sekelilingnya dengan kagum, bangunan besar dengan desain dan interior yang mewah begitu memanjakan mata. Ruangan kepala akademi dijaga begitu ketat, hanya orang-orang yang memiliki akses bisa memasuki area kepala akademi.Pria tua itu mempersilahkan Ryder duduk, selagi menyeduhkan secangkir teh bunga mawar yang begitu pekat. Ryder begitu gugup, entah apa yang telah dilakukannya sehingga kepala akademi ingin berbicara secara tertutup dengan Ryder."Ryder, aku bisa melihat keringatmu mengucur dengan cepat. Jadi santailah, jangan gugup begitu," tutur kapala akademi."Ba-baik pak kepala," sahut Ryder."Perkenalkan saya Jafar, kepala akademi. Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena telah membuatmu takut, tapi saya hanya ingin memberitahu bahwa kamu jangan pernah melawan Freya, dia sangat berbeda denganmu jadi saya mohon menjauhlah darinya," ungkap Jafar."Kenapa aku harus melakukan hal itu?" tanya Ryder."Ini semua untuk membalas kebaikanmu, aku sangat berharap padamu Ryder
Damian pergi ke tengah lapangan dan mengajarkan beberapa teknik dasar berpedang seorang ksatria sihir. Sedangkan Zack, membaca buku tentang mantra sihir yang diberikan oleh Jafar kepala akademi. Ryder yang begitu bersemangat tidak sadar jika darah terus menetes di lengannya. Sontak para murid berteriak kaget karena Ryder sama sekali tidak peduli dengan luka di lengannya."Pak guru, Ryder berdarah cukup banyak," pekik Evan.Damian dan Zack dengan cepat berlari ke arah Ryder. Semua murid mundur dan menjauh dari Ryder. Tatapan mereka seperti sedang ketakutan, Damian segera meminta salah satu murid untuk memanggil Alice untuk menyembuh Ryder. Sedangkan, Ryder hanya diam dan menatap Damian dan Zack bergantian."Aku bisa menjaga diriku sendiri," ketus Ryder.Tiba-tiba pandangan Ryder memudar, badanya bergetar hebat membuat Ryder pingsan seketika. Damian menggendong Ryder menuju ruang kesehatan akademi, disana Alice telah menyiapkan beberapa ramuan khusus untuk menangkal ra
Ibu guru Alice begitu lihai dalam memberikan pertolongan pada Daren, tangan ibu guru Alice yang kecil itu bisa menyembuhkan luka memar dengan sihir pemulihannya. Setelah memastikan Daren telah diobati, Ibu guru Alice juga mengecek keadaan tubuh Ryder, lalu keluar dari ruang rawat. Ryder meraih buku yang ada di meja kecil dekat tempat tidurnya, setelah beberapa jam membaca buku sihir kuno, Daren sadar dari tidurnya dan menatap Ryder dengan sinis."Kau, apa yang kau lakukan disini?" tanya Daren."Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau seperti pecundang yang kalah dari medang perang," jawab Ryder."Ini semua karena Freya, dia terlalu sombong dengan kekuatannya," balas Daren kesal."Bukankah kau yang memulai perkelahian?" tanya Ryder."Diamlah, aku sedang kesal!!" bentak Daren."Kenapa kau kesal? Apa karena kau dikalahkan oleh perempuan," ucap Ryder."Tidak, aku hanya ingin menguji kekuatanku, tapi ternyata aku dikalahkan begitu cepat," ungkap Daren."